Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Terjebak Kerusuhan

26 Mei 2019   13:09 Diperbarui: 26 Mei 2019   13:22 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak remaja terlibat kerusuhan dan terjebak dalam narasi provokatif melawan aparat(warta kota.tribunnews.com)

Asap api dan suara letusan telah menggiringmu, Nak

Kau masuk dalam perangkap heroisme yang kau saksikan pada layar gawaimu

Seharian dalam kesendirian berteriak- teriak melihat lakon jagoanmu terus berjibaku

Dalam drama pertarungan yang kau gerakkan

Memukau hanya satu itu yang hendak kau gambarkan

Lintasan adegan-adegan game online yang bisa kau unduh gratis memaksamu mencari tantangan.

Di pusat kota kebetulan karibmu mengajak menikmati tontonan orang-orang yang marah

kecewa oleh narasi- narasi konyol yang berhembus sepanjang waktu hingga menjadi fakta tak terbantahkan.

Dengan sigap kau membonceng motor temanmu merayap masuk kota sekedar penasaran

Terjebaklah kau saat mendengar narasi- narasi yang datang dari demonstran

Sementara suara- suara lain mengarahkanmu masuk dalam gelanggang peperangan

Seperti tergambar dalam arena game di layar gawaimu

Berlarian, menyusup dari gang satu ke gang lainnya, mencari senjata sekedar mempertahankan diri

berlari lagi untuk sebuah adrenalin yang menggelegak dalam energi mudamu

Kau masih ABG ledakan emosi masih labil tidak mengerti benar sebab akibat.


Akhir ketidaktahuan dan rasa penasaran membawamu pada nafsu ingin menyerang dan terpikat pada teriakan- teriakan lantang meneriakkan 

perlawanan. Lalu mengapa kau terpancing untuk ikut dalam kerumunan massa dan terjebak dalam kekalutan, sementara kau sebetulnya 

bingung.Dimanakah malam membawamu Nak.

Sebuah palu, atau batu nyasar di dadamu.

Entah siapa, tidak yakin aparat yang telah melemparkan benda hingga memar di dadamu.

Kau tergeletak merintih dengan sayatan luka di tangan. Tidak ada yang peduli. Sedangkan gas air mata semakin pedih membasahi mata.

Berteriakpun suaramu akan terasa senyap sebab letusan- letusan molotov lebih membahana,

Asap, serta pijaran api membuat beberapa toko, mobil, motor membara.

Sedih pedih malam yang menjebakmu sendirian tanpa ada yang peduli,

senyap jiwa yang akhirnya pergi setelah berjibaku dengan penyesalan.

Mengapa harus sampai pada permainan game yang mengakhiri permainan ini?

Dalam sebuah peristiwa di mana sang pemilik kata, selalu mengelak tidak mau bertanggung jawab

atas suara tangis pedih orang tua, saudara yang terkaget kaget tidak mengira ada satu keluarganya yang menjadi korban nafsu berkuasa.

Dalam kesenyapanmu kau berjalan dalam keabadian dengan rasa penasaran temannya yang menyesal

membawamu dalam sebuah peristiwa yang tidak akan terlupakan selama hidupnya.

Turut berduka semoga tidak berulang lagi kekonyolan -- kekonyolan yang mengisi tragedi demi tragedi negeri ini. Sudahi narasi kebencian hidup dalam semangat berbagi.

Jakarta. Mei 2019, Pasca Kerusuhan 21 dan 22 Mei

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun