Penulis sebetulnya tidak ingin memanaskan polemik anggaran lem Aica Aibon sebesar 82 milyar Pemprov DKI Jakarta. Menurut informasi dari media hasil wawancara dengan anggota DPRD DKI dari partai PSI William Aditya Sarana menemukan kejanggalan dengan adanya anggaran lem Aica aibon sebesar 82 milyar untuk siswa SD Se DKI.William menemukan dalam anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran  (KUA - PASS) 2020.
Hal aneh lain yaitu usulan pengadaan ballpoint 124 milyar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur. Anggota DPRD William Aditya Sarana sangat kritis menyoroti ketimpangan anggaran yang tertuang dalam e- budgeting tertutup pemprov DKI.
Benarkah Polemik tentang Aica Aibon bermuatan politis?
Berbagai polemik itu menjadi babak baru dalam perkembangan politik Indonesia untuk menempatkan Jakarta sebagai target atau sasaran pemerintah untuk menyehatkan anggaran keuangan daerah. Masyarakat perlu anggota DPRD yang kritis menyoroti ketimpangan- ketimpangan anggaran karena dengan memilih wakil rakyat salah satunya untuk memberi masukan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Masyarakat yang Lekat dan suka dengan Rumor
Pengadaan lem aica aibon itu menjadi viral dan menjadi bulan- bulanan netizen yang memang begitu cepat bereaksi terhadap kebijakan pemprov yang janggal. Memang ada susulan bahwa menurut pemprov hanya salah ketik saja, tetapi tentu masyarakat terutama netizen tidak percaya begitu saja.Â
Kadang informasi pertama yang muncul lebih diakui kebenaran dan akurasinya meskipun sebetulnya masyarakat seharus tidak buru- buru bereaksi sebelum hadir informasi factual yang bisa dipertanggungjawabkan.
Sekarang informasi sangat cepat dan kadang susah membedakan mana yang hoax dan mana yang informasi valid. Berita masih isu saja sudah diviralkan dan membuat heboh media sosial. Melalui media sosial perilaku pejabat, manuver pemda, kejanggalan anggaran segera viral dan menjadi konsumsi publik. Apalagi yang terindikasi bocor anggaran dengan banyaknya anggaran yang di mark- up membuat publik cepat bangun.
Masyarakat tengah sensitif saat ini, meskipun begitu kadang tidak berdaya menghadapi penyimpangan masif. Masyarakat gampang lupa terhadap kejahatan dan iba terhadap kesedihan dan penderitaan.Â
Perilaku manusia yang bisa melebihi batas dan kadang-kadang/sering malah melupakan kesalahan hanya karena pernah satu alumni sekolah atau masih ada hubungan kekerabatan membuat hukum di Indonesia seperti tidak berdaya mengetukkan palu keadilan sejati.
Belum lagi jarang para pejabat entah gubernur, bupati dan mereka yang mempunyai jabatan politis minta maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam memimpin selama ini. Yang terjadi malah menyalahkan sistem, menyalahkan pejabat sebelumnya dan melontarkan kritik kembali kepada yang menghembuskan isu tersebut.
Kelemahan masyarakat adalah sering percaya pada berita- berita yang dikirimkan secara viral di grup WA. Daya literasi masyarakat meningkat tetapi bukan mengembangkan pola pikir cek dan ricek tetapi lebih membaca sekilas dan membagikannya ke grup.
Banyak masyarakat yang jarang lagi membaca koran, majalah yang beritanya cenderung obyektif. Masyarakat lebih suka menyendiri atau kalau tidak melakukan diskusi terbatas dengan temannya dari sumber yang minim dari platform media tidak jelas di grup media sosial tersebut.