Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kalah Itu Bukan Akhir Segalanya, Pak Prabowo

21 Mei 2019   22:50 Diperbarui: 22 Mei 2019   08:44 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
antaranews.Bangka Belitung

Sebagai prajurit tempur Prabowo tentu siap menerima konsekwensi apapun atas usahanya dalam meraih mimpi menang di medan perang. Konsekwensinya adalah menang atau harus berkalang tanah gugur di medan laga. Kalaupun selamat tetap ada cacat permanen atas perang yang sudah dilaluinya. Cacat itu bisa kejiwaan maupun fisiknya.

Ada Kemenangan ada Kekalahan

Prabowo sangat pengalaman dalam pertempuran, Jika ksatria ia akan menerima kekalahan dengan legowo. Bahwa sebuah kekalahan itu terasa pahit untuk dirasakan tak bisa ditampik.  Tidak ada kesuksesan dimulai tanpa kegagalan. Kemenangan ada karena ada kekalahan. Yang menang tidak perlu tinggi hati yang kalah tidak segera putus asa. Masih ada hari esok, masih ada hari lain untuk merencanakan dengan matang pertempuran agar sukses dengan berbagai strategi setelah belajar dari kekalahan dan kegagalan.

Sayangnya ada orang- orang sekitar yang amat peduli pada Prabowo Subianto namun kebablasan dalam memberi masukan. Prabowo dikelilingi oleh orang- orang yang mempunyai ambisi kekuasaan yang besar, yang mempunyai misi tertentu entah dalam politik identitas, ada ideologi yang dipaksakan dengan kendaraan calon presiden yang mampu dirayu untuk mengakomodasi cita- cita mereka.

Saya yakin Prabowo itu seorang negarawan. Ia sangat tangguh menerima berbagai cacian, olok- olok dan gempuran pesimisme sebagian rakyat Indonesia. Prabowo begitu tabah menerima komentar- komentar pedas yang datang dari segala penjuru. Ia tetap yakin pada teman- temannya yang sudah hampir kehilangan akal bagaimana membuat Presiden Jokowi jatuh di mata rakyat.

Kecewa dengan Status yang Provokatif

Saya mengamati status- status di facebook, sesekali menimpali dengan kalimat kocak, tetapi ternyata pengguna facebook banyak yang tanpa lelah meledek. Mereka senang menjaga netizen tetap kritis, meskipun kadang dengan cara memperkusi orang- orang yang beda pilihan.

Saling silang kata terus membara tanpa henti, saling  sambar kata, saling memaki lewat kata, saling bermain api sehingga ruang media sosial menjadi perang kata- kata. Terkadang capek membaca status- status yang berupaya memojokkan pilihan orang. Ada yang kotbah masalah agama, ada yang asal beda, ada yang memperkusi, melakukan playing victim bahkan ada yang dengan kasar menganalogikan presiden sebagai diktaktor, curang, pembohong dan menganggap semua yang ia kerjakan hanyalah pencitraan dan presentasi kapitalis.

Kebencian mengudak udah emosi. Baik kepada Jokowi maupun kepada Prabowo. Saya sendiri secara spontan kadang mentertawakan blunder pemimpin yang sudah mengaku menang padahal KPU belum memutuskan apapun.

Quick Count pun tidak dianggap dan hanya membuat Prabowo dan teman- teman yang masih antusias membisiki Prabowo untuk terus melawan seperti melakukan tindakan halusinasi. Yang benar menjadi salah aroma kecurangan terus digaungkan seakan -- akan kecurangan biangnya adalah Jokowi.

Banyak pengguna media sosial gerah dan tidak segera move on. Statusnya selalu melihat ada aroma kegagalan pada rezim yang berkuasa saat ini. Gagal memelihara persatuan, gagal melakukan rekonsiliasi pada dua pihak karena kontestasi pemilu telah membelah pendapat, membuat persaudaraan menjadi renggang, teman saling bersikutan karena beda pilihan.

Menunggu Jiwa Kenegarawanan Prabowo

Yang lebih konyol lagi adalah elite politik yang senang masyarakat berselisih, sengaja memanas- manasi situasi, bertepuk tangan atas perang opini yang memanaskan suasana. Pak Prabowo sejukkan pengikut anda. Ingatkan bahwa perjuangan berat untuk merebut kemerdekaan itu bukan main susahnya. Jangan sampai rakyat tercerai berai karena anda tidak mengakui hasil pemilu ini.

Kekalahan itu memang menyakitkan, tetapi lebih sakit merasa menang padahal sudah jelas- jelas kalah. Kalau dalam permainan selalu ingin menang lalu apa makna permainan. Kalah menang itu jelas aturannya. Jika anda mempunyai skor  satu dan lawan anda mempunyai skor 5 tetapi anda ngotot menang dan menyalahkan juri atau wasit bagaimana logikanya.

Masih ada kesempatan untuk memperbaiki nama baik. Jangan sampai Pak Prabowo tercatat sejarah sebagai tokoh nasional yang menghalalkan segala cara untuk menang. Jika tidak puas ikuti mekanisme hukum. Jangan ajak pendukung anda menabrak aturan, melanggar peraturan yang sudah menjadi kesepakatan bersama. Sebagai mantan prajurit, perwira tinggi anda pasti menguasai pengetahuan bela negara, mengenal sejarah perjuangan bangsa.

Sebagai sosok negarawan butuh jiwa besar anda untuk meredam perseteruan. Hentikan wacana Kecebong dan Kampret, hentikan pelibatan ulama dalam perjuangan politik untuk merebut kekuasaan. Rasanya malu jika Alim ulama ikut mengotori tangan dan jiwanya dengan kegiatan inskonstitusional seakan- akan menghadapi ancaman musuh dari luar.

Musuh Terbesar adalah Diri Sendiri

Musuh terbesar sesungguhnya adalah diri sendiri, godaan terbesar terberat itu adalah hasrat untuk berkuasa. Dan jika hasrat kuasa itu hanya ingin menyenangkan orang- orang yang kecewa karena telah terlempar dari lingkaran kekuasaan, atau orang- orang yang  menumpang ingin menangguk keuntungan atas tujuan politik yang tidak benar- benar berjuang untuk rakyat tetapi semata- amta ambisi orang- orang tertentu.

Percayalah jika anda berbesar hati mengakui kekalahan, nama anda akan dikenang sebagai negarawan sejati. Kecurangan itu menurut saya adalah karena ada orang- orang yang ingin sukses dengan cara salah. Menganggap bahwa politik uang bisa mengarahkan pada kesuksesan meraih pundi- pundi kekuasaan. Jika anda seorang negarawan sejati pengabdian itu bukan hanya di pemerintahan. 

Bisa saja anda kembali mengabdi pada dunia pertanian, mendorong petani bekerja dengan metode pertanian modern, mendorong anak muda kembali mencintai pertanian. Mungkin lahan anda yang ribuan hektar itu bisa dimanfaatkan untuk memberi kesempatan anak bangsa mengolah kembali hasil- hasil pertanian. Jika sukses tidak perlu menjadi presiden untuk menjadi pemimpin. 

Anda akan tetap dikenang sebagai sosok "super" yang berjuang untuk orang- orang mau membangun bangsa. Itu jika anda mau... Jika jalan yang ditempuh anda adalah tidak mengakui pemilu 2109 ini lalu negara mau dibawa ke mana? Masuk ke jurang kelam perang saudara?

Jika anda akhirnya kalah setelah mencoba membeberkan fakta dan data atas kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif di MK, masih ada waktu  5 tahun yang akan datang tetapi rasanya semakin kecil kesempatan anda. Masih banyak orang- orang muda potensial yang layak memimpin negeri ini 5 tahun mendatang. Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun