Pasti yang tergambar dalam benak dan ingatan embak tersebut pasti akan mengatakan "Wah orang udik ndeso tenan."
Pasti ia nanti akan membuat bisik-bisik kepada teman, saudara maupun anaknya dengan bercerita bahwa ia bertemu dengan orang udik. HP-nya canggih, tapi yang punya Jadoel, mematikan saja tidak bisa...malu deh!
Setelah urusan cara mematikan HP selesai, maka selanjutnya, minta diajarkan cara mendownload aplikasi transportasi online.Â
"Minta tolong lagi ya... bisa bantu bagaimana caranya download aplikasi ojek online?"
Wah sudah terbayang embak tersebut semakin terbahak-bahak menyaksikan saya yang "ndesit" ini tanya- tanya soal HP. Baru datang dari pelosok ya Pakde. Ah masa bodoh sumonggo kerso yang penting bisa. Malu bertanya sesat pikiran eh salah sesat dijalan maksudnya.
Era media sosial dengan teknologi digital benar-benar mengubah kebiasaan masyarakat. Semua serba simple, cepat, dan efektif. Tetapi yang menjadi masalah adalah ruang privacy semakin susah, apapun masalah yang sepele maupun yang berat dengan cepat tersebar.
Cepatnya pesebaran ujaran kebencian dan berita viral yang belum tentu benar
Demikian juga dengan sifat dasar manusia yang suka iri, benci, dan dendam seperti mendapat penyaluran. Dengan enteng mereka mengujar kebencian menggunakan nama samaran guna merusak citra diri orang lain, seperti masalah yang pernah terjadi oleh Ruben Onsu.Â
Banyak netizen iri, benci serta berusaha merusak reputasi Bensu. Berbagai motif dilancarkan oleh hatters-nya dengan mendiskreditkan Ruben Bensu dengan berbagai isu pesugihan.Â
Pernyataan kebencian, aksi fitnah, dan mengumbar dendam selalu ramai dibincangkan. Media sosial menjadi semacam penggiringan opini bahwa yang terjadi dan dijadikan viral adalah tindakan biadab. Padahal pasti ada sebab mengapa misalnya polisi menendang pengemudi ojol, sempat direkam dan akhirnya yang disalahkan adalah aparatnya.
Opini publik itu semacam kebenaran mutlak. Padahal semua masalah pasti ada sebab musababnya. Ada rekaman guru menampar muridnya. Penonton tidak mau tahu mengapa sampai guru menampar muridnya. Semuanya karena era media sosial membuat yang benar bisa salah dan yang salah dianggap benar.
Emosi yang gampang meletup membuat banyak yang dirugikan dengan adanya media sosial. Budaya check and recheck, mencari alternatif berita yang berimban, kini semakin susah karena opini- opini yang terbangun di media sosial terus terang kadang mengerikan.Â