Setujukah anda bahwa AHY dan Gibran Rakabuming Raka diuntungkan berkat agresifnya media memberitakan sepak terjang mereka. Media sosial, media online rajin memberitakan Gibran sebagai Wali Kota Solo. Kunjungan, gowes, rapat dinas, gosip gosip baik positif maupun negatif hampir tiap hari diterima Gibran.
Sementara meskipun aktif di instagram dan media sosial Gibran seakan tidak terpengaruh oleh kejinya komentar pegiat medsos yang dari segi usianya beragam, banyak berasal dari kaum milenial yang hanya berpikir spontan dan terkadang tidak memikirkan dampak dari komentarnya itu berupa fitnah atau hanya berasal dari kata - kata main biar viral.Â
Para remaja yang sedang mencari identitas kadang amat pedas memberikan komentar membaca lebih dahulu apa yang tersirat dalam berita di media. Mereka spontan membaca judul langsung nyambar berkomentar.
Gibran Rakabuming Raka yang dilantik sekitar 1 setengah bulan lalu ( 26 Februari 2021) terus diserbu media, sebab tokoh Kaesang yang kebetulan anak Presiden ke -- 7 yang masih berkuasa, yaitu Joko Widodo terus menunjukkan kerjanya yang cekatan dan hampir mirip seperti Jokowi saat menjadi wali kota.
Media dan Publik Figur yang "Menjual"
Media sekarang pilih-pilih berita. Yang diuntungkan tentu saja sosok yang dianggap media daring, walikota atau pemimpin biasa dari seluruh pelosok Indonesia harus sabar jika tidak diberitakan media nasional. Wartawan media nasional pasti memilih berita heboh yang mengundang komentar netizen.
Maka jika ada netizen nyinyir, lalu melontarkan ujaran kebencian dan kata - kata pedas yang entah kritik atau sekedar iseng berkata - kata maka Baik Gibran dan AHY tidak perlu baper.
Kadang ketika membaca komentar netizen yang nyeleneh dan asal menulis gemas juga, tapi jika melihat komentar tersebut dan ingin meluruskan dengan pentingnya budaya baca banyak akun abal- abal yang sekedar memproduksi kata - kata yang menimbulkan emosi. Sabar membaca dan menghadapi komentar aneh itulah sebuah ujian untuk mempelajari karakteristik netizen.
Kembali tentang Gibran. Menurut penulis agenda kerja anak pertama Jokowi di Solo adalah agenda rutin wali kota yang ingin kotanya maju, tertata, menyerap aspirasi masyarakat, belajar menjadi pemimpin langkah demi langkah. Kinerja Gibran adalah kinerja pemimpin yang diharapkan bisa cepat memberikan dampak signifikan terhadap kemajuan kotanya. Sementara ada pembelahan dari netizen yang terbagi dua antara yang nyinyir dan yang optimis dengan kepemimpinan Gibran.
Dari elite politik sendiri yang senior kadang amat pesimis melihat kepemimpinan orang muda. Dari PDIP sendiri seperti  Effendi  Simbolon menyebut Gibran sebagai Politisi instan. Meski instan mereka diidolakan oleh orang- orang yang "kebanyakan micin".Â
Pesimisme politisi tua seperti Effendi Simbolon sebetulnya memberikan kesan bahwa politisi senior gelisah dengan keberadaan politisi muda yang bergerak cepat menyambut perubahan. Harusnya Effendi Simbolon memberikan kata - kata penyemangat agar lahir generasi muda yang peduli politik, peduli pada masa depan partai yang sigap menangkap perubahan tidak malah pesimis dan takut. Seperti terjangkit Post Power Sindrom.
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) anak dari Presiden ke - 6 mewarisi  takhta kepemimpinan demokrat. SBY yang masuk dalam jajaran pendiri, hingga duduk di takhta Presiden berkat Demokrat, ingin mewariskan Demokrat kepada generasi muda yang digadang- gadang mampu meneruskan dinasti SBY.Â
Maka seperti gambling SBY mendorong AHY berhenti dari TNI dan masuk dalam gelanggang politik praktis. AHY yang berpangkat terakhir Mayor, mendapat persaingan dan pesimisme TNI dengan pangkat yang lebih tinggi. Bahkan yang mempunyai kedudukan puncak TNI. Sejumlah jendral mencoba menggeser AHY yang dianggap instan dan terlalu cepat duduk sebagai pimpinan parpol.Â
AHY masih dianggap hijau dalam pertarungan politik sehingga banyak pentolan Demokrat yang berusaha menggoyang kepemimpinannya namun AHY masih kuat dan KLB pimpinan mantan panglima TNI harus terpental karena pemerintah menolak status hukum KLB yang dianggap tidak sah.
Perjuangan Gibran dan AHY masih panjang. Mereka ditunggu masyarakat bagaimana mereka mampu menghadapi kejamnya dunia politik, mereka diuji waktu apakah bisa menjadi diri sendiri, bisa membuktikan bahwa kiprahnya bukan semata- mata karena mereka anak presiden tapi karena kemampuan diri sendiri yang mampu menjadi pemimpin dan generasi penerus kepemimpinan nasional.
Jokowi dan SBY sebagai senior amat paham dunia politik  masing - masing menerima konsekwensi bahwa tiap hari selalu saja ada penggiringan opini yang menyangsikan kepemimpinan mereka, jika seorang pemimpin generasi digital mudah berang dan emosi dengan komentar netizen yang julit dan terkadang banyak yang tidak sopan maka akan banyak ujan menanti terutama komentar yang semakin ganas dari buzzer, netizen dan pegiat media sosial.
Gibran dengan kelebihan dan kekurangannya mesti fokus bekerja dan mendengar aspirasi masyarakat, menggerakkan sistem, mempermudah aturan birokrasi dan selalu siap sedia blusukan mendengarkan suara kritikan langsung dari masyarakat. Untuk para komentator yang bermodal judul berita abaikan saja, anggap angin lalu atau suara jengkerik.Â
Untuk AHY ujian kehidupan, masalah yang semakin kompleks, hembusan angin yang semakin keras harus dihadapi, tidak perlu menempatkan diri sebagai yang teraniaya dan menempatkan playing victim untuk mendongkrak suara. Pembuktian kinerjalah yang terpenting. Buktikan bahwa generasi milenial yang lebih muda tidak baperan seperti generasi sebelumnya.
Jabatan Publik dan Godaan Penyelewengan Jabatan
Media di satu sisi menguntungkan tapi di sisi lain bisa juga menjebak dan menggiring opini negatif. Sisi positifnya dimanfaatkan dan pengaruh buruknya dibuang jauh. Untuk pemimpin lainnya yang kadang luput dari pemberitaan media, fokus bekerja dan siap berkarya jangan - jangan tanpa berita di tahun berikutnya tahu - tahu ditangkap tangan KPK karena kasus penggelapan proyek atau menerima sogokan dari pengusaha agar mereka mengegolkan proyek bernilai fantastis.Â
Yang profesor doktor saja tergiur apalagi yang sedang meniti karir sebagai pemimpin. Karena biaya politik mahal maka jebakan korupsi sangat mungkin terjadi untuk mengembalikan modal. Karena kalau sudah tergoda untuk menyelewengkan jabatan, seterusnya akan ketagihan. Itu yang menjadi PR bagi pemimpin terutama yang diuntungkan oleh strategisnya jabatan orang tuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H