Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah dan Orang-orang Tersayangnya

8 September 2019   15:51 Diperbarui: 8 September 2019   16:04 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Ayah adalah pencatat yang baik meskipun sebenarnya ia bukanlah pengarang. Ia mencatat segala peristiwa hidupnya, ia mencatat segala pertarungannya termasuk kesabarannya ketika merawat nenek yang menderita stroke dan kakak yang down syndrome. Dua- duanya bisa dilakukan sama baiknya. Kakakku senang nenekpun bahagia dalam kesakitannya. Maka ketika kedua perempuan itu memutuskan untuk pulang, pergi jauh dan tidak kembali menjalani penderitaan demi penderitaan sewaktu di bumi, ayah seperti lepas dari segala beban, beban salibnya berkurang.

***

Ayah dan orang --orang tersayangnya datang, berbisik  sepanjang hari dan datang dalam mimpinya.

"Ibu, ibu. aku ingin pulang" Nenek seperti memanggil, memapah ayah dalam pedih perih jalan penderitaan.

"Bapak aku disisimu."

"Rin... Rin"

Ketika kesakitan penderitaan luar biasa menghampiri, segala perih, kembung dan detak- detak jantungnya yang semakin berat memompa darahnya, ayah ingin menyerah, tidak mau lagi bertarung dalam beratnya beban memanggul salib kehidupan. Ayah, aku yang dirantau tidak berdaya, aku masih harus berjuang untuk menghidupi keluarga, ingin sekali  pulang untuk merawatmu, mendampingimu dalam kesakitanmu, tetapi aku terlalu lemah dalam tekad. Rasanya, perasaan berdosa menyelinap ketika dalam sakratul maut, aku tidak berada di sisimu, melewati babak- babak akhir dalam kebahagiaan abadi.

Di titik nol dalam lepasnya penderitaanmu dan memasuki dunia barumu, kau tampak tersenyum bahagia, Hatiku meraung ayah, tetapi tidak keluar air mata, antara sedih, kalut dan bahagia. Hanya itu perasaanku. Aku melihatmu sesaat mengerang sakit. Setiap malam harus berjibaku dengan derita badan yang tidak pernah beranjak. Pada saat aku tengah lelap dalam pekerjaan rutinku, kau memutuskan menyerah, kau memutuskan menanggung segala resiko penderitaan untuk menyentuh titik bahagia.Adikku yang menyaksikan detik demi detik peperangan ayah sampai bahagia telah mengakhirinya dengan kemenangan.

Setelah kau kembali dan hanya fotomu yang bisa kupandang, rasanya banyak hutangku yang ingin kulunasi, aku ingin membahagiakanmu di rumah barumu dengan doa - doaku.  Kau telah bersama orang- orang tersayangmu, bersama orang- orang yang yang memutuskan kembali ke rumah Bapa. Salam sayang untukmu aku selalu merindukan sapamu. Ayah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun