Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Ambyar" Dunia Pendidikan Swasta Gara- Gara Corona

11 Maret 2020   11:37 Diperbarui: 11 Maret 2020   11:38 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana pembelajaran mencapai titik kemerdekaannya jika banyak cerita horor yang menakutkan gentayangan di sekitar. Ah, seandainya Corona itu gadis cantik maka ia hanya kupandangi dari jauh. Aku bukan takut oleh virus cinta yang kau tebarkan tetapi aku takut sakit jiwa karena setiap hari harus merasa dicekoki oleh berita simpang siur yang belum tentu. Benar. Aku ingin cinta sejati...cinta yang melindungi bukan menakut- nakuti.

Hari -- hari ini orang bicara tentang keburukan, tentang ancaman tentang isu - isu. Tentang kegiatan yang tertunda entah kapan, tentang suhu tubuh, tentang masa depan yang kabur. Tidak ada yang bicara tentang optimisme, tentang harapan, tentang kasih dan cinta. Semuanya ambyar, Orang hanya bicara hari ini, entah esok, tentang kemungkinan, tentang wabah dan tentang kesuraman ekonomi. Tentang manusia yang tercerai berai karena penyakit.

Tidak kurang- kurang presiden ikut menenangkan, mentri terkait menjelaskan tentang ciri- ciri orang yang terjangkit, perbedaannya dengan flu biasa dan tentang ketenangan yang membuat jiwa tetap sehat.Namun semuanya ambyar karena ketakutan lebih besar daripada ancaman itu sendiri.

Bahkan politisi, petualang -- petualang, mafia, pemimpin agamapun ikut gagap, saling melontarkan pernyataan yang "horor" bukannya menenangkan.  Mereka bicara tafsir bukan bukti otentik, praduga bukan data akurat. Mencomot dari media kabar kabur, bukan dari sumber yang terpercaya.

Paranoia dan Pendidikan yang Gagal Menenangkan

Orang- orang yang pernah mengecap pendidikan merasa kecolongan karena nyatanya jejak pendidikan selama belasan tahun bahkan puluhan lenyap. Mereka bicara naluri seperti halnya binatang, bukan selayaknya manusia yang mempunyai akal, nurani dan akhlak. Bicara berdasarkan perasaan bukan dengan sistem yang pernah diajarkan guru kepada muridnya. 

Apakah dulu manusia tidur saat diajar, hingga sudah jadi "orang" mereka lebih percaya berita hanya dari judulnya saja, terjebak emosional hanya karena Clicbait yang terpampang di depan, bukan mencari akurasi dengan membaca utuh artikel dan berita, sehingga lahirlah kematangan literasi.

Pendidikan gagal membentuk manusia, karena awal mulanya pelajaran hanyalah hapalan, bukan lahir dari proses berjenjang pengetahuan dengan cara mencari, melakukan penelitian, eksperimen, pembuktian- pembuktian, analisis dan akhirnya kesimpulan.

Pendidikan akhirnya hanyalah sekumpulan ancaman yang tidak lagi mendewasakan manusia menghadapi emosi- emosi yang kadarnya lebih besar daripada ketenangan menghadapi ujian terberat kehidupan. Ketika ancaman datang pendidikan mengajarkan untuk berkelit, menghindar  dan tidak mengajarkan tentang bagaimana memecahkan teka- teki bagaimana menghadapinya tanpa takut tersedot dalam pusaran buruk pengaruh pengetahuan baru. Manusia berpendidikan mampu melepas dampak negatif dari ancaman di depan mata tersebut.

Ini menjadi perenungan dunia pendidikan,saatnya dunia pendidikan bangun dari tidur. Setelah peringatan virus Corona ada baiknya baik sekolah swasta maupun negeri saling bahu membahu memelekkan arti merdeka belajar dan belajar merdeka. Ini mengantispasi agar pendidikan tidak ambyar. Dalam istilah Jawa ajur sewalang- walang. Salam damai selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun