Mulut semakin sering digunakan sering juga malah menjadi sasaran empuk orang- orang yang  memanfaatkan keseleo lidahnya untuk dijebloskan ke penjara.Â
Yang tidak sinkron antara yang keluar dari mulut dengan alur cerita yang senyatanya terdengar mendebarkan, mengharukan harus tahu diri dan menunggu dengan sabar jika hendak lewat di jalan yang sedang digunakan kelompok orang lain.
Mereka yang berada di puncak popularitas kadang
mabuk pujian, mabuk kehormatan, ingin selalu diperhatikan seperti menjadi selebritas baru, apapun bisa menjadi berita, dan lupa bahwa sekali- sekali ia perlu berdialog dengan diri sendiri, melakukan kontemplasi, melakukan introspeksi atas segala kata yang pernah terlontar ke khalayak.
Bahwa manusia bukan malaikat, bukan dewa yang maha benar, ia pun kadang salah dalam memahami masalah dan sering tersudut oleh pertanyaan tiba- tiba yang mesti bisa dijawab.
Tetapi karena tuntutan ingin sempurna kadang sekali- sekali menipu audiencenya, menipu pendengarnya dengan pengetahuan yang sebetulnya belum dikuasainya.Â
Dan apa yang menimpa seorang pemuka agama terkenal, yang pengikutnya sampai jutaan, menjawab pertanyaan tetapi dengan pengetahuan tidak lengkap, dengan melakukan perbandingan, atau berdiskusi untuk menjawab pertanyaan sensitif.Â
Penceramah seharusnya tidak sok tahu, menutupi diri bahwa ada pertanyaan yang mesti tidak perlu dijawab kalau hanya menimbulkan kehebohan.
Tragedi bisa terjadi yang bisa mencederai kerukunan, persatuan dan keutuhan bangsa. Berderetnya penceramah yang bermodal kepandaian berbicara atau berorasi, dengan latar belakang ilmu yang terbatas, menjadi keprihatinan masyarakat.Â
Di era digital, internet apapun pembicaraan bisa direkam, bisa deteksi. Kalau sampai viral dan akhirnya menimbulkan kegaduhan maka setiap penceramah harusnya bisa mengerem laju kata- katanya untuk tidak memicu polemik dan akhirnya memecah belah masyarakat.
Sebagai penulis yang hanyalah debu dari mereka yang sedang dalam menara gading popularitas, yang bisa saya sumbangkan adalah tulisan, entah mau membacanya atau tidak, penulis berusaha bertanya pada nurani, apa yang bisa penulis sumbangkan untuk  negeri ini untuk tidak menimbulkan kegaduhan yang berujung kecamuk perang saudara.
Masalah nasionalisme, masalah kebangsaan akan sangat rawan bila banyak ceramah yang isinya menjelekkan kelompok lain.Â