Bisikkan pada awan yang tengah merayakan cerahnya hari untuk berbisik penuh cinta, hingga bisikanmu mengarahkan para penulis untuk bicara jujur seperti hati nurani. Meskipun untuk saat ini bagiku sungguh amat berat karena beban dosa sebagai manusia lebih asyik mengaduk aduk fitnah daripada menggenggam kebenaran hakiki.
"Jadi apakah kau sanggup bertahan dalam kebenaran, sementara kau masih merasa lapar dan kekurangan."
"Entahlah, aku hanya ingin berjalan mengikuti bisikan hatiku, meskipun kadang sangsi bahwa bisikan itu kebenaran mutlak atau hanya perasaanku saja, yang beda dengan orang lain."
"jadi mana yang layak kau dengar?"
"Yang layak kudengar yang membawa perjalanan menuju terang. Bukan yang menuju gelap!"
"Yang mana?"
"Entah. Biarlah waktu yang menjawab."
"Sekarang kau pilih mana yang berbisik benar, nuranimu atau referensimu?
Aku memilih di tengah tengah. Karena aku perlu idealisme dan juga kenyataan. Aku perlu berkembang sebagai manusia tetapi setidaknya aku juga mendengar bisikan nuraniku yang melabuhkan kebenaran meskipun jika dituruti terasa pahit. Aku masih manusia. Sebagai penulis aku masih mencari jalan untuk menggenggam kebenaran yang sering luput kupegang saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H