Apa yang bisa dikatakan jika menyangkut jati diri. Terutama jati diri bangsa seperti yang sedang menjadi viral ketika Dewas TVRI Diwakili oleh Arief Hidayat sebagai ketua Dewan Pengawas memecat direktur Utama TVRI Helmy Yahya gara- gara salah satu alasannya karena menayangkan Liga Inggris. Menurut Dewas. Liga Inggris itu tidak mencermin "jatidiri bangsa". Sebetulnya apa sih definisi Jati diri bangsa?
Definisi Jati Diri Bangsa
Dalam Situs yang dirilis oleh badan bahasa kemdikbud jati diri atau yang lazim disebut dengan identitas merupakan ciri khas yang menandai seseorang atau sekelompok orang, atau suatu bangsa.
Jika ciri khas itu menjadi milik bersama suatu bangsa , maka hal itu tentu menjadi penanda jati diri bangsa. Â Yang penulis tahu selama ini jati diri bangsa Indonesia yang dikenal adalah bahasa. Ada ciri khas yang menandai sebuah bangsa yaitu bangsa. Ada pepatah mengatakan "Bahasa Menunjukkan Bangsa".
Baca juga : Waspada, Rakyat Indonesia akan Krisis Jati Diri Bangsa
Polemik yang terjadi saat Dewas melontarkan kata Jati diri bangsa untuk membenarkan pemecatan Direktur Utama TVRI Helmy Yahya karena Sepak bola Inggris tidak sesuai dengan jati diri bangsa.Â
Sebuah tontonan dari liga paling kompetitif, dengan jadwal yang padat sebetulnya mengajarkan bahwa untuk bisa menang dalam sepak bola dibutuhkan perencanaan matang, sistem rekrutmen dan pergantian pemain yang matang untuk bisa bertahan dalam permainan dengan kompetisi yang ketat.Â
Saya pikir filosofi sepak bola bisa diadopsi sisi positifnya bukan sekedar sebagai tontonan mahal, tetapi lebih dari itu karena nilai- nilai sportifitas, nilai nilai kesatria yang ditunjukkan.
Secara sekilas tayangan dari luar negeri tidak mencerminkan jati diri bangsa. Tetapi jika introspeksi diri saat ini apakah jati diri bangsa Indonesia saat ini. Pancasila yang dipandang sebagai identitas bangsa ternyata sering dilanggar sendiri baik masyarakat maupun penguasa.Â
Bahkan agama yang menjadi  salah satu tolok ukur moral sering membuat kecewa masyarakat terutama intervensi, pelarangan- pelarangan pendirian tempat ibadat.Â
Baca juga : Menumbuhkan Rasa Bangga pada Generasi Muda terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Jati Diri Bangsa
Beberapa tahun belakangan pendirian tempat ibadat banyak yang ditekan terutama tempat ibadat minoritas. Alasannya tidak jelas karena hanya terpengaruh oleh pendapat ormas- ormas tertentu yang takut dengan perkembangan agama minoritas. Di sini lalu dipertanyakan bagaimana gambaran jati diri bangsa.Â
Dulu bangsa ini adalah bangsa yang ramah. Bangsa yang toleran, tetapi sekarang banyak peristiwa yang menggores luka jiwa masyarakat yang multi ras, multi agama dan multi bahasa.Â
Klaim -- klaim yang mengatasnamakan pendapat masyarakat untuk menggiring opini bahwa tempat ibadat sebagai ancaman darimana dasarnya.Â
Muncul ormas- ormas bela agama, meneror ibadat agama lain dan menekan kebebasan menjalankan agama dan merayakan hari raya. Itu sebuah kemunduran.Â
Banyak oknum pejabat PNS ikut andil untuk mengembangkan fanatisme dan memberi kesempatan tumbuh kembangnya radikalisme dan rasisme di lembaga pemerintah.
Jati diri bangsa terasa ambigu jika hanya ukurannya diri sendiri. Merasa paling ramah, paling religius, paling benar padahal  kebenaran sebenarnya adalah milik Tuhan.Â
Baca juga : Alasan Bahasa Indonesia Jadi Jati Diri Bangsa
Sombong jika manusia merasa dirinya paling benar, paling baik diantara yang lain. Banyak manusia dengan kesombongannya merasa berhak mengadili orang lain atas nama agama, atas nama kebenaran yang katanya adalah "milik mereka".Â
Maka kadang yang ironi dengan kata Blaise Pascal bahwa manusia tidak pernah berbuat Jahat sesempurna yang mereka perbuat karena keyakinan agama.
Agama dan Persoalan Jati diri Bangsa
Yang terjadi sekarang atas nama agama banyak pengikut agama menjadi buta untuk menebar kebaikan secara adil. Merasa diri paling benar sehingga dengan keyakinan tersebut bisa menarasikan untuk membenci orang lain karena beda agama, menghakimi orang lain karena keyakinan tidak sesuai dengan jati diri bangsa.Â
Sumber perpecahan sekarang ini terus terang salah satunya adalah karena masalah agama. Meskipun berusaha berkelit  banyak fakta menunjukkan dengan fanatisme yang hadir dalam masyarakat paling tidak telah memecah belah opini masyarakat.Â
Pemilu di DKI menjadi puncak dari konflik manusia yang tergiring karena ada campur tangan agama dalam konstalasi politik.
Banyak orang akhirnya tidak obyektif berpikir, rasionalitas, logika tertekan oleh keberpihakan tokoh karena sama sekeyakinan. Maka banyak yang akhirnya terjebak dalam permusuhan berselimutkan agama.Â
Sekarang rembetan fanatisme masuk ke lembaga pemerintah termasuk mengacak- acak pemahaman akan jati diri bangsa. Apakah korupsi yang marak itu juga jati diri bangsa, apakah masyarakat yang beringas menekan pembangunan tempat ibadat itu juga bagian dari jati diri bangsa.Â
Masyarakat yang lebih sering mengeluh daripada langsung kerja dalam diam dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya itu itu jati diri bangsa. Lalu dikaitkan dengan tayangan- tayangan televisi apa yang mencerminkan jatidiri bangsa.Â
Banyak tayangan provokatif, tayangan tidak logis yang mencerminkan keanehan logika berpikir dipertahankan, tetapi ada tayangan- tayangan bernilai sportif, usaha kerja keras, kerja sama dituding tidak sesuai dengan jati diri bangsa.
Baca juga : Bukan Petak Umpet! Jati Diri Bangsa Jangan Bersembunyi di Balik Globalisasi!
Bagaimana menilai Tayangan Yang Sesuai dengan Jati Diri Bangsa?
Inilah introspeksi diri saya, salah satu dari masyarakat yang masih sering terjebak dalam pemahaman keliru tentang bagaimana memaknai jati diri bangsa. Banyak sinetron lolos sensor padahal tidak sesuai dengan jati diri bangsa.Â
Banyak tayangan televis begitu menampilkan hedonisme, dominasi tayangan religi yang kadang tidak masuk di akal, tayangan- tayangan yang menampilkan kekerasan, pergaulan bebas dsb.Â
Dulu masyarakat Indonesia dikenal dengan karakter ketimurannya yang kental, sopan -- sopan dan perilakunya mencerminkan lingkungan budayanya yang bisa saling menghargai perbedaan dengan kearifan lokal, budaya yang diwariskan bangsa ini turun temurun. Sekarang banyak fanatisme merebak karena banyak budaya negara lain (tempat agama berasal) diadobsi tanpa filter.Â
Padahal seharusnya sebagai negara dengan banyak suku bangsa, banyak agama yang berkembang, banyak bahasa identitas bangsa yang dikembangkan adalah budaya yang bisa mengakomodasi keberagaman, bukan fanatisme ajaran berdasarkan budaya tempat lahirnya agama.
Yang lebih parah lagi adalah agama dicampurkan dengan kepentingan politik. Sebaiknya masyarakat kembali mencoba menggali nilai nilai luhur bangsa dengan melaksanakan amanat Pancasila sebagai dasar negara.Â
Identitas atau jati diri sebuah bangsa akan disebut bermartabat jika menghargai tiap individu, menghargai kebebasan dalam menjalankan ibadah agama, Menghargai baju yang dipakai masing masing orang karena selera dan kenyamanan.Â
Demikian dengan identitas sebuah bangsa. Tidak mutlak karena tolok ukurnya agama tetapi kearifan lokal, warisan budaya, adat istiadat, pesan moral dari sebuah tradisi turun temurun juga turut membentuk manusia yang saling berinteraksi.
Nyatanya jika bergaul tanpa membincangkan agama, terasa nyaman. Dan Identitas relasi sosial akan lebih cair jika bicara tentang hobi, tentang olah raga, tentang seni budaya  yang mengakrabkan manusia tanpa sekat kepercayaan.Â
Dalam berdoa dan hadir dalam berbagai ritual agama tidak perlu takut terancam karena ekspansi agama tetapi tiap manusia berpikir apapun caramu beragama sejauh untuk memuliakan Tuhan itu adalah hakmu.Â
Terserah tiap orang untuk melakukan berbagai cara berdoa asal dengan cara damai dan saling menghargai. Itulah jati diri bangsa sejati. Pasti akan damai selalu. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H