Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Nyinyir "Kebiasaan" ala Trump yang Disukai Politikus?

10 Januari 2021   08:02 Diperbarui: 10 Januari 2021   08:14 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau Indonesia tidak ingin maju, tidak  bergerak cepat menyambut teknologi dan hanya menjadi pengguna tanpa pernah menjadi pencipta teknologinya harusnya introspeksi saja, koreksi diri sendiri bahwa ternyata diri sendiri belum becus bekerja, masih dalam tataran pintar menilai orang lain dan senang menyalahkan.

Penulis  sendiri tidak sedang membela Bu Risma, tapi ingin mempertanyakan saja pada mereka yang nyinyir itu apa yang sudah ia sumbangkan buat negara, apakah senang menjadi provokator semacam Donald Trump. Kalau ingin dinilai baik, tunjukkan saja dengan prestasi. Bisa nyinyir saja bangga, kalau bisa menulis dan menghasilkan banyak tulisan mendingan daripada menulis status yang isinya nyinyiran semua, hadeuh.

Presiden dinyinyiri, menteri dinyinyiri, Gubernur dinyinyiri, itu namanya lambe turah. Kalau pengin mengkritik teliti dulu diri sendiri, apakah sudah lebih baik dari yang dijadikan sasaran kritik. Kalau belum, ya proporsional. Bukan berarti pemerintah tidak boleh dikritik, boleh, bahkan harus, tapi jika kritikan itu sudah berlebihan, dan terus memojokkan padahal siapa sih manusia yang sempurna bisa mengatasi semuanya tanpa bantuan orang lain.

Kalau ingin menjadi bangsa bermartabat ya jangan mempermalukan diri sendiri. Mendingan bekerja keras membangun kesuksesan untuk keluarganya dan nantinya jika semua warga berpikiran sama maka pemerintah menjadi ringan karena masyarakatnya lebih serius bekerja. Kesulitan, krisis ekonomi, krisis finansial semua orang pernah merasakannya. Tapi jika setiap pribadi mau bekerja dan terus berusaha keluar dari krisis maka akan banyak masalah bisa dipecahkan. Dan tidak perlu mendengar komentar - komentar di media massa yang cenderung kontraproduktif.

Biarkan Bu Risma atau menteri lain melakukan gebrakan pekerjaan. Dukung saja, kalau berdampak positif dukung, kalau ternyata malah menimbulkan kegaduhan ya ditegur dan diarahkan menjadi lebih baik. Itu saja saya cukupkan artikel bernada nasihat nanti saya dikritik Tante Vaksin yang katanya kompasianer centang biru itu membosankan dan lebih senang menasihati atau sok menggurui.

Jujur menyandang Kompasianer centang biru itu sebetulnya tidak ringan, saya mesti membuktikan bahwa tulisan yang saya hasilkan bukan ecek - ecek tapi hasil kontemplasi, hasil dari banyak membaca, melakukan riset, banyak melakukan pengamatan, bukan pula artikel yang sekedar mencuplik, melakukan copy paste dan mengekor. 

Penulis centang biru harus menjadi diri sendiri, mempunyai karakter sehingga bisa membuktikan bahwa tulisan yang dihasilkan bukan hanya mengobral judul bombastis saja tapi artikelnya setidaknya menginspirasi. Nanti kalau semakin banyak ngomong jatuhnya jadi nyinyir dan gosip. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun