GBK pada 2014 ketika konser 2 Jari saya juga merasakan euforianya tetapi 2019 ini tetap lain. Kemegahan GBK dan auranya terasa lebih menggigit. Bisa berteriak, menari, memainkan tangan dan melihat tingkah unik orang- orang. Kalau ada yang nyinyir bahwa orang- orang tmapak murung itu hoaks, semua bergembira. Meskipun lelah, capai, tapi hasrat jiwa membara mengalahkan rasa lelah itu. Jakarta benar- benar dibuat tidak berdaya sejenak. Kemacetan di mana -- mana.
Tidak bisa dipungkiri, penyeberangan dipenuhi lautan manusia. Ada konsekwensi yang harus dibayar. Sampah bertebaran di setiap sudut dan tumbuhanpun ada yang terinjak- injak. Tetapi lepas dari semua itu masih ada pasukan semut yang menyisir, memunguti sampah. Yah namanya kerumunan. Belum banyak yang punya budaya langsung bersih -- bersih, tetapi ada yang relawan yang sadar untuk berbagi kerelaan untuk memebrsihkan sampah- berserakan.
Terimakasih teman. Pak Polisi, Pak tentara, tenang anda tidak perlu khawatir, kami membuat anda sibuk dengan huru hara akibat tingkah anarkhis kami, bia dilihat wajah- wajah yang datang, penuh senyum dan keceriaan. Anda masih bisa ngobrol, dan tidak perlu mengeluarkan senjara gas air mata untuk menenangkan. Ini pesta kegembiraan, Para petugas bisa ikut bergembira, dengan sapaan manis dari para gadis cantik dengan baju- baju unik, dengan baju putih yang dipadupadan. Kalaulah bau keringat yah maklum mungkin masih ada yang belum mandi sejak kemarin. Hahaha..
Oke baiklah, saya pamit pulang dengan perasaan luar biasa. Meskipun fisik lelah tetapi puas bisa menyaksikan GBK bisa diputihkan dalam gegap gempita kegembiraan. Masalah nasi bungkus memang ya kami bawa nasi bungkus tapi dari rumah. Kalau Kaos memang gratisan. Tapi bukan karena gratisan kami dipaksa datang. Kami datang karena satu tujuan. Indonesia satu dan Jokowi itu saja. Salam damai selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H