Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Netizen dan Potensi "Waton Sulaya"

23 Maret 2021   18:32 Diperbarui: 23 Maret 2021   18:51 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mengamati lama tentang perilaku netizen kalau komentar di media sosial. Banyak yang cerdas, banyak yang ngeyelan. banyak pula yang penting menang debat.

Sebenarnya apa sih yang dimaksud waton sulaya itu. Dalam istilah Jawa menurut pemahaman saya asal beda...yang penting bisa menjawab meskipun jawaban kadang tidak ada unsur logika sama sekali.

Ketika seorang diterangkan dengan detail dan logis, jawabannya malah bikin senewen dan malah bikin emosi.

Entah dia sekedar mengisi waktu atau tidak punya kerjaan, atau akun akun yang sengaja dibuat sebagai oposan, tidak peduli Jaka Sembung bawa golok gak nyambung gobl**.

Hehehe. Tapi itulah membaca komentar kadang menggelikan, kadang kasihan, sebegitu usahanya menjawab padahal sebenarnya ia tidak mengerti harus menjawab apa. Tapi demi gengsi ya yang penting jawab.

Sebetulnya debat sehat Khan bisa dilatih. netizen harusnya terlatih juga untuk mengakui kekalahan. Jangan seperti suporter sepak bola yang ketika klubnya kalah ngamuk, itu namanya tidak sportif. Nah sifat sportif itu yang kadang hilang pada netizen waton sulaya.Tidak mau mengalah yang penting bisa menunjukkan keberpihakan meskipun kadang membabi buta.

Sifat yang agresif dan terus menyerang dan menyerang ke pribadi, kadang membuat takut  itu terbukti ketika banyak netizen, pegiat medsos seringkali kelewatan saat, melihat Masalah. yang terbaru adalah betapa ganas'nya netizen yang memojokkan panitia All England.

Memang mengecewakan keputusan panitia tapi apakah netizen harus bar bar dengan menyerang yang seharusnya tidak diserang misalnya pemain negara lain.

Apakah yang terjadi ? apakah karena mudahnya bikin status, dan gampang bikin akun jadi sifat bar bar itu muncul karena banyak netizen hanya bermodalkan keberanian dan berani menantang hingga tampak betapa mengerikannya para pemilik akun yang sering dengan kelewatan memaki dan membuat kisruh dunia medsos.

Asal bunyi, asal memaki, asal memberikan opini tanpa dipikir sebab akibatnya lebih banyak merugikan dari pada menguntungkan. Pengguna internet, yang seharusnya bisa memilah kata kata yang santun. berubah beringas bila menyangkut prinsip.

Apalagi jika debat masalah sensitif yaitu agama dan politik. Tampak cerminan manusia yang seharusnya bisa mengendalikan diri karena penguasaan agama, seakan tidak berarti karena debatnya menjadi emosional.

Kalau sudah menyangkut fanatisme tokoh dan agama, tampak bahwa banyak netizen belum mengerti esensi beragama dan melihat sejauh mana mereka paham tentang politik dan ruang lingkup nya. Kalau sudah benci apapun tidak ada benarnya dimata mereka. bahkan lebih memilih beda asal tidak mengakui obyektif apa yang sudah dicapai tokoh itu bagi kemajuan bangsa.

Sikap waton sulaya itu, membuat semua masalah kadang jadi ambyar tidak ada titik temu, tidak ada titik harapan bahwa dalam rasa benci harusnya tetap harus akui pasti ada kelebihan seorang tokoh yang harus diapresiasi.

Nah watak satria itu yang jarang dimiliki oleh oleh pegiat medsos terutama buzzer yang berprinsip yang penting beda, kalau dia kecebong maka harus dilawan dengan cara kampret. Kadrun...itu selalu salah...dan ujungnya pasti menyerang pribadi dan keyakinan.

Tokoh yang sering menjadi sasaran sedang saat ini, Jokowi, di mata Salawi apapun pekerjaan nya pasti salah tidak ada yang benar. Contohnya Amin Rais, ia akan selalu tidak puas akan apapun pencapaian Jokowi, meskipun ia banyak diapresiasi oleh masyarakat dan mancanegara bagi Amin Rais Jokowi tidak pernah benar. Begitu juga Anies Baswedan, dan banyak tokoh lain yang sering diseret dalam perdebatan receh para komentator dadakan.

Asal berdebat dan ngeyelan itu sebenarnya apakah sifat asli masyarakat Indonesia. Kalau soal keberanian, diakui bahwa masyarakat Indonesia amat berani, Hanya dengan bambu runcing saja berani melawan penjajah.

Masalah debat Indonesia banyak lahir tokoh cerdas. Ada Soekarno, Muhammad Hatta. Tokoh tokoh yang ikut di konferensi Asia Afrika di Bandung. Mereka jagoan dalam konsep dan debat cerdas ditingkat internasional.

Semoga para netizen banyak membaca dan mengamati tokoh Indonesia secara obyektif sehingga tidak lagi terjebak dalam debat kusir asal beda asal bunyi dan yang penting merasa menang padahal jawaban tidak nyambung.

Semoga media seperti internet bisa dimanfaatkan untuk membangun negeri, mengembangkan sikap responsif, solidaritas, kepekaan sosial, dan tajam menangkap peluang, bukan terkenal karena barbarnya mereka saat menyerang institusi internasional atau jago membuli sesama anak bangsa gara-gara karena beda idola. Atau tokoh politik. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun