Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ketika Titik Lelah Itu Melanda Penulis

30 Oktober 2019   14:54 Diperbarui: 30 Oktober 2019   15:15 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebetulnya hasrat menulis itu selalu ada dan rasanya tidak nyaman jika sehari saja tidak menulis. Tetapi ada waktu di mana kekosongan tidak tertaklukkan. Akhirnya target satu hari satu artikel itu menguap begitu saja. Ada perasaan malas itu melanda jiwa, sehingga pernik- pernik ide yang membuncah itu tidak sempat tersalurkan. Sehari terlewat dan kemudian hari berikutnya juga melayang. Mengapa malas menulis? Mengapa menunda ide?

Beberapa Faktor Penulis Malas Menulis
Ada beberapa faktor mengapa penulis merasa tidak mempunyai greget menuliskan ide. Mungkin ada kesempatan tetapi gawai dan laptopnya tidak berada di tempat sehingga hasrat menulis itu tertunda. Sebetulnya tidaklah alasan yang tepat, khan bisa menulis dengan kertas, menulis di blocknote yang seharusnya selalu dibawa penulis.Blocknote kuno? Bukankah sudah ada gawai yang bisa mencatat setiap ide, nanti tinggal memindahkan ke file untuk diedit dan disambung- sambungkan kembali ide yang tercecer itu?

Itu teorinya teman, kalau penulis profesional akan sangat sayang jika sehari dua hari terlewatkan tanpa hasil. Berarti membuang kesempatan untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Iya tetapi apakah harus setiap hari menulis?

Seperti makan, seperti minum bukankah itu dilakukan sehari- hari. Tapi khan beda dengan menulis? Menulis khan bukan kebutuhan pokok! Siapa bilang menulis bukan kebutuhan pokok, seorang penulis akan selalu menganggap bahwa menulis itu kebutuhan pokok selain makan dan minum.

Ada titik kejenuhan melanda dan perlu ada refreshing. Bolehlah satu dua hari jalan- jalan mencari hawa baru, ide baru, kreasi baru agar tidak muncul kejenuhan hanya menulis yang itu- itu saja. Kalau ini bolehlah dijadikan alasan untuk tidak menulis. Tetapi jika alasannya karena malas tentu tidak membuat penulis menjadi produktif.

Tidak Harus Menulis Setiap Hari?
Terkadang setiap penulis perlu hiburan, tidak harus sepanjang hari menulis, tidak perlu harus ngoyo mengejar satu hari satu artikel, cukup mengumpulkan energi untuk membuat tulisan berkualitas. Boleh juga, tetapi setiap penulis mempunyai sudut pandang beda dalam menulis.

Ya jadilah diri sendiri tidak perlu terpengaruh dengan orang lain khan. Iya sih tetapi bukankah lebih bagus bila dalam sebulan bisa menulis lebih dari 30 artikel. Kalau hanya sekedar menulis siapa yang menyalahkan, malah bagus, tetapi kadang alangkah baiknya istirahat untuk merefresh kembali ingatan sehingga menulis bukan seperti robot yan setiap hari harus  dipaksakan mempunyai ide.

Ide itu rekam dulu intinya baru kemudian dikembangkan jika sudah hadir dengan sejumlah referensi valid sehingga menambah bobot sebuah tulisan. Tulisan bukan sekedar opini melainkan komplit ada opininya, penelitian kecil- kecilan, pengolahan hasil diskusi dan investigasi ke TKP yang memungkinkan tulisan semakin berbobot.

Bagaimana jika sudah seminggu kejenuhan tetap bisa hadir sehingga mengganggu mood menulis? Bagi sebagian penulis mood maupun tidak akan mood akan tetap dihajar, entah tulisan berkualitas maupun tidak ya sikat saja. Toh nanti bisa diedit kembali, ditata kembali dan kemudian direvisi sedemikian rupa sehingga tulisan benar- benar mampu membangkitkan pembacanya untuk menekuri dan merenungi tulisan- tulisannya yang investigatif, opini bisa dipertanggungjawabkan, sekaligus mampu membawa pembaca untuk belajar dari penulis untuk mampu melepaskan diri dari jerat kemalasan dan kejenuhan.

Titik lelah itu akan selalu ada, apalagi, jika kelelahan itu juga disertai dengan menurunnya kesehatan. Ketika manusia tengah terbaring sakit, lemah, tidak berdaya apakah penulis juga memaksa diri untuk menulis?

Menyingkirkan Kemalasan Kewajiban Penulis
Dalam lelah penulis bisa mengumpulkan perca- perca ingatan yang tercecer. Melepaskan diri dan rutinitas dan kesibukan yang membuat lelah. Merenung dan mencoba berkontemplasi. Dalam istirahat penulis bisa mengumpulkan tenaga yang sedang dalam drop itu untuk merefresh beberapa hal. Salah satunya adalah repetisi- repetisi ide yang hanya dipaksa muncul karena untuk memenuhi target penulisan satu hari satu artikel atau dua artikel satu hari.

Konsistensi itu sebetulnya tidak bicara masalah kuantitas. Bisa juga bicara kualitas. Seminggu sekalipun jika rutin dilakukan itu sudah termasuk konsistensi. Ada masanya penulis mengalami titik Kelelahan, dan yang menjadi obatnya sendiri adalah menyenangi rutinitas baru untuk membuat selingat agar hidup tidak membosankan oleh kegiatan- kegiatan rutin yang membuat manusia seperti robot.

Titik Kelelahan itu menjadi pembelajaran bahwa setiap penulis harus mampu menyingkirkan kemalasan, tetapi penulispun tidak boleh memaksa diri agar manusia menyukai rutinitas dengan frekwensi padat. Membangun konsistensi itu juga memperhitungkan kualitas sehingga tulisan tidak jatuh menjadi hanya sebuah recehan kata. Salam Literasi. 11 Tahun Kompasiana tetap semangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun