Asap api dan suara letusan telah menggiringmu, Nak
Kau masuk dalam perangkap heroisme yang kau saksikan pada layar gawaimu
Seharian dalam kesendirian berteriak- teriak melihat lakon jagoanmu terus berjibaku
Dalam drama pertarungan yang kau gerakkan
Memukau hanya satu itu yang hendak kau gambarkan
Lintasan adegan-adegan game online yang bisa kau unduh gratis memaksamu mencari tantangan.
Di pusat kota kebetulan karibmu mengajak menikmati tontonan orang-orang yang marah
kecewa oleh narasi- narasi konyol yang berhembus sepanjang waktu hingga menjadi fakta tak terbantahkan.
Dengan sigap kau membonceng motor temanmu merayap masuk kota sekedar penasaran
Terjebaklah kau saat mendengar narasi- narasi yang datang dari demonstran
Sementara suara- suara lain mengarahkanmu masuk dalam gelanggang peperangan
Seperti tergambar dalam arena game di layar gawaimu
Berlarian, menyusup dari gang satu ke gang lainnya, mencari senjata sekedar mempertahankan diri
berlari lagi untuk sebuah adrenalin yang menggelegak dalam energi mudamu
Kau masih ABG ledakan emosi masih labil tidak mengerti benar sebab akibat.
Akhir ketidaktahuan dan rasa penasaran membawamu pada nafsu ingin menyerang dan terpikat pada teriakan- teriakan lantang meneriakkanÂ
perlawanan. Lalu mengapa kau terpancing untuk ikut dalam kerumunan massa dan terjebak dalam kekalutan, sementara kau sebetulnyaÂ
bingung.Dimanakah malam membawamu Nak.
Sebuah palu, atau batu nyasar di dadamu.
Entah siapa, tidak yakin aparat yang telah melemparkan benda hingga memar di dadamu.
Kau tergeletak merintih dengan sayatan luka di tangan. Tidak ada yang peduli. Sedangkan gas air mata semakin pedih membasahi mata.
Berteriakpun suaramu akan terasa senyap sebab letusan- letusan molotov lebih membahana,
Asap, serta pijaran api membuat beberapa toko, mobil, motor membara.
Sedih pedih malam yang menjebakmu sendirian tanpa ada yang peduli,
senyap jiwa yang akhirnya pergi setelah berjibaku dengan penyesalan.
Mengapa harus sampai pada permainan game yang mengakhiri permainan ini?
Dalam sebuah peristiwa di mana sang pemilik kata, selalu mengelak tidak mau bertanggung jawab
atas suara tangis pedih orang tua, saudara yang terkaget kaget tidak mengira ada satu keluarganya yang menjadi korban nafsu berkuasa.
Dalam kesenyapanmu kau berjalan dalam keabadian dengan rasa penasaran temannya yang menyesal
membawamu dalam sebuah peristiwa yang tidak akan terlupakan selama hidupnya.
Turut berduka semoga tidak berulang lagi kekonyolan -- kekonyolan yang mengisi tragedi demi tragedi negeri ini. Sudahi narasi kebencian hidup dalam semangat berbagi.
Jakarta. Mei 2019, Pasca Kerusuhan 21 dan 22 Mei
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H