Sudah lama tidak menulis politik rasanya jadi grogi. Apakah yang terjadi jika aku merasa harus menjadi antagonis diantara teman- teman penulis yang mencoba memihak. Di manakah posisi saya menanggapi terbentuknya KAMI (Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia).Â
Hah! memang segawat itu Indonesia. Para tetua yang pernah merasakan manisnya jabatan, nikmatnya kekuasaan menggalang kekuatan melawan pemerintah hanya gara -- gara krisis ekonomi karena terjangan Covid 19.
Bukan, pasti para mantan pejabat, penguasa itu melihat ada yang tidak beres dalam kekuasaan rezim "Jokowi". Mereka yang sepi job di pemerintahan merasa mereka dipinggirkan maka mereka memilih "melawan" rasa sepi itu dengan membentuk KAMI.Â
Apakah bermanfaat? jangan tanyakan pada yang bersikap antagonis, tentu saja upaya mereka untuk membentuk koalisi melawan Jokowi hanyalah pekerjaan sia - sia belaka. Pekerjaan halu yang dilakukan oleh orang -- orang yang kecewa dan merajuk.
KAMI itu bukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang legendaris di zaman Orde Lama. Arief Rahman Hakim menjadi korban dari demonstrasi untuk membubarkan PKI dan memprotes tindakan reshuffle kabinet yang diantaranya masih melibatkan orang- orang yang terlibat dalam organisasi PKI.Â
KAMI akhirnya bisa meruntuhkan dan mengganyang PKI serta meruntuhkan kekuasaan Orde Lama. Melawan dengan semangat gelegak anak muda yang merasa ada hal melenceng dalam kekuasaan orde lama yang cenderung ingin melanggengkan kekuasaan.
KAMI sekarang ini adalah gerakan yang aneh bin lucu itu versi antagonis. Lebih bagus melakukan gerakan untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis akibat Covid 19.Â
Rasanya semua negara tengah di jurang krisis, semua negara sedang berjuang untuk menekan persebaran Covid 19. Jepang, Singapura, AS, China, Rusia dan hampir semua negara terkena dampaknya, tidak mudah menggerakkan ekonomi di tengah ancaman Covif 19 ini.Â
Pemerintah sudah berusaha keras dengan membuat stimulus, menyelamatkan Indonesia dari jurang Krisis. Tidak ada negara yang bisa menghindar dari krisis. Sebab kran ekspor dan impor terganjal oleh protokol pencegahan Covid. Yang bisa dilakukan adalah mencari formula, vaksin untuk pengobatan dan pencegahan mereka yang terdampak Covid 19.
Gerakan KAMI itu seperti mengudak -- udak lumpur yang tengah kotor, percuma tidak akan banyak gunanya, lebih baik mendorong masyarakat mematuhi protokol, memakai masker, mematuhi social distancing, physical distancing. Lihat di ibu kota saja terutama di perkampungan padat seperti Cengkareng protokol Covid 19 banyak dilanggar, mereka keluar dengan Pedenya tidak memakai masker.Â
Rasanya lebih gagah tidak memakai masker, masalah penyakit itu khan serahkan saja pada yang di atas. Heh, susah benar memahami pemikiran jutaan kepala yang punya keinginan dan ego yang berbeda.
Negara- negara yang bisa memperkecil persebaran Covid adalah negara yang mampu menyadarkan rakyatnya akan bahaya corona. Sedangkan di sini di Indonesia mereka seperti dewa, tak tersentuh, merasa paling disayang Tuhan, merasa lebih religius sehingga lebih penting beribadah daripada mencegah persebaran corona.
KAMI yang sekarang lebih pada hasrat kekuasaan yang terlepas, merasa terpinggirkan dan tidak dilibatkan padahal mereka pernah nyaman sebagai pejabat. Benarkah pemikiran ini. Ah itu khan pemikiran antagonis Bro. Kamu saja yang terlalu berpraduga terhadap niat baik KAMI.
Lihat wajah - wajah mereka, mereka itu orang -- orang pintar maha guru pula, bukan mahasiswa lagi. Gelarnya saja banyak yang Doktor, Profesor pula pasti pemikiran mereka sudah mengawang- awang membumbung ke angkasa.
Aduh apalagi aku yang lulus perguruan tinggi saja terseok -- seok, hampir ke DO pula pasti susah memahami manusia setengah dewa yang mendeklarasikan diri dalam kesatuan KAMI. Ada Din Syamsudin ada mantan Jendral, ada Anak Presiden Orde Baru, Ada Ustadz Tengku Zulkarnaen. Jejak masa lalu mereka sudah tidak diragukan lagi mengapa tetap saja ditanggapi nyinyir oleh netizen.
Din Syamsudin mengatakan" dipalu semakin semakin maju,diarit semakin bangkit, diserang semakin menerjang begitu tekat sang Profesor menanggapi kritikan yang terlontar menanggapi munculnya KAMI. Din menjelaskan tujuan KAMI.
Semakin dijelaskan oleh Din rasanya semakin bingung. Coba saja kata kata itu akan menguap bila tiba- tiba saja Din diberi tawaran jabatan strategis yang membuat ia hadir lagi di ranah kekuasaan. Maaf ini sekali lagi hanya pemikiran antagonis untuk sosok seperti Bapak Din Syamsudin. Kalau sebagai konco sih monggo mawon Abang Din bukankah setiap warga negara dijamin sepenuhnya untuk menyatakan pendapat.
Semoga saja KAMI tulus berjuang demi menyelamatkan Indonesia dari jurang krisis ekonomi dan kebangsaan. Tapi kalau masalah krisis kebangsaan itu datang dari mereka yang merasa terpinggirkan. Dan tujuan pendirian KAMI hanyalah ekspresi keterpinggiran jangan sebut kami karena KAMI bukan kami.Â
Kami sendiri tetap akan bertahan meskipun was- was juga dengan kehidupan yang semakin tidak menentu akibat Covid 19. Semoga badai berlalu dan covid lenyap sehingga bisa kembali hidup normal dalam relasi kebangsaan yang dirindukan, saling hormat menghormati, gotong royong membangun bangsa meskipun dengan pola pemikiran yang berbeda dan keyakinan yang tidak sama. Yang berbeda itu itu tidak perlu dipertentangkan tetapi diposisikan untuk memperkaya pemikiran.Â
KAMI boleh berpikir Indonesia sedang mengalami krisis kebangsaan, kami berpikir KAMI mesti introspeksi. Mari sama- sama membangun bangsa dengan bertahan dan membantu siapa saja yang berniat baik untuk menyelamatkan negeri ini.
Apakah KAMI adalah kami, ah kamu saja barangkali. Salam demokrasi. Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H