Beberapa tahun belakangan pendirian tempat ibadat banyak yang ditekan terutama tempat ibadat minoritas. Alasannya tidak jelas karena hanya terpengaruh oleh pendapat ormas- ormas tertentu yang takut dengan perkembangan agama minoritas. Di sini lalu dipertanyakan bagaimana gambaran jati diri bangsa.Â
Dulu bangsa ini adalah bangsa yang ramah. Bangsa yang toleran, tetapi sekarang banyak peristiwa yang menggores luka jiwa masyarakat yang multi ras, multi agama dan multi bahasa.Â
Klaim -- klaim yang mengatasnamakan pendapat masyarakat untuk menggiring opini bahwa tempat ibadat sebagai ancaman darimana dasarnya.Â
Muncul ormas- ormas bela agama, meneror ibadat agama lain dan menekan kebebasan menjalankan agama dan merayakan hari raya. Itu sebuah kemunduran.Â
Banyak oknum pejabat PNS ikut andil untuk mengembangkan fanatisme dan memberi kesempatan tumbuh kembangnya radikalisme dan rasisme di lembaga pemerintah.
Jati diri bangsa terasa ambigu jika hanya ukurannya diri sendiri. Merasa paling ramah, paling religius, paling benar padahal  kebenaran sebenarnya adalah milik Tuhan.Â
Baca juga : Alasan Bahasa Indonesia Jadi Jati Diri Bangsa
Sombong jika manusia merasa dirinya paling benar, paling baik diantara yang lain. Banyak manusia dengan kesombongannya merasa berhak mengadili orang lain atas nama agama, atas nama kebenaran yang katanya adalah "milik mereka".Â
Maka kadang yang ironi dengan kata Blaise Pascal bahwa manusia tidak pernah berbuat Jahat sesempurna yang mereka perbuat karena keyakinan agama.
Agama dan Persoalan Jati diri Bangsa
Yang terjadi sekarang atas nama agama banyak pengikut agama menjadi buta untuk menebar kebaikan secara adil. Merasa diri paling benar sehingga dengan keyakinan tersebut bisa menarasikan untuk membenci orang lain karena beda agama, menghakimi orang lain karena keyakinan tidak sesuai dengan jati diri bangsa.Â