Ternyata Kartini memang beda dengan perempuan yang lain. Ia mempunyai emosi yang tertata, rendah hati dan yang jelas intelektualnya tinggi. Saya tidak sabar mengajukan banyak pertanyaan,terutama masalah emansipasi. Kartini adalah istri bupati Rembang. Bukan istri pertama, tetapi suaminya adalah orang moderat yang bisa mengerti pikiran Kartini.Â
Tetapi seperti halnya feodalisme priyayi Jawa. Kartini tidak berdaya pada aturan ketat kaum ningrat yang penuh unggah-ungguh. Perempuan masih diklasifikasikan kelas kedua setelah Lelaki. Lelaki berhak mempunyai istri lebih dari satu, mempunyai beberapa selir disamping istri sahnya.Merubah gaya feodalisme kaum bangsawan sangat susah. Seperti menemui tembok tebal. Perempuan tidak bisa seenaknya pergi keluar, bebas belajar sampai pendidikan tertinggi karena akhirnya perempuan menjadi istri atau tepatnya konco wingking bagi bangsawan.
Aturan protokoler bangsawan yang rumit tidak memungkinkan perempuan bisa dengan leluasa melakukan protes terbuka. Bisa saja akhirnya mereka terbuang, dijauhkan dan akhirnya terkatung-katung. Perempuan jaman dulu begitu lemah dalam posisi politik. Bargaining positionnya lemah. Lalu bagaimana dengan Ratu Sima, Ratu kalinyamat, dan Tribuana Tunggadewi, Putri Campa dan pejuang perempuan lain yang begitu kuat posisinya dalam sebuah negara. Mereka perkecualian, Hanya ada satu di antara seribu, satu dalam satu abad atau berabad-abad.
Kartini kuat dalam konsep  berpikirnya, seperti yang tercatat dalam surat- suratnya pada sahabatnya di luar negeri, pemikirannya seperti suluh dalam kegelapan. Jauh melebihi jamannya. Sementara jamannya adalah ketika perempuan masih diperlakukan budak seksual, pemuas nafsu laki-laki dan sebagai konco wingking, yang hanya melengkapi suami sebagai penguasa dan bangsawan yang terikat oleh aturan-aturan.
Tetapi meskipun bukan sebagai istri utama Kartini diberi kebebasan dalam mengembangkan pemikiran. Diam-diam suaminya mendukung perjuangan Kartini dari belakang.
Saya penasaran ingin segera bertemu Kartini yang lahir di Jepara.21 April 1879. Putri dari Raden Mas Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati setelah Kartini lahir. Karena lahir dari keluarga bangsawan maka Kartini menikmati pendidikan  ELS (Europese Lagere School) sampai usia 12 tahun. Selanjutnya setelah usia 12 tahun Kartini dipingit.
"Mbakyu sering berkirim surat dengan  Rosa Abendanon?"
"Iya saya bersahabat karib dengan Rosa. Ia sangat mengerti pemikiran saya maka tidak heran saya rajin berkirim surat dengannya."
"Apa sih kegelisahan Mbakyu menyaksikan perempuan jaman anda."
"Melihat perempuan Eropa yang maju dalam berpikir, saya iri perempuan Indonesia tidak maju karena selalu diperlakukan hanya sebagai konco wingking, bukan pendamping. Seharusnya perempuan Indonesia mampu melawan aturan-aturan yang membatasi ruang gerak perempuan."
"Mbakyu sendiri dipingit saat usia 12 tahun."