Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Serapuh Tembok Retak

5 April 2019   12:32 Diperbarui: 5 April 2019   13:12 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kolong langit ini aku merasa tidak ada teman yang mengerti tentang kegundahanku. Ketika sepanjang pagi hingga siang melewati pedestrian, jalan setapak di kampung padat penduduk bayangan di otakku hanya kamu. Kamu yang tidak pernah menerima kemurnian cintaku.

Kamu seperti bayang- bayang yang mengikuti ke mana kuberjalan. Orang- orang merasa aku seperti monster yang tidak punya rasa capai selalu berjalan sepanjang pagi hingga senja tiba. Saat pagi aku selalu menghindar bayangmu, maka aku terus melangkah hingga tidak lagi mengikuti tubuhku ini. Nyatanya kau kadang mendahuluiku dan kadang seringkali muncul di belakang, di tengah. Bayang itu akan menghilang saat tidak ada cahaya sehingga bayangan menyatu dengan kegelapan.

Sejak terakhir kau menolak cintaku retakan tembok cinta melebar. Rasa frustrasiku membuat aku tidak tahu bagaimana mengatasi rasa kecewa itu. Maka aku seperti melarikan diri dari kenyataan dengan berjalan dan terus berjalan.

Kata orang aku gila. Ah, itu hanya dugaan orang. Malah aku menganggap merekalah yang sudah tidak waras. Apalagi saat ini ketika musim pemilu tiba, banyak orang tiba- tiba merasa benar dan tidak ada yang mau introspeksi diri.

Mereka mempunyai kebenaran masing- masing dan bila kemudian dipertanyakan kebenaran seperti apa mereka marah dan balik membenci dan mengatakan. "Kau sesat". Aku yang kata mereka gila tersenyum geli dengan tingkah polah mereka.

Yang benar dikatakan salah, yang salah menjadi benar karena berasal dari mulut orang- orang yang suka berorasi di lapangan dengan janji ingin mengubah nasib rakyatnya dengan membebaskan penderitaan rakyatnya dengan janji muluk. Jika politisi mengatakan akan membebaskan pajak kendaraan bermotor aku yang dikatakan gila saja bisa tertawa cekakakan."Hello, sudah minum obat?!" Darimana logikanya pajak dibebaskan hanya untuk mengecap kesejahteraan, mengibarkan bendera keadilan?Situ yang waras atau aku yang memang benar- benar gila sih. Jangan- jangan kalian lebih gila daripada aku yang sudah nyata- nyata divonis gila oleh kalian.

Tembok retak di dinding hatiku memang semakin parah karena kekasih yang  hadir di mimpiku tidak pernah datang. Tapi melihat ketidakwarasan manusia menghadapi godaan  nafsu berkuasa aku jadi ingat bahwa manusia itu serigala bagi yang lain. Manusia bisa lebih gila dari hewan hewan pemangsa.

Sri Murni, atau panggilan akrabnya Imung adalah kekasih hatiku, Ia adalah pujaanku. Lesung pipitnya, gigi gingsulnya, senyumnya dan  matanya yang elok tidak akan mudah kulupakan. Sudah berkali- kali aku berusaha merayunya, berusaha menarik perhatiannya tetap gagal. Padahal aku  tidak terlalu buruk bahkan ada temanku yang mengatakan bahwa aku sebetulnya ganteng tetapi karena aku jarang merawat diri maka kegantenganku di tinggal di cermin saja. Ah itu satire namanya, seakan - akan menyanjung tetapi sebetulnya tengah menyindir.

Imung adalah pujaanku, segala gerak- geriknya benar- benar menyita perhatian. Benar- benar aku berharap bisa menikah dengannya suatu ketika. Kurawat kasih sayang itu dengan mengirimkan puisi, bunga, dan sejumlah tawaran voucher belanja. Tidak juga kau gubris rayuanku. Ratusan lembar kertas sudah kucoret coret untuk sebuah rayuan maut, menaklukkan cintanya. Nyatanya Imung sekalipun tidak mau menanggapi surat- surat yang kukirim lewat pos disertai perangko unik.

Melihat tembok retak di depanku aku serasa sudah pada batas usaha yang bisa kuusahakan akan bisa meminangnya.Harga diri sudah kubanting demikian kerasnya hingga perca- perca kepercayaan diri sudah terlanjur runtuh dan susah disatukan.

"Imung, Kapan kau mau menerima cintaku?"

" Maaf, sekali lagi maaf, mas. Aku tidak bisa membalas cintamu. Sejak dulu tidak pernah terbersit ada perasaan cinta yang bersemi di antara kita?"

"Tidak harus dengan cinta, cukup sebagai teman atau sahabat, mau?"

"Sudahlah, terima saja cintaku. Apa sih yang kurang dariku...?"

Aku tidak tahu harus  bagaimana menghadapi orang keras kepala begini. Kini hanya aku dan bilang pada kamu: " Terlalu pemilih akhirnya kau nanti tak terpilih lho sampai tua...?"

"Bertindaklah seperti tukang. Cari bagaimana pemecahannya, jangan mengeluh. Tukang yang baik tidak pernah menggerundel, Ia hanya fokus mencari akar dari masalah retakan. Ia tentu akan berusaha merunut saaat tembok dibuat, perbandingan campuran antara semen dan pasir, antara cengkeraman tembok yang kuat karena ditanam oleh kuda- kuda beton yang kuat atau hanya sekedar asesories?"

"Oh ya. Aku akan berusaha mengurai tali- tali besar yang menghambat tali percintaan yang tidak pernah tumbuh di hatimu."

Aku memilih jalan sunyi kehidupan. Meskipun otakku amat gaduh oleh rasa kecewa tetapi aku masih lebih waras dibanding mereka yang sibuk saling bantah dan sindir di media sosial. Aku percaya aku akan lebih bahagia jika manusia bisa mempertahankan kejujuran menghadapi hadangan- hadangan kebencian di lingkungan kita teman, Mas Bro, Dab dan Nona.

Kupandangi tembok retak cintaku barangkali lebih berguna jika aku buat lukisan daripada menjadi tua karena terlalu menyesal dengan kisah cintaku yang cacat seperti tembok retak.

Jakarta, 5 April 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun