A. Karena mereka sudah merasa terancam oleh pengaruh agresif pemuka agama.
B. Tawaran duniawi dan kenyataan bahwa yang minoritas meskipun tertekan merasa kuat dan mampu membuktikan bahwa meskipun minoritas ia bisa menang dalam hal usaha, menang dalam hal kemampuan ekonomi.
C. Minoritas selalu pandai memanfaatkan celah sekecil apaun untuk sukses dalam usaha sehingga secara otomatis yang merasa mayoritas akan melakukan "perlawanan" untuk mempersempit ruang gerak minoritas.
D. Akhir- akhir ini isu tentang agama membuat manusia resah, merasa tersaingi merasa ada ancaman sehingga manusia melupakan nuraninya. Saling menuduh, saling menghakimi.
Pada kenyataannya bukan agama yang mengajarkan untuk melakukan kekerasan dan pembantaian. Yang mampu melakukannya itu hanyalah iblis yang merasuk dalam tubuh manusia berkedok seakan- akan berjuang demi agama.
Manusia diberi hati nurani untuk mengontrol diri dan membisiki bahwa kekerasan, pembunuhan, fitnah itu salah dan manusia bisa berubah menjadi lebih baik.
Saya dan anda yang kebetulan mempunyai agamapun secara naluri akan menganggap bahwa keyakinan, kepercayaan kita adalah yang terbaik. Dan jika ada keyakinan yang melesat cepat berkembang maka ada rasa tersaingi, ada perasaan tidak adil mengapa Tuhan selalu mengabulkan permintaan mereka.
Sebetulnya apa beratnya mengucapkan Natal, toh jika iman sudah kuat apapun godaan bisa diatasi dengan kepercayaan dan keyakinannya yang kuat. Sebaliknya yang Kristiani di negara mayoritas Kristen tidak perlu takut memberikan hak sama untuk membiarkan agama lain berkembang.
Tetapi masalahnya banyak manusia yang belum selesai dengan diri sendiri. Ia memahami agama secara sempit, menjalankan ajaran agama karena selalu mendengar ceramah-ceramah provokatif yang menganggap keyakinan dan agama lain itu kafir, musuh dan predator bagi agamanya.
Pemikiran sempit itu yang membuat banyak muncul ormas dengan balutan membela agama. Ada keyakinan radikal di hampir semua agama yang akan selalu bergerak beda dengan ajaran sesungguhnya.
Politik dan Konflik Agama
Ucapan Natal, tragedi Uighur, derita pengungsi Rohingya Myanmar kebetulan mendapat campur tangan politik. Pengaruh politik menimbulkan tragedi kemanusiaan yang mencoreng agama yang sebetulnya selalu mengajarkan kasih sayang dan cinta kasih pada sesama manusia. Saya selalu merindukan kedamaian, dengan demikian tidak perlu dendam jika tidak ada ucapan Natal dan dilarang melakukan perayaan.
Toh jika percaya kekuasaan Tuhan, Ia akan bisa memberi peringatan keras pada siapa saja manusia yang menyelewengkan keyakinan. Tuhan tidak pernah tidur. Perayaan itu bisa dengan menjadi bagian dari masyarakat yang merasa sama dan senasib.
Dan para pemeluk agama tidak perlu kebakaran jenggot selalu diingatkan oleh kejinya sebuah peristiwa tragedi kemanusiaan yang dulu pernah terjadi. Memaafkan dan melenyapkan dendam di hati itu obat mujarab untuk menjaga perdamaian.