Sering melihat bule nyanyi lagu daerah, menyanyikannya dengan penuh perasaan, serasa tahu satu persatu bait- bait dan artinya. Pernahkah mendengar satu bahasa yang sering ditemui dimanapun di dunia yang bisa ditebak dengan sekali ucap dari mulut penuturnya. Baru baru ini Ketika seorang Legenda musik Campur sari secara mendadak meninggal, seperti tersadar bahwa bahasa daerah yang dipakai dia untuk menyanyi sudah menembus skala global. Internasional. Ya bahasa Jawa termasuk bahasa tutur yang terbanyak di dunia. Saya pernah membaca sebuah artikel yang menuliskan bahwa penutur bahasa Jawa itu hanya lebih sedikit dari bahasa Inggris, Bahasa latin dan bahasa Mandarin.
Artinya persebaran itu dimulai ketika Belanda sebagai penjajah Hindia Belanda membawa orang- orang jawa untuk dipekerjakan di negara jajahan lain seperti di Suriname, Amerika, Selatan, Eropa dan negara- negara jajahan seperti di Afrika tepatnya di Madagaskar.
Di sana orang Jawa yang kebanyakan sebagai kuli dan pekerja kasar beranak pinak dan mewariskan bahasa sebagai tuturan sehari- hari. Persebaran itu membuat bahasa Jawa begitu dikenal di dunia. Maka ketika ada lagu- lagu berbahasa Jawa banyak yang bisa menikmatinya sebagai obat rindu akan tanah leluhurnya. Di Suriname siapa yang tidak kenal Didi Kempot. Kalau ditanya dengan bahasa Indonesia mereka akan gelagapan dan tidak bisa menjawab, tapi kalau diajak bicara dengan bahasa Jawa bisa menjawab dengan lancar. Persebaran orang – orang jawa ke hampir seluruh negara di dunia ini di satu sisi menguntungkan. Karena apapun yang berbau jawa, entah wayang, musik, lagu atau asesoris akan diburu mereka. Apalagi ada tradisi mudik setiap tahun yang sering dimanfaatkan masyarakat Jawa khususnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya untuk bersilaturahmi, menjalin kebersamaan dan pengenalan keluarga.
Mau tidak mau lagu – lagu Didi Kempot yang meninggal hari Selasa seminggu yang lalu meninggalkan cerita panjang untuk bisa dikupas tuntas. Dan Ada sisi lain yang luput dibahas yaitu ketika bahasa Jawa semakin dikenal di dunia. Dari beberapa literatur yang sempat penulis baca bahasa Jawa termasuk 10 besar bahasa di dunia yang digunakan sebagai bahasa sehari – hari. Banyaknya TKI di luar negeri, juga komunitas orang- orang jawa yang dibawa semasa penjajahan Belanda ke beberapa negara seperti Suriname, Kaledonia Baru, Australia , Madagaskar membuat Jawa begitu dikenal di dunia. Masyarakat Suriname banyak yang bisa bahasa Jawa, Kampung Jawa di Malaysia, Singapura.
Belandapun malah menyediakan jurusan khusus bahasa Jawa di Universitas Leiden. Di Dubai orang bisa mendengarkan informasi menggunakan bahasa Jawa di Bandara Dubai (Dubai International airport). Banyak warga Belanda fasih berbahasa Jawa. Ini menandakan bahwa Bahasa Jawa sebetulnya mudah dipelajari. Kesulitannya mungkin karena satu kata misalnya dalam bahasa Inggris Fall dan dalam bahasa Indonesia berarti jatuh, tetapi bahasa jawa bisa banyak istilah tergantung bagaimana jatuhnya. Sebagai ilustrasi misalnya jatuh ke depan dalam bahasa Jawa adalah Jelungup, Jatuh Ke depan dan terseret bahasa Jawanya ndelosor, jatuh ke belakang nggeblak, jatuh dalam bahasa khas wonogiri jiglok, jatuh ke belakang dengan punggung dan paha kaki melebar disebut ngatang – atang, jatuh ke belakang dengan dada di lantai njrebabah.
Satu kata dalam bahasa Inggris bisa berarti banyak dalam bahasa Jawa. Yang merepotkan anak muda sekarang adalah karena bahasa jawa bukan sekedar diucapkan. Ketika kita menuturkan kepada yang lebih tua dan dihormati misalnya mempersilahkan makan, bahasa ngokonya “ayo mangan, terhadap yang lebih tua dan dihormati sebaiknya dikatakan “Monggo dhahar”. Itu sebagai penghormatan. Kepada yang teman dengan bahasa gaul bisa saja dikatakan “Ayo madhang, Ayo notol, atau ayo nyantap.”
Di pergaulan kaum preman dan buruh kasar bisa saja “ayo ndublak”.
Untuk menyilahkan orang tua kita membahasakan dengan halus.
“ Bapak monggo dhahar?” (mari makan). Sedangkan kepada dirinya mengatakan
“Pak Kulo nedho rumiyin (Pak Saya makan dahulu).
Itulah susahnya ucapan jawa. Ada lagi antara batuk dan bathuk sudah beda. Padahal sering diucapkan kata nya hampir mirip. Batuk yang dilafalkan ketika lidah ketemu gigi depan artinya sakit, sedangkan batuk yang dilafalkan dengan lidah menempel di langit – langit atas artinya jidat yang berada di antara mata dan rambut kepala.
Ketika bahasa Jawa kemudian terkenal berkat lagu- lagu dari Didi Kempot, banyak bule, orang – orang yang berbeda suku sangat menyukai lagu- lagunya membuktikan bahwa bahasa Jawa memang dekat dan familiar. Maka amat sayang ketika orang- orang muda sekarang banyak yang lupa berbahasa daerah. Ini karena bahasa umum yang sering digunakan adalah bahasa Indonesia. Semoga dengan mendunianya lagu – lagu yang diciptakan Didi Kempot menggugah kembali kecintaan kaum milenial terhadap bahasa daerah. Bahasa merupakan salah satu duta bangsa, salah satu produk budaya yang bisa memberi efek positif dalam pergaulan internasional. Kajian bahasa Jawa banyak dilakukan oleh 0rang Eropa, ahli bahasa. Begitupun produk musiknya seperti gamelan, wayang, music etniknya sudah di kenal di luar negeri. Banyak yang universitas di luar negeri yang mempunyai seperangkat alat gamelan dan mereka mempelajarinya dengan serius.
Di tayangan Youtube ada orang berwajah bule yang sangat fasih berbahasa jawa bahkan sampai dengan dialeknya segala. Orang Koreapun ada yang fasih berbahasa Jawa. Kajian tentang kayanya budaya Jawa dan kamus bahasa jawa malah sangat lengkap tersimpan di Belanda. Banyak ahli bahasa Jawa berkebangsaan Belanda. Manuskrip tentang keragaman bahasa Jawa sangat lengkap ditemukan di museum yang berada di Belanda. Ada beberapa sinden Bule yang fasih nembang Jawa. Banyak orang luar negeri yang belajar menari di sanggar- sanggar yang tersebar di banyak negara di dunia.
Lebih aneh mengaku Jawa misalnya tetapi tidak bisa berbahasa Jawa dan kalah luwes dan “canggih” ketika bertutur dengan bahasa ibunya sendiri. Banyak orang luar negeri antusias mempelajari bahasa, musik, kesenian dan budaya Jawa tetapi di negara sendiri di kampung halamannya sendiri jarang menggunakan bahasa sendiri sebagai bahasa pergaulan.
Pada momentum ketika lagu Jawa tengah digandrungi berkat Didi Kempot,terutama kaum milenial, kaum penggila drakor, kaum yang sangat menguasai tutur bahasa digital, kembalilah membumi dan melestarikan budaya sendiri terutama bahasanya, keseniannya, budayanya karena dengan itu Indonesia bisa sejajar dengan bangsa- bangsa lain di dunia. Tidak usah sibuk menjadi komentator, dan pegiat media sosial yang lebih sering nyinyir dan memperkeruh suasana. Lebih bagus menjadi penggila bahasa yang bisa dikenalkan di dunia internasional.
Jadi orang muda tidak usah minder menggunakan bahasa daerah. Malah harus bangga karena bahasa (jawa) sudah dikenal di manca negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H