Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

30 Artikel Budaya versus 3 Artikel Politik

14 Mei 2019   15:38 Diperbarui: 14 Mei 2019   15:55 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembaca Kompasiana tercinta mungkin itu sebuah gambaran bagaimana susahnya mencari pembaca dengan tema sosbud atau humaniora. Perlu 30 artikel lebih untuk bisa menembus 3000 viewer. Sangat susah memanen pembaca yang menyukai artikel sastra, sosbud dan humaniora. Boleh jadi juga artikel --artikel lain.

Politik itu memang ibarat wanita cantik. Menawan untuk dilirik dan dipandang lama- lama. Dari aroma judulnya saja sudah mengundang rasa penasaran, apalagi mengintip isinya. Isu- isu sensitif tentang presiden, caleg, manuver politikus dan kasus- kasus korupsi yang bisa dibedah- bedah dan ditelisik hingga kulit- kulitnya.

Artikel Sepi Pembaca

Boleh jadi sebenarnya pada realitanya kehebohannya tidak seheboh narasinya. Pinter- pinter penulisnya saja hingga artikel politik menjadi magnet paling kuat diantara artikel lainnya. Begitu gampangnya artikel politik menyodok ke tangga populer bahkan dengan cepat viewernya merambat sampai ribuan dengan durasi relatif singkat.

Sekelas Yon Bayu, Adjinata, Arnold Adoe, Febrianov, Susy Haryawan, dan penulis penulis lainnya yang konsisten menulis politik 3000 viewer bukan perkara susah. Yon Bayu mungkin hanya cukup 3 artikel langsung bisa menembus 3000 viewer.

Apakah saya iri.(dalam batin ya sih) tetapi perjuangan untuk konsisten menulis bidang- bidang humaniora itulah yang membuat saya bertahan. Mungkin pembacanya cukup sepi, tidak seheboh politik tetapi banyak hal bisa dipetik pelajarannya. Bukan hanya sekedar kuantitas pembacanya, Saya sedang belajar konsisten berjalan dalam jalur yang sesuai dengan kemampuan saya. Kalaupun dalam sepak bola saya adalah klub devisi 3 saya akan mencoba naik kelas pelan- pelan.

Mengapa Sepi Pembaca?

Di Kompasiana saya akui komunikasilah yang membuat saya sering ditinggal teman- teman. Saya tidak rajin datang mengetuk rumah teman- teman sehingga ada rasa malas membaca apapun tulisan saya.

Introspeksi saya adalah menjadi baik itu harus didukung kerja keras. Dan di Kompasiana siapa yang rajin dan sering bersilaturahmi merekalah yang akan mampu meraub keuntungan demi keuntungan bergabung dengan Kompasiana.

Banyak penulis berbakat, banyak penulis dengan kemampuan di atas rata -- rata. Jika ingin berada di level tinggi maka harus selalu menerapkan strategi untuk terus konsisten menjaga kualitas artikel atau menjaga kemungkinan artikel tetap berada pada tingkat keterbacaan tinggi. Sebetulnya bukan hanya politik. Seorang Latifah Maurinta yang konsisten di jalur fiksi tetap bisa bertahan di level tinggi dan banyak artikelnya konsisten dibaca oleh banyak orang.

Terus Semangat dan Pantang Putus Asa Meski Sepi Pembaca

Sebetulnya keluhan- keluhan saya itu hanya ingin melecut diri saja. Kalau umur boleh dibilang sudah cukup senior tapi pengalaman menulis dan jam terbang terus selalu ditambah. Yang belum cukup adalah membangun ciri khas yang bisa ditandai.

Khrisna Pabichara. Saya menilai ia adalah salah satu penulis yang selalu berada di level tinggi. Bahasanya yahud dan enak. Pantaslah ia mempunyai teman -- teman setingkat Seno Gumira Ajidarma, Iwan Kurniawan, dan Bambang Trims. Ia sudah memilih menulis sebagai pekerjaan utamanya. Sudah menulis buku yang mampu membranding namanya masuk dalam jajaran satrawan dan penulis Indonesia ternama.

Untuk menjadi penulis harus total, itu yang belum bisa saya lakukan. Saya baru mencoba konsisten menulis dan belumlah apa- apa dibandingkan anda yang dengan gagah berani bertahan dan professional memilih penulis, pengarang sebagai topangan hidup.

Saya mesti menulis sekitar 30 artikel bertema seni budaya untuk bisa paling tidak menggenggam point dan masuk dalam list Kompasiana penerima reward bulanan. Tapi sebetulnya bukan karena reward lalu rajin menulis, yang terpenting tentu menjaga konsistensi menulis. Uang dan keberuntungan akan mengikuti dari belakang. Kalaupun akhirnya gagal mewujudkan cita- cita untuk menjadi penulis profesional, paling tidak ada semangat besar untuk selalu belajar dan terus belajar. Terus berkarya karena sekecil apapun gagasan menulis yang pernah dishare ke pembaca tetap akan menjadi bagian sejarah hidup yang susah dilupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun