Jokowi sebagai presiden merasa ditinggalkan partainya, dukungan mengambang karena secara politik Jokowi hanya kader bukan ketua partai seperti Surya Paloh, Prabowo dan Megawati.Â
Jokowi lebih sebagai pekerja yang mengabdi secara penuh sebagai Presiden yang dipilih rakyat. Terasa dilematis jika Jokowi mengambil suara sendiri untuk memutuskan masalah yang sebetulnya bertentangan dengan idealismenya. Ada perbedaan antara partai pendukungnya dan keputusan mutlaknya sebagai presiden.
Terkotaknya suara Jokowi dan Anies Baswedan sebagai simbol perlawanan kepada pemerintah tersebut memang rasanya memuakkan. Media begitu senang menonjolkan konflik. Padahal dalam keseharian mereka masih berhahahihi bareng.Â
Konflik di DPR misalnya hanya terlihat karena media gencar memberitakan sisi perbedaan pandangan antara pemerintah, wakil rakyat, masyarakat, netizen, buzzer. Antara Jokowi dan Anies. Antara Ahok dan gerakan 212.
Jokowi dan Anies Memang berbeda
Sebetulnya perbedaan itu wajar - wajar saja, namun karena polesan media dan agresifnya netizen maka seakan  akan keramaian itu memang nyata adanya. Semoga sebagai pembaca yang cerdas anda tidak terbawa arus dukung mendukung yang konyol, sewajarnya saja.Â
Sebab yang diuntungkan dalam konflik itu tetap bukan kita, yang diuntungkan para politisi itu sendiri dan media yang memang hidup dan makannya dari memanaskan berita - berita di media. Kalau hanya mengandalkan berita budaya, berita tentang fiksi dan sastra bisa - bisa banyak media tutup dari awal karena rendahnya pemasukan dan viewer, jadi trik - trik pasar memang harus dilakukan. Anies pun pasti berhitung demikian Juga Jokowi.
Jangan terlalu serius ah dalam berkonflik, apalagi dalam menanggapi berita politik. Salam.