Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Era Pendidikan Digital dan Ketimpangan Pendidikan Dunia

2 Mei 2020   08:28 Diperbarui: 2 Mei 2020   08:25 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber Foto: ANTARA foto.Indriyanto Eko Luwarso

Selama dua bulan ini perubahan pola pendidikan berevolusi. Pendekatan digital adalah sebuah keharusan, kalau tidak pendidikan akan terhenti karena kebijakan pembatasan sosial sehingga semua sekolah diliburkan dari aktifitas formal, langsung di dalam kelas. 

Murid berada di rumah aktifitas pendidikan langsung terhenti. Hampir semua guru kini mengarahkannya menuju pendidikan berbasis digital. 

Dengan google classroom, menggunakan video conference atau google meeting untuk mengajar. Test atau ujian kompetensi dilakukan dengan menggunakan google form sebuah aplikasi dari google classroom untuk menguji sejauh mana siswa siswa mengikuti pelajaran lewat internet dengan laptop ataupun gawai.

Sekarang murid sibuk memegang gawai untuk absensi dan mengakses pelajaran lewat internet. Perubahan itu terasa ceat revolusioner, budaya berubah, perilaku berubah. Akibat Covid - 19 era baru mulai. Menurut data dari UNESCO sayangnya sekitar 830 juta pelajar tak memiliki akses ke komputer. 

Sekitar 40 persen pelajar tidak memiliki akses internet. Ini masalah bagi mereka pelajar dengan kantong pas pasan yang tidak mempunyai kemampuan untuk memiliki gawai smartphone sebagai salah satu cara mengakses pendidikan.

Muncul ketimpangan, persoalan baru ditengah melesatnya informasi. Ketidakadilan terasakan dampaknya. Para pelajar itu ibaratnya putus sekolah karena liburan terlalu panjang. Sedangkan kontak dengan guru terhenti karena tidak ada akses internet. 

Masih beruntung anak - anak saya masih bisa mengikuti pendidikan lewat gadget. Tetapi bagaimana dengan anak- anak yang lebih sibuk main layang - layang, main di kebun lupa bahwa ada pelajaran lewat digital yang mesti diikuti.

Hari- hari ini isu ketidakadilan, gencarnya aktivis HAM menyigi berbagai masalah menyangkut pelanggaran HAM dan politisipun ikut- ikutan teriak- teriak di tengah pandemic dan persoalan rumit yang mesti dihadapi pemerintah. 

Sebetulnya bukan hanya pemerintah Indonesia saja semua merasakannya, namun di sini Indonesia persoalannya adalah pada saling lempar tanggungjawab, banyak orang yang tidak mau mengikuti anjuran untuk melakukan social distancing, Phisical Distancing, sehingga aparat kepolisian hingga TNI perlu turun tangan. HAM bergerak cepat untuk menyelidiki pelanggaran yang membuat manusia terseret dalam persoalan ketidakadilan dan perlakuan tidak  manusiawi. Pendidikan moralitas pun dipertanyakan dan pemerintah diseret dalam kubangan persoalan HAM.

Ada banyak persoalan di Indonesia tetapi di artikel saya ini sedang fokus pada masalah pendidikan. Sayang memang gedung - gedung SD di Jakarta yang sekarang Magrong- magrong( Keren dan bagus) kosong melompong ditinggal penghuninya. Sementara di pelosok daerah di mana pelajarnya kesulitan akses internet begitu nelangsa di era Covid - 19 ini. 

Tahun 2020 ini benar benar merupakan ujian bagi para guru dan pelajar untuk mengubah pola pendidikan. Sebetulnya sebelum covid - 19 di sekolah saya (Penabur) sudah terbiasa dengan pendidikan basis komputer. 

Tes lewat internet, tetapi dengan wabah covid semakin gencar guru dan pelajar menggunakan internet sebagai sarana untuk melakukan aktivitas belajar mengajar. Ada banyak keuntungan, tetapi banyak yang sebetulnya perlu dievaluasi. Mereka itu makhluk sosial yang akan sangat terdewasakan ketika bisa berinteraksi secara normal di bangku sekolah. 

Di bangku sekolah bukan hanya masalah menyerap ilmu, tetapi bagaimana membangun kedekatan antar pelajar, kerja sama, kepedulian, kerja sama dan problem solving yang hanya di dapat dengan melakukan kontak langsung. 

Kalau ilmu bisa dengan mudah di dapat lewat internet, tetapi pergaulan dan chemistry hanya didapat dari interaksi mereka di sekolah formal. Guru - guru kangen dengan tingkah laku anak yang setiap hari hadir penuh dinamika dan ini yang membuat guru atau pengajar serasa awet muda.

Masalah ketimpangan ini akan menjadi persoalan negara- negara miskin dan negara berkembang. Persoalan ketimpangan. Menurut Iwan Pranoto (pengajar Matematika di ITB) parahnya ketimpangan akses informasi digital telah melumpuhkan pendidikan bagi kalangan terpinggirkan. Keadaan ini akan menjadi bola salju permasalahan sosial di kemudian hari, seperti pengangguran, kriminal, kemiskinan, kerapuhan jejaring kemasyarakatan (Kompas, Sabtu 2 Mei 2020 hal 6).

Perubahan pola belajar memaksa guru juga orang tua murid untuk memaknai pendidikan dengan cara baru. Di rumah mau tidak mau orang tua dan kebetulan saya guru harus berbagi paket internet, menggunakan gawai, internet, laptop untuk melakukan aktifitas belajar dan mengajar. 

Banyak tantangannya terutama ketika internet ngadat kelebihan beban sehingga sempat terhenti dan menghambat aktivitas. Pengeluaran layanan internet membengkak, kebutuhan untuk aktifitas di rumahpun meningkat, bagaimana dengan mereka yang tidak punya akses internet dan hidupnya serba kekurangan. Boro - boro bisa memenuhi kebutuhan akses data untuk makan saja susah. Itulah problem masyarakat pinggiran di tengah pandemi.

Tetapi persoalan hidup akan selalu hadir dan ujian- ujian kehidupan tidak akan pernah berhenti. Manusia harus menghadapinya dengan berbagai cara agar bisa bertahan dan menjadi pemenang bagi kehidupannya. Revolusi pendidikan harus tetap jalan di tengah ketimpangan- ketimpangan yang di catat oleh UNESCO dan Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM). Hari ini adalah Hari Pendidikan Nasional, kebangkitan pendidikan digital itu merupakan keniscayaan dan masyakarat harus menyesuaikan diri dengan perubahan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun