Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Catatan tentang Telapak Kaki

31 Desember 2020   17:43 Diperbarui: 31 Desember 2020   18:03 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejauh mana tapak kakimu mengapal*, aku tidak percaya hari hari ini kamu bisa mengumpulkan tenaga untuk melangkah. Aku lebih percaya kamu hanya duduk, selonjor, membuka buku, dan menekan tuts gawai. Bahkan Obrolanmu pasti tentang kegalauan dan kekecewaanmu pada serangkaian perjalanan yang tertunda. Apes. Begitulah hatimu meradang.

Tahun ini mengapa begitu gamang, mengapa harus duduk tepekur memandang dinding yang mulai mengelupas catnya, sementara cicak - cicak di dinding mulai bersuara, menyatakan rasa bosannya melihat wajah kita. Suaranya membuat kita ingin teriak dan melemparnya dengan kertas. 

Mungkin saking jengkelnya cicak merangkak, persis di atas kita dan crottt. Bau menyengak menembus lubang hidung dan membuat mulut hampir memuntahkan makanan yang baru kita telan. Bau dari darah busuk nyamuk yang menyesap darah kita.

Melihat cicak yang bosan dengan kita yang lebih sering di rumah daripada bepergian, ia pasti sedang merencanakan kudeta, agar kita sesekali jalan keluar dalam waktu lama. Ia perlu penyegaran, perlu udara segar agar bau keringat bacin dari tubuh yang jarang memakai deodorant kabur.

Tapi sudah kupastikan cicak akan frustasi, sebab kita akan lama di rumah. Sudah banyak agenda menanti, tanpa harus membuat kapal kaki kita menebal, yang tebal justru tonjolan di tumit kita. Sebab sehari - hari hanya duduk, sambil sesekali jari kaki kita sibuk mencubiti kasur yang ada di depan kita hingga kapuknya bertebaran.

Sehabis bekerja terus menggelasah, tidur ditemani kapuk yang beterbangan serta kutu kasur yang genit mencubit pantat dan paha kita. Kunamakan saja bangsat. Tidak bosannya mengganggu tidur kita.

Dulu masih ingat tidak ketika kamu usianya masih sekitar 20 an tahun, kamu pernah jalan kaki sejauh 45 kilo, pernah juga karena ujian kamu harus lari dan berjalan sejauh 60 kilo. Bisa dibayangkan betapa merananya tapak kakimu.

Darah mengumpul, namun tapal kakimu semakin menebal. Itu yang kukagumi. Mungkin karena belum mengenal tilpun genggam dan laptop, maka kamu bisa dengan bebas bertualang dengan langkah tegap tanpa digelayuti oleh pikiran - pikiran yang aneh - aneh.

Coba sekarang kamu tantang dirimu untuk melangkah maksimal 5 kilo meter saja, menyusuri gang - gang yang ada di kampungmu. Pasti kamu akan mengatakan ogah. Karena apa sih?

Ya karena korona membuat semuanya berantakan. Berjalan saja takut - takut akan mendapatkan kenyataan tertular virus yang membuat paranoid semua orang. Jangankan melangkah, keluar dari tempat tidur saja kadang malas, sudah terlalu mager, sudah terlalu akrab dengan kasur dan bantal.

Bahkan cicakpun bingung harus dengan cara apa mengusir orang - orang untuk tidak hanya rebahan saja. Masih banyak aktifitas yang bisa dilakukan. Lihat tanaman di teras, mereka butuh sentuhan butuh elusan tangan, butuh siraman air yang menyegarkan.

Kalau kapal di kakimu semakin menipis, daya imunmu pun semakin melemah. Tubuhmu butuh bergerak, tanganmu butuh latihan - latihan agar tidak kaku dan tetap lincah. Kakimu butuh relaksasi dan tubuhmu perlu terus berkeringat agar gula darahmu tidak mengental.

Jalan pelan - pelan, lari sedikit - sedikit dan hirup udara yang akan memproduksi oksigen dalam jumlah cukup. Dengan maskermu itu yang kau kenakan selalu sampai lusuh akan membuat jaringan paru  parumu menyempit, kamu mudah terangah, jantung mudah berdebaran.

Oke basuh kakimu, gerakkan lututmu yang mulai terkena radang. Berputar  putar, tidak lupa tetap memakai masker meski keluar rumah, ingat pesan ibu kata iklan layanan masyarakat di televisi. 3 M, maksudnya apa? 3 milyar? Bukan itu T*l*l, maksudku pakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan sebelum dan sesudah bepergian.

Adakah pesan lain untuk inisial M. Mulutmu dijaga, Mimpimu jangan menyeramkan, Matamu jangan jelalatan terus, Mabuknya dikurangi. Terus, terus, terus, ah capek ngomong. Oh ya Molornya jangan kelamaan.

Tapak kakimu perlu tanah untuk kau pijak, perlu perjalanan agar telapakmu tidak menipis dan manja. Sesekali tertembus duri juga tidak masalah, toh darahmu akan segera berhenti mengucur, jika tubuhmu sehat, dan daya refleksimu maksimal.

*Mengapal/ menebal

Jakarta, 31 Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun