Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Puncak "Bully" Sang Gubernur Jakarta

27 Januari 2020   14:01 Diperbarui: 27 Januari 2020   14:08 2085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: gambar manado.tribunnews.com

Joko WIdodo

Gubernur paling dibully adalah gubernur Jakarta. Ini fakta, paling tidak dimulai dari era Jokowi ( 15 Oktober 1912 -16  Oktober 2014). Segala pembicaraan tentang Jakarta berhubung dengan pembangunan, kebijaksanaan, serta terobosan- terobosannya mengundang polemik. Jokowi dibully karena meninggalkan Jabatan Gubernur untuk maju sebagai Calon Presiden.

Dan takdir serta suratan sejarah Jokowi melenggang mulus ke Istana. Dari Seberang IRTI untuk melangkah ke Jalan  Medan Merdeka Utara No.3, RT.2/RW.3, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10110 . Jokowi membuat kecewa mereka yang mendamba ingin mendapat tuah dari jabatannya sebagai gubernur Jakarta.

Ternyata hanya bertahan sampai 2 setengah tahun. Banyak sebagian orang Jakarta meninggalkan tanggungjawab, sama seperti ketika juga meninggalkan jabatan walikota solo karena digadang- gadang menjadi kandidat kuat Gubernur Jakarta. Sejak Jokowi muncul pembelahan- pembelahan utamanya netizen, masyarakat media sosial yang semakin beringas dalam memeriahkan perang di dunia maya.

Mereka seperti melupakan salah satu warisan paling berharga bangsa ini, menjadi bangsa yang ramah, bangsa beradab yang santun dalam bicara atau berkata- kata. Saat ini begitu mudahnya mencaci, mengejek dan melontarkan kata- kata yang tidak cocok dengan budaya timur. Ramainya komentar sarkas di media sosial membuat miris, bagaimana perjalanan bangsa Indonesia ke depan.

Ahok (Basuki Tjahaja Purnama)

Ahok(2014 - 2017) sebagai pengganti Jokowi tidak kalah tragisnya. Ia yang memang bertemperamen keras, lugas dan sering terlihat melontarkan kata- kata kesal ketika ada yang tidak memuaskan dirinya, tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Namun banyak pendukungnya menilai ia jujur dan tipe Ahok sangat diperlukan untuk memimpin Jakarta yang dipenuhi para preman, predator, mafia, penjahat, koruptor di samping tidak dipungkiri bahwa banyak pekerja keras, orang- orang kreatif yang bertahan di Jakarta karena Jakarta adalah surganya dunia terutama orang- orang yang mampu menangkap peluang bisnis dan terjamin finansialnya.

Jakarta itu magnet, jendela dunia di mana mereka bisa mengintip kemajuan bangsa dari tolok ukur perputaran di Ibu kota raya. Jakarta yang selalu kebanjiran, sering menjadi kubangan air, tumpahan dari air pegunungan, tidak mengurangi para pendatang untuk datang ke ibu kota. Banyak yang berpikiran penderitaan cuma sebentar setelah itu bisa mengeruk uang lagi dari usaha -- usaha di Jakarta. Asal insting bisnis bagus, mampu membuat lobi -- lobi dan luwes bergaul akan mudah memperoleh uang di Jakarta.

Ahok banyak melakukan perubahan terutama transparansi kerja, laporan keuangan yang dipermudah dengan kebijakan e Budgeting. Semua tercatat, terukur hingga mengurangi celah korupsi. Sayang karena terpeleset dengan dugaan pelecehan dan penistaan agama maka Ahok menjadi sasaran bully bahkan sampai demo berjilid -- jilid agar Ahok terjungkal dari kursi gubernur.

Masyarakat Jakarta itu seperti mewakili Indonesia, Apapun jejak kebijakan gubernur Jakarta menjadi isu nasional, gubernur rasa presiden. Sepertinya jika sudah menjadi gubernur Jakarta akan sukses melangkah ke istana. Menjadi orang nomor satu se-Indonesia. Itu logika sejak Jokowi sukses sebagai gubernur Jakarta yang bisa melenggang sebagai presiden. Jokowi, Ahok pun menjadi sasaran kata- kata kasar para komentar media sosial yang bersembunyi dibalik akun- akun tidak jelas dengan nama samaran.

Para pengamatpun seperti mendapat durian runtuh. Turut bahagia karena seringnya diundang televisi, sering nampang di televisi membahas sisi baik buruknya pemimpin. Karena bukan seperti orde baru lagi yang jika sering mengkritik dan memaki pemerintahannya maka akan hilang dari radar berita alias, menghilang dari rumor- rumor riuh genosida, penculikan dan penghilangan paksa oleh penguasa orde baru masa itu.

Pemimpin negara sih cuma tersenyum manis, tetapi dari balik layar dengan mengibarkan peperangan memerintahkan "pasukan hantu" maka orang yang vokal -- vokal akan dibuat bertekuk lutut. Segera hilang dari peredaran. Itu katanya. Sekarang era demokrasi. Era di mana orang- orang bisa bebas bicara. Kalau sekedar mengkritik akan dibiarkan saja.

Tetapi bagaimana dengan etika komentar yang cenderung terkesan kebablasan?Itulah salah satu dari kebebasan atau demokrasi adalah menemukan orang- orang yang memanfaatkan kebebasan untuk secara membabi buta mengejek dan menyalurkan kekasaran dan minimnya pengetahuan untuk memuaskan diri dengan cara membuli dan mencaci orang. Apakah dengan mencaci lalu terpuaskan. Entah bagi saya kadang sering ikut arus juga dengan mengurai kelemahan demi kelemahan pemimpin.

Ahok yang keras dan tampak ketat dalam disiplin menjadi kendala atau penghambat orang- orang yang terbiasa santai, selalu terlibat dalam bisnis jasa pengurusan seperti KTP, SIM, Catatan sipil. Semua kesuksesan pengurusan tergantung seberapa uang mengalir ke kantong, mafia, makelar dan mereka yang bahagia bisa memeras orang lain. Ahok akhirnya terjebak dalam pasal penistaan agama harus mendekam di penjara selama 2 tahun.

Anies Baswedan

Giliran Anies yang beruntung karena masyarakat lagi kesal dengan Ahok maka kesalahan yang sebetulnya masih menjadi perdebatan itu menguntungkan Ahok secara politis.Aniespun sukses mengalahkan Ahok melalui Djarot Saiful Hidayat.

Era Anies Baswedan( 2017 - sampai sekarang ) pun akhirnya tiba. Masyakat menunggu janji --janji Anies yang ingin membahagiakan warganya, memberi kesempatan lebar- lebar untuk bisa memanfaatkan Monas sebagai kegiatan apa saja termasuk kegiatan agama. Aturan -- aturan gubernur sebelumnya seperti diabaikan.

Babak selanjutnya Aniespun mempunyai terobosan sendiri dalam memajukan Jakarta yang sudah sengkarut dalam hal birokrasi. Jakarta seperti mendapatkan kebahagiaan kembali, terutama para pegiat agama, penganut aliran- aliran keras yang ingin menunggangi perseteruan Pendukung gubernur lama dengan Anies Baswedan.

Anies Baswedan seperti antitesis Ahok dan Jokowi. Dalam menggerakkan roda pemerintahan Anies banyak melontarkan gagasan, narasi. Ide- idenya sering menjadi polemik. Masih banyak pendukung gubernur sebelumnya yang mendongkol dan marah atas kebijakan Anies yang seolah- olah mengoreksi semua kebijakan gubernur terdahulu, termasuk dalam hal transparansi. Ada Kesan Anies tertutup dalam hal pemerintahan. Bekerja berdasarkan masukan dari orang- orang terdekat, lebih banyak dalam tataran gagasan minim eksekusi.

Banyak orang berpendapat Anies itu cocoknya adalah dosen(opini netizen, pengamat) bukan birokrat atau pemimpin yang diperlukan sebagai eksekutor. Anies diuntungkan dengan serangan- serangan masif terhadap dirinya,semakin dibincangkan maka semakin populerlah dia dan semakin kencang akan mampu bersaing sebagai calon Presiden 2024.

Anies dilahirkan untuk menduduki jabatan gubernur Jakarta, entah melalui jalan penuh intrik, melalui berbagai peristiwa sosial, isu- isu nasional. Kebetulan faktanya Ahok terbantu dengan politik busuk politikus yang memanfaatkan isu agama untuk membuat iklim politik lebih panas. Perang pengaruh partai politik melahirkan etika politik kumuh.

Agama dan politik dicampur aduk sehingga masyarakat semakin bingung tentang peran dan funsi agama. Politik itu tergambar dengan warna hitam. Di dalam politik trik- trik culas, licik, muslihat dihalalkan berbanding terbalik dengan agama yang diarahkan untuk memperbaiki akhlak dan moral. Tetapi ketika agama menjadi keras, terpengaruh dalam intrik dan trik politik, apa yang bisa diharapkan. Banyak polemik dan peristiwa tragis dunia lahir karena perseteruan agama.

Hari hari Ini Anies terkerek popularitasnya berkat momentum perang opini di media sosial. Ia seperti menutup telinga terhadap segala hujatan, cacian. Toh sampai hari ini ia tetap bekerja dengan caranya sendiri. Mungkin ia mengambil jalan tidak sama dengan Jokowi dan Ahok. Ia mengandalkan narasi, mengandalkan kepiawaiannya dalam berkata- kata. Beda dengan Ahok dan Jokowi yang lebih sering bertindak sebagai eksekutor, menjawab serangan dengan simbol dan kerja nyata ( menurut pendukungnya).

Anies itu seperti tokoh panutan, santun, agamis dan mampu mengayomi, ramah. Di media sosial ia akan dibela layaknya para tokoh agama, tokoh pembebas dari antitesis Ahok yang cenderung kasar dan digambarkan sebagai penista agama. Yang fanatik dan digambarkan sebagai kadrun (simbolisme orang yang fanatik mengusung budaya Arab untuk mengatur pemerintahan berdasarkan agama). Kebetulan wajah Anies dekat dengan tipikal Arab maka banyak pegiat medsos dan pengkritik berat Anies akan mengatakan sebagai ( Wan Abud: tokoh Sinetron bertampang Arab ).

Anies suatu kali didesak mundur karena segala kebijakannya kadang tidak sejalan dengan visi presiden, visi pemerintah. Sebagai penguasa Ibu Kota Jakarta serta tuan bagi Ibu kota Negara seharusnya Gubernur Jakarta adalah tangan kanan Presiden. Ia (gubernur) harus sejalan, sepemikiran dengan visi dan misi pemerintah pusat.

Tetapi yang tersaji malah riuh oleh perbedaan. Beda dengan saat gubernurnya Ahok dan Presidennya Jokowi istilah Jawanya tumbu oleh tutup alias pas dan cocok karena sama- sama mengerti. Sedangkan Anies seperti seorang anak yang selalu berselisih paham dengan ayahnya. Kemauan anak susah dimengerti ayahnya, sedangkan perintah ayahnya selalu ditentang oleh anaknya. Ayah dan anak sering berselisih.

Semoga saja Anies bisa bersinergi dengan presiden agar Jakarta menjadi jauh lebih baik, karena ada chemistry antara presiden dan gubernurnya. Salam damai selalu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun