Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Seni, Gaya Hidup, dan Kepedulian pada Sesama Saat Pandemi

12 April 2020   16:04 Diperbarui: 12 April 2020   16:07 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:Kompas.com

Setiap Minggu saya sebetulnya ingin berefleksi, tidak menulis melainkan hanya membaca. Kebetulan hampir setiap Minggu langganan koran dari loper yang sudah tidak membuka lapak lagi di pinggir jalan di samping SMK 35  PGRI tepatnya di Jalan Jati Cengkareng Timur. Ia adalah loper yang masih setia mengedarkan koran -- koran dari pelanggan harian. Mungkin dari langganan dari pintu ke pintu ia masih bisa menegakkan periuk nasinya sambil tetap bekerja di bidang lainnya setelah mengedarkan koran.

Entah ketika instansi dan para pelanggan mulai menipis uang di kantongnya apakah masih bertahan para pelanggan koran membeli korannya.Saya sih berdoa agar loper koran tetap mempunyai kesempatan untuk menjual korannya pada para langganan setianya. Dari koran itu saya belajar tentang gaya hidup, tentang seni, tentang cerpen, tentang pengalaman hidup. Saya bisa berefleksi dari tulisan para penulis seperti Alissa Wahid, Noorcha M Massardi, Nawa Tunggal. Refleksi seni ternyata banyak menyadarkan manusia tentang pentingnya berbagi.

Tadi malam di Kompas TV Mas Didi Kempot membuat banyak orang tersentak, betapa seni bisa menggerakkan banyak orang, bisa membuat sobat kempoternya, sobat ambyarnya merogoh kocek untuk berbagi menggalang dana bagi masyarakat yang terkena dampak Korona. Didi Kempot sendiri ada sekitar 22 acara yang dibatalkan entah sampai kapan. Semua karena covid-19 yang membuat berbagai job ambyar berantakan.

Lalu siapa yang disalahkan. Apakah virus yang bisa jadi wujudnya hanya seperti debu, kecil tidak terlihat. Tetapi dampak dari persebaran virus itu membuat dunia gempar dan ketakutan. Jutaan orang positif terdampak dan jutaan pula telah meninggal di seluruh dunia. Semua terkena bahkan negara majupun tidak luput. 

Bukan hanya perekonomian yang hancur, bukan hanya kegiatan wisata seperti terhenti. Senipun mengalami banyak kendala sehingga berbagai pertunjukan akhirnya tidak jadi dilaksanakan. Tetapi apakah para seniman putus asa? Tidak, mereka masih bisa berkarya di rumah, masih bisa menghibur lewat gawai dengan bersama- sama dengan berbagai aplikasi yang memungkinkan seniman masih bisa menyumbangkan kemampuannya untuk menghibur dan membantu masyarakat yang lebih parah terkena dampaknya.

Para seniman musik dan penyanyi dengan komunitas yang kuat bahu membahu menggalang dana, mencari cari agar terkumpul dana untuk solidaritas. Seni yang sering terabaikan pun seringkali menyumbang lebih dari keterbatasan mereka. Saya melihat para seniman sebetulnya orang yang benar- benar mengerti bagaimana ia bisa berguna bagi masyarakat. 

Mereka adalah bagian dari konstruksi masyarakat yang sedang mencari kekuatan untuk maju bersama negara. Namun kadang hingar bingar politik melemahkan posisi seni, para seniman dan orang -- orang kreatif. Kisruh politik dan gejolak politik lebih diperhatikan sebagai penguat dan bumbu manis laris manisnya media. Intrik politik lebih menarik daripada berita pementasan teater yang hanya orang tertentu yang mampu memahaminya.

Seni memang harus dikenalkan kepada semua orang. Dalam berita Kompas hari Minggu, Nawa Tunggal menulis Seni patut diajarkan kepada semua orang. Karena belajar seni ialah belajar kritis. Apakah ada hubungan antara seni dengan berpikir Kritis? Apakah ada hubungannya pendidikan seni dengan pendidikan politik dan kepemimpinan?. Sekilas seperti tidak ada hubungannya. Namun jika direnungkan banyak pemikiran kritis berasal dari dunia seni. 

Komik, karikatur, lukisan, lagu- lagu dari Iwan Fals, Gombloh, Ebiet G Ade, Slank adalah contoh nyata bahwa seni mengajarkan manusia untuk berpikir kritis. Betapa dengan syair, dengan gambar, dengan coret- coretannya seniman mengajarkan bagaimana membuat kritikan dengan cara yang halus. 

Dengan bahasa gambar seniman lukis bisa melakukan koreksi terhadap tindak tanduk wakil rakyat, pejabat, para pemangku praja untuk tidak melakukan kejahatan seperti korupsi, menyelewengkan jabatan untuk keuntungan diri sendiri. Dalam artikel Nawa Tunggal penggagas rumah seni Wijaya menekankan:"Lewat seni, kita ingin mewujudkan pemimpin yang mampu melihat perbedaan dari segala sudut pandang."

Ada keterkaitan erat antara seni dan gaya hidup. Banyak kafe -- kafe di Metropolitan maupun kota- kota besar lainnya memerlukan sentuhan seni entah dengan menorehkan mural didindingnya atau membuat semacam pertunjukan kecil dari musikus entah musikus indie maupun mereka yang disebut selebritis.  Para penikmat gaya hidup memerlukan ruang nyaman dan indah untuk bisa duduk lama entah sekedar melakukan transaksi bisnis atau malah melakukan pekerjaan sambil menikmati suasana nyaman kafe yang sudah mendapat sentuhan seni.

Aneh rasanya jika kafe, restoran, mall sekarang ini dibangun hanya oleh insinyur teknik sipil tanpa kerjasama dengan desainer yang bergerak dalam bidang interior maupun eksterior atau seniman yang  bisa mengubah suasana ruangan menjadi begitu imajinatif. Jika bangunan hanya berupa karya  insinyur teknik sipil saja maka karyanya terkesan kaku membosankan. 

Kolaborasi antara insinyur, seniman, desainer, marketing akan menghasilkan gedung yang mampu menampung selera gaya hidup orang orang kota. Gaya hidup masyarakat menjadi beragam dan akhirnya menampung banyak generasi muda dengan bakat bakat di segala bidang.

Apakah seniman hanya hidup untuk diri sendiri, hanya peduli diri sendiri dan terkesan nyentrik seperti yang tergambar oleh gaya berpakaian seniman jaman dulu. Jaman dulu seniman terkenal dengan gaya urakannya, susah diatur, jorok, jarang mandi dan lebih bekerja suka- suka.  Stikma bahwa seniman hanya peduli diri sendiri, berpakaian nyentrik dan jarang mandi rasanya sekarang berbeda. Seniman ternyata mampu menggerakkan masa, menyentuh hati nurani untuk membantu sesama yang sedang menderita.

Seniman yang peduli pada sesama sudah banyak, seniman yang begitu flamboyan dan dengan enteng membantu kesusahan orang lain banyak. Contohnya Glenn Fredly. Boleh jadi ia adalah seniman musik peka terhadap kesusahan orang lain. Bukan sebagai selebriti yang lebih sibuk memamerkan kekayaan. Sama juga yang dilakukan Didi Kempot yang spontan membantu dengan melakukan pertunjukan amal dari rumah. Bekerja sama dengan Kompas TV Didi mampu mengumpulkan uang dari donatur sampai 4 Milyar lebih hanya dalam pertunjukan yang dilakukan hanya dalam beberapa jam saja.

Jadi seni bagaimanapun mampu menggerakkan masyarakat untuk bisa menjadi lebih peduli pada sesama. Dengan lagunya dengan musiknya, dengan coret- coretannya seniman dan dunia seninya bisa berkontribusi nyata untuk membantu orang yang terkena dampak dari bencana akibat virus Korona yang menggegerkan seisi dunia.

Semoga semakin banyak seniman, yang bergerak hingga mampu membuktikan bahwa dunia seni bukan hanya hingar bingar individualis yang berpijak dalam kebebasan, pesta- pesta , minum minuman keras, jarang mandi, jarang bersosialisasi. Seni dan seniman pun mampu unjuk gigi berkontribusi terhadap kemajuan bangsa. Semakin banyak orang yang menggalang solidaritas maka negara tetap aman melewati pandemi Covic -19 yang dialami lebih dari 200 negara di dunia. Salam damai selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun