Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membaca Perkembangan Politik Lewat Bahasa Seni Rupa

7 Februari 2021   16:25 Diperbarui: 11 Februari 2021   19:51 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dari buku Antara Tawa dan bahaya Seno Gumira Ajidarma ( dokumen Pribadi)

Bergson yang lucu kita katakan, menarik bagi kecerdasan, murni dan sederhana, tawa itu tidak setara dengan emosi. 

Dalam bahasa seni rupa yang cerdas membaca gambar akan terbahak-bahak paling tidak tersenyum melihat gambar yang tampil entah di Koran, di pinggir jalan dengan kritikan lewat mural. 

Jadi tertawa itu sederhana sekilas melihat gambar dan mengerti makna yang tersirat apalagi jika sedang update berita terkini.

Kartun Kompas Hari Minggu 7/2/2021(dokumen pribadi)
Kartun Kompas Hari Minggu 7/2/2021(dokumen pribadi)
Para politisi yang kebetulan melihat dan merasa disindir tidak akan frontal dengan menghapus gambarnya, nanti ketahuan kalau dia baper. Perkembangan politik memang lebih cepat terespons dalam gambar-gambar karikatur dan kartun. Namun seni lukis pun sering menggambarkan kritik sosial, kritik terhadap politik tanah air. 

Mereka para seniman cerdas dalam memvisualkan bahasa kritikan sehingga, meskipun mengkritik, tidak sampai membuat politisi lantas marah besar dan mengerahkan mesin kekuasaannya untuk memberangus kreativitas seni.

Untuk saat ini bahasa kritikan seni rupa sering dijumpai lewat mural. Dengan ambisi para politisi dan ketidakpedulian pada wabah penyakit yang seperti covid-19, para politisi terus bermanuver untuk persiapan menjelang tahun 2024. Nah Para seniman rupa sigap menangkap momen dari hasrat besar politisi menyusun rencana, membangun citra sehingga dikenal masyarakat.

Seni visual di samping mampu menjadi alat pengkritik, juga bisa membantu politisi menaikkan citra diri, bergaul dengan seniman, membuat gambar tentang dia, Menghadiri pameran, memberi ruang para seniman untuk membuat desain atau lukisan tentang dirinya dan kedekatannya dengan masyarakat. 

Membiayai para seniman membuat mural, membangun imej positif masyarakat seniman sehingga ia bisa memberi janji, kalau nanti sukses entah menjadi wakil rakyat, menteri, birokrat akan berusaha merangkul seniman dan memberi jalan agar terkesan bahwa ia peduli akan dunia seni budaya.

Namun di zaman politik penuh karut marut, para politisi tampaknya lupa bahwa mereka harus tetap harus bermain cantik. Seperti lukisan atau karikatur yang selalu mampu mengkritik tapi tidak sampai membuat masyarakat atau penikmatnya ilfill atau bahkan alergi dengar kata politisi. Malah dengan sentuhan seni keindahan bisa dinikmati. Kalau politik kita bagaimana? Salam.

Referensi

  • Quote diambil dari buku Krisis Seni Krisis Kesadaran Greg Soetomo , Slogan Sentral yang dikumandangkan pada kebangkitan Perancis 1968
  • Antara Tawa dan bahaya; Seno Gumira Ajidarma Penerbit KPG
  • Krisis Seni Krisis kesadaran; Greg Soetomo. Penerbit Kanisius

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun