Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Politik Asal Beda Anies Menuai Badai

27 Februari 2020   09:50 Diperbarui: 27 Februari 2020   13:33 2537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: kompas.com/Zaenuddin)

Seandainya tiap Gubernur terpilih terutama Jakarta mau saling bersinergi, saling mengisi dan meneruskan program baik yang belum selesai jaman sebelumnya maka Jakarta tidak akan seruwet sekarang persoalannya. 

Semuanya karena politik, bukan karena sistem yang membuat pembangunan menjadi berkesinambungan. 

Politik memang selalu ingin menonjolkan ego, tidak peduli jika setiap ganti pemimpin ganti pula kebijaksanaan. Selalu saja ada program baik hilang lenyap karena pengaruh politik memang cenderung tidak mengakui kelebihan musuhnya, atau rivalnya.

Pemerintahan yang Berkesinambungan

Seharusnya bicara pemerintahan adalah masalah sinkronisasi, kesinambungan, keterhubungan sehingga berganti pemimpin tidak akan mempengaruhi sistem yang sudah berjalan. 

Pemimpin hanya mengarahkan dan menambahkan menjadi sempurna sehingga pembangunan di pemerintahan saling berkelindan, saling berkaitan.

Apa yang terjadi pada pemerintahan di banyak daerah karena pemimpin itu adalah orang partai, membawa misi partai, membawa ideologi berbeda maka mau tidak mau bentuk kepemimpinan berbeda dan prioritas pembangunan pun akhirnya melenceng. Antar pemimpin tidak ada kesinambungan sama sekali. 

Bagaimana diilustrasikan sebuah bangunan didirikan oleh arsitek yang berbeda yang mempunyai titik pandang berbeda sehingga perhitungan, rancangan dan pencampuran material benda berbeda. Pasti bangungan itu seperti mozaik, seperti tempelan- tempelan yang terkotak- kotak hingga akhirnya bangunan itu rapuh dan gampang roboh.

Begitu juga pemerintahan. Ketika estafet kepemimpinan berganti maka seharusnya ada kesinambungan. Dan ternyata isi kepala politisi memang bukan seperti pemimpin sejati yang rendah hati yang mau berbagi dan meneruskan kebijakan yang baik pendahulunya. 

Orang politik terlalu terbelenggu dengan gengsi hingga menyebabkan perbedaan tajam masalah pemerintahan. 

Seperti bersaing tidak sehat. Yang terjadi di Indonesia seperti mengulang sejarah Singasari di kutuk antar pemimpin untuk saling membunuh, saling menikam sehingga yang terjadi kerajaan Singasari akhirnya runtuh oleh perang saudara.

Perang yang diakibatkan karena kekuasaan tidak memberikan watak nyata berbagi, bertoleransi dan saling dukung hingga akhirnya muncul sistem baik, sehingga siapapun pemimpinnya akan mengakui sistem dan meneruskan hal- hal baik untuk membangun pondasi yang kokoh secara turun temurun'

Politik Asal Beda Membuat Sistem Menjadi Ambradul

Politik asal beda akhirnya menuai badai, badai itu adalah terkatung- katungnya program cerdas, terkatung- katungnya kebijakan brilyan pemerintah sebelumnya oleh gengsi pemimpin berikutnya karena terpilihnya pemimpin karena muncul intrik politik, politik pembelahan, politik asal beda.

Ketika banjir berkelanjutan seharusnya sebelumnya Anies dengan legowo melanjutkan normalisasi, tetapi dengan yakin ia menggagas ide naturalisasi. 

Rumah susun menjadi rumah lapis, e budgeting yang menawarkan transparansi anggaran hilang entah ke mana berganti kebijaksanaan anggaran tertutup.

Ternyata sistem pemerintahan masih utopia, semacam mimpi yang belum menjadi kenyataan. Contohnya revitasilasi Monas. Bagaimana bisa jadi kecolongan perencanaan pembangunan tanpa ada koordinasi antara pusat dan daerah. 

Karena ingin saling menonjol maka kebijakan seperti sebuah persaingan, bukan saling berbagi dan saling mengisi. 

Jakarta itu ibaratnya pintu gerbang negara Indonesia jika tidak ada sinergi antara pemerintahan pusat dan pemerintah daerah maka yang terjadi adalah tumpang tindih kebijakan. Tidak ada koneksi tidak ada kesepakatan yang mampu memberikan kepercayaan kepada rakyat.

Peristiwa banjir yang terjadi di Jakarta dijadikan sebuah meme menyakitkan dari seorang pemimpin yang"kurang mendengar" masukan dari masyarakat. 

Boleh jadi menjadi pemimpin Jakarta memang menanggung dosa dari bencana banjir yang susah ditanggulangi. Semuanya ada kesalahan yang harus direnungi bersama. 

Pemimpin yang mempunyai daerah hulu harus sadar terjadi eksploitasi alam sehingga air dari hulu membandang deras, sedangkan Jakarta ketiban sial karena selalu mendapat limpahan air karena posisinya memang dibawah dan kebetulan juga sistem drainase ibu kota amat kacau. 

Sampah menumpuk dan susah mencari tempat yang masih bisa menyerap air ke dalam tanah. Hampir semua sudah tertutup dengan semen, beton sehingga genangan itu terus meninggi hingga menyebabkan banjir. Muncullah kolam di mana- mana karena air tidak bisa meresap ke dalam tanah.

Dosa  dan Derita Gubernur Jakarta

Semua berdosa. Maka tanggungjawab bukan hanya pemimpinnya saja tetapi juga masyarakatnya ikut bertanggungjawab telah andil menanam saham terjadinya banjir. Tidak mau diatur bagaimana membuang sampah pada tempatnya.

Jakarta menjadi sasaran tembak banjir. Padahal wilayah penyangganya seperti Jawa Barat, Banten juga ikut andil munculnya banjir tetapi karena politik Jakartalah yang paling disorot. Ya wajar di sorot karena Jakarta adalah ibu kota negara, mau tidak mau pemimpin Jakarta harus menghadapi hujatan dari segala arah. 

Ketangguhan pemimpin Jakarta tidak hanya harus kuat menghadapi nyinyiran para oposan dan orang yang terlanjur tidak suka, tetapi pemimpin Jakarta harus berani melawan arus agar bisa merubah karakteristik masyarakatnya yang cenderung tidak mau diatur, lebih senang mengkritik daripada menerima kritik. 

Susah diberitahu karena merasa lebih jago, lebih pintar. Dan mafia- mafia di segala segi hadir dengan dukungan finansial yang tidak terbatas.

Maka meskipun pemimpin negara bagus, daya gebrak mengubah birokrasi memerlukan jalan panjang, karena birokrasi cenderung amburadul untuk memperbaikinya harus esktra keras dan memakan waktu lama. Salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun