Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ibarat Pendekar Silat, Jokowi Menghadapi Serangan dari Segala Sisi, Sanggupkah?

22 April 2020   22:23 Diperbarui: 23 April 2020   08:40 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kompas.com

Saya membayangkan Jokowi  berada di tengah serangan ninja yang bergerak lincah dari atas wuwungan terus membobardir Jokowi dengan serangan -- serangan tidak terduka masalah kebijakannya menghadapi berbagai masalah bangsa, sementara di depan ia melihat para politisi oposannya sudah siap menyerangnya dengan berbagai isu seputar lingkar kekuasaan, tumpang tindih masalah yang membuat para menteri, para gubernur, bupati dan pemerintah seperti gelagapan dengan adanya Korona Covid -- 19. 

Jokowi seperti pendekar silat yang harus menyiapkan semua inderanya, kesigapannya, emosinya, kematangan gerak tata langkahnya dan jurus mematikan yang akan mengunci serangan musuh sampai tidak berkutik. Musuh sudah menyiapkan diri menyerang kuda- kuda Jokowi, Sementara ia dibebani oleh para pembantunya yang rasanya belum cukup mumpuni untuk membentenginya dalam olah kanuragan.

Jokowi mungkin mempunyai ilmu tata langkah dan kuda- kuda kuat, tetapi serangan -- serangan itu bukan hanya di depan saja. Ninja -- ninja hitam menyiapkan diiri dengan serangan udara, serangan di media sosial, serangan yang mendiskreditkan pemerintah dengan menganggap pemerintah lemah, tidak tegas, tidak peka, tidak siap untuk melindungi masyarakat. 

Para politisi yang tepat didepannya menyerang orang -- orang sekitar Jokowi yang terkesan gagap dan sering mengambil kebijakan salah yang membuat serangan politisi yang mencuri start saat pandemi sangat semangat. Ini kesempatan oposisi itu untuk memperlemah pemerintah sambil membangun posisi politiknya di mata masyarakat.

Mungkin bisa melihat gaya Jacky Chan atau Jet Lee saat dikeroyok oleh para musuhnya yang ilmunya juga tidaklah cengkereme. Trik -- trik musuhnya luar biasa licik, memanfaatkan detik detik kelemahan Jacky Chan, atau Jet Lee. Sesekali para pendekar itu terdesak dan hampir mengalami kecelakaan dan kekalahan fatal, hanya disaat terpepet maka ilmu yang disimpan dalam tubuhnya muncul, ada kekuatan besar yang membuat pertahanan pendekar itu akhirnya berbalik stabil bahkan berlipat. 

Para pendekar itu mempunyai energi tenaga dalam yang disimpan, ia bisa keluar saat tekanan tertentu, darurat dan memang ada yang mengancam keselamatannya. Jokowi rasanya masih tenang menghadapi serangan masif tersebut. Musuhnya memang akan mencari celah sekecil apapun. Bahkan saat semua orang prihatin menghadapi wabah pegebluk yang tidak dinyana akan datang, dan kunci keberhasilan memutus pagebluk itu hanya dengan saling bekerja sama, saling berempati dan saling bahu membahu.

Politisi tidak berhitung untuk membantu saat darurat, mereka hanya melihat celah, dan kesempatan untuk menggulingkan kekuasaan. Kalau perlu saat lengah mereka akan menggemakan tuntutan kepada penguasanya untuk mundur karena tidak bisa bekerja menyejahterakan rakyat. Mereka memanfaatkan situasi kalut untuk melompat tinggi dan merangkul mereka yang kecewa, marah, kesal dengan pemerintah. 

Bahkan dengan hitung- hitungan politik mereka bergerak dari bawah untuk mengesankan bahwa mereka lebih cepat dari pemerintah dalam hal penanganan wabah.

Belum lagi masalah Jokowi adalah mempunyai masyarakat yang tidak disiplin, terlalu mengabaikan himbauan pemerintah, menyepelekan, ngeyel, dan panik dengan adanya isolasi, dan PSBB yang membuat ruang pekerjaan menyempit, kelaparan karena tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari- hari akibat serangan virus yang dirasakan juga di seluruh dunia.

Bisa dilihat dengan PSBB saja pasar masih penuh, masyarakat masih mondar- mandir tidak mengenakan masker, social distancing diabaikan, apalagi Phisycal  Distancing. Sebagai kepala negara sangat berat masalahnya. Jika saja masyarakat mengerti, saling membantu, saling mendukung maka beban berat itu bisa menjadi ringan.

Masyarakat yang ngeyel itu boleh jadi adalah musuh lain Jokowi yang tidak kelihatan tetapi membuat repot pemerintah untuk bisa memutus rantai penyebaran Covid 19. Jika disiplin dan nurut, mungkin rantai penyebaran covid bisa cepat mengatasi Corona tetapi karena masyarakat sendiri tidak kooperatif. Semua lapisan masyarakat terkena dampaknya. Secara tidak sadar mereka ikut menyebarkan virus, tidak membantu untuk memutus persebarannya karena menganggap wabah itu takdir. Kalau sakit dan akhirnya meninggal itu urusan yang Di atas.

Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap kualitas kesehatan itulah yang menyulitkan penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah. Rasanya pemerintah selalu disudutkan untuk memilih pilihan -- pilihan buruk yang sama  sama mempunyai resiko terhadap rakyat. Nah Politisi yang dari awal tidak suka pemerintah seolah mendapat momentum tepat untuk memperlemah pemerintah. Rasanay tidak elok sebetulnya. 

Mungkin hanya di Indonesia para politisi masih sempat menyerang sementara semua orang konsentrasi untuk memerangi Korona. Saya pikir kuping politisi sudah tebal, mereka tidak peduli. Yang dipedulikan adalah bagaimana menarik simpati rakyat. 

Covid -- 19 itu bisa jadi adalah senjata untuk menyerang karena pasti pemerintah tidak bisa menggerakkan roda ekonominya, tidak bisa menghidupkan sektor pariwisata, kesulitan untuk membantu buruh, para karyawan yang kena PHK, Ojol yang tidak bisa bekerja karena ada kebijakan ojol dilarang membawa penumpang. Hampir semua sektor kena imbasnya.

Masalah Jokowi bertumpuk- tumpuk dan beliau dituntut tegas memutus mata rantai penyebaran Korona. Ia seperti menghadapi semalakama. Ia harus membuat keputusan terbaik dari semua masalah terburuk. Apakah ia mampu bertahan. Apakah mental Jokowi cukup tangguh menghadapi serangan masih masalah yang ada di sekitarnya. Belum lagi teman- teman Jokowi yang terkesan lepas tangan, tidak membantu menangani malah kethus, dengan menyindir bahwa keputusan pemerintah terlambat,

Serangan- serangan itu akan mendewasakan Jokowi bila mampu melewatinya, tetapi jika akhirnya Jokowi tumbang dan tidak kuat menghadapi serangan itu maka masa kesuraman politik akan datang. 

Para politisi tentu akan berebut kekuasaan, tidak peduli apakah masyarakat akhirnya sangat antipati dengan politisi, atau saking bingungnya masyarakat masyarakat hanya melihat cerita- cerita dari media sosial, memiluh berdasarkan kedekatan ideologis, kedekatan ras, suku atau akhirnya kembali merindukan sosok diktaktor yang mampu dengan tegas menggebuk musuh- musuh politiknya. Jokowi juga dituntut konsisten dalam menjaga kejujurannya dan saudara, famili yang ingin memanfaatkan situasi dengan cara aji mumpung saat Jokowi masih berkuasa.

Hidup di alam demokrasi itu berat mas Bro. Kalau saya jadi Jokowi saya sudah gemetar duluan. Saya hanya bisa membantu doa dan berusaha mengikuti anjurannya dengan bekerja di rumah, beribadat di rumah, Menjaga kesehatan diri sendiri, kalau keluar memakai masker, kalau terpaksa keluar rumah maka  prosedur kesehatan diperhatikan. Itu saja, karena kalau membantu dalam finansial saya juga termasuk yang terdampak PSBB. Saya mesti bijak mempergunakan uang dari tempat saya bekerja yang beruntung masih mampu membayar gaji saya.

Saya bukan kecebong,ataupun Kampret, tetapi sebagai masyarakat saya punya opini, mempunyai pemikiran. Alangkah lebih baik politisi melupakan dulu ambisi politiknya. Putuskan dulu rantai penyebaran virus. Setelah selesai melewati ujian, silahkan ngegas, Politik berhak mengkritik, berhak mencari titik lemah penguasa. 

Tetapi mohon mbok yao sadar yang utama sekarang diatasi dulu. Minimal seperti Didi Kempot yang dengan semangat menghibur, dan akhirnya mampu mengumpulkan dana untuk membantu masyarakat. Ini bencana nasional, juga bencana dunia. Pengertian itu yang utama.

Barangkali Jokowi juga harus mendengar masukan masyarakat untuk mengevaluasi kinerja para pembantunya. Yang utama yang datang dari partai politik yang gaungnya untuk bekerja sangat kurang. Jika harus diresuffle tidak perlu takut oleh kegusaran partai politik. Mereka harus introspeksi, apakah mereka cukup piawai sebagai birokrat. Antara keahlian berbicara di gedung DPR dan situasi pelik di pemerintah itu tidak sama. Bukan hanya pandai berbicara, tetapi eksekusi juga penting. Salam sehat. Salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun