Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membaca Perkembangan Politik Lewat Bahasa Seni Rupa

7 Februari 2021   16:25 Diperbarui: 11 Februari 2021   19:51 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya sosok presiden sebelum Jokowi, yang digambarkan berbadan besar sedikit perut membuncit, tinggi besar namun sering menggunakan jargon bahasa yang cukup dikenal umum, misalnya saya prihatin. Atau kalau sedang menggambarkan sosok seperti Presiden Jokowi misalnya tokohnya digambarkan kurus, tinggi dan kata- kata yang sering dilontarkan khas presiden Jokowi.

Dalam buku Antara Tawa dan Bahaya , buku yang ditulis Seno Gumira Ajidarma, ia menggambarkan suasana aktivitas seni terutama para kartunis. 

Kadang kartunis sering membuat kritikan tajam mengenai sebuah rezim ( sekitar tahun 1983 tentunya ketika rezim orde baru masih berjaya) Masa Orde Baru pemerintahan masih sangat sensitif maka para kartunis membuat kritikan lewat bahasa gambar dengan simbol-simbol. 

Sebab jika mengkritik secara gamblang maka, koran-koran itu akan lenyap dan besar kemungkinan di-breidel tidak bisa terbit lagi. Para kartunis yang terkenal kritis itu tentu saja harus bisa berkompromi agar dapur terus ngebul dan media tidak diberangus.

Kartunis, seperti Pramono, Dwi Koen, GM sudarta, Si Jon, Tris Sakeh. Mereka harus berpolitik dengan menggambar meskipun harus pandai pandai membuat trik supaya tidak menimbulkan kegusaran sama sekali. 

Dari catatan Seno Gumira Ajidarma ada pengalaman seorang kartunis Si Jon yang menggambarkan laras tank terarah ke punggung seseorang yang sedang membacakan kebulatan tekad (mendukung orde baru) meskipun dalam adegan wayang. Si Jon mendapat teguran karena menggambar itu dan luput di luar pengawasan majalah.

Jika Anda melihat lukisan-lukisan Joko Pekik sebetulnya kental dengan kritik dunia politik. Joko Pekik yang pernah menjadi tahanan politik karena dianggap aktif dalam organisasi Lekra Underbow PKI pernah mendekam lama dipenjara karena menjadi tahanan politik. Dan selama orde baru ia sangat dibatasi ruang geraknya sehingga jarang melukis, baru setelah orde baru tumbang ia kembali berkarya dan lukisannya mendapat apresiasi tinggi sehingga lukisannya tentang dunia celeng banyak diburu kolektor dan harganya menjadi selangit.

Karya lukis, Ilustrasi (Kartun, karikatur), mural, grafitti turut menyemarakkan perkembangan politik tanah air. Jika melihat mural-mural yang dilukiskan ditembok kota seperti Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya betapa kental nuansa politiknya. Namun bahasa gambar tidaklah sampai membuat masyarakat merasa terberangus hak politiknya. 

Mungkin satu dua oknum politisi pernah meneror, seniman, namun belum terdengar ada kartunis, pelukis  di Indonesia yang sempat mendekam di penjara gara-gara gambarnya atau lukisannya.

Estetika Politik dan Politik di mata Seni Rupa

Bahasa rupa menurut saya jauh lebih luwes daripada bahasa tutur media sosial yang terlihat lebih kasar. Bahasa gambar lebih pada pengungkapan kritik dengan sindiran halus namun mengena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun