Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bodo Amat, Saya Tetap Menulis!

15 Maret 2019   13:47 Diperbarui: 16 Maret 2019   21:39 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mau hujan deras dan petir menyambar- nyambar saya tetap menulis, bodo amat dengan yang lain!"

Ini artikel pembuka saya. Sekilas menampakkan ego bahwa sebagai penulis itu cuek,masa bodo dan tidak pedulian. Tapi jika ingin fokus menulis masa bodo kadang perlu untuk meyakinkan diri bahwa saat menulis keseriusan itu penting dan suara- suara sumbang yang mengurangi hasrat menulis perlu dijauhkan dari pikiran. Salah satu mengapa saya menulis artikel ini adalah ketika membaca buku Mark Manson The Subtle Art of Not Giving a F*ck (Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat)

Banyak Tantangan Saat Mulai Menulis

Ada banyak tantangan saat menulis. Rutinitas pekerjaan di kantor, penugasan tiba- tiba, malas, writer's block, anak sakit, diajak teman belanja, ngobrol, ngantuk, dan seabrek hambatan lain yang bisa menunda untuk beraktifitas menulis.

Di kantor saya sendiri yang paling hobi menulis diantara waktu luang, di rumah kesempatan menulis amat sempit karena kegiatan rutin rumah tangga. Tetapi komitmen menulis memang perlu dipegang hingga sesempit apapun menulis harus dilakukan.

Tidak banyak yang suka menulis di antara teman- teman sekerja maka ketika tulisan saya sering saya pamerkan mereka hanya bisa terkagum tetapi belum ada yang tergerak untuk ikut beraktivitas menulis.

Ada juga yang masih sinis dengan kegiatan menulis, karena hanya buang- buang waktu saja dan seorang penulis itu seorang yang cenderung pendiam, suka kesunyian dan penyendiri.

Penulis hanya berteman dengan kata- kata, buku -- buku, khayalan, imajinasi, seperti orang autis. Saya pikir Masa bodo dengan pendapat nyinyir.

Menulis sudah menjadi aktifitas rutin, hampir seperti kebutuhan untuk makan. Sehari tidak menulis seperti ada yang kurang, beberapa hari tidak menulis pembacanya melorot jauh. Tapi bukan takut pada tingkat keterbacaan yang rendah tetapi takut tidak bisa menulis lagi. Tekad menulis adalah menularkan kebiasaan baik berbagi pengetahuan, sharing kebiasaan dan pengalaman.

Dalam hal tertentu bersikap masa bodo itu perlu bukan berarti cuek atau apatis tetapi mengurangi pengaruh luar yang membuat hasrat, tekad dan semangat menulis menjadi kendor.

Menjadi penulis itu akan menghadapi banyak tantangan, apalagi jika tulisan kita (maaf saya) kritis dan sering menimbulkan polemik dan mengundang debat.

Lebih berisiko lagi jika memilih berseberangan dengan pendapat umum. Pembaca, netizen, masyarakat media sosial akan lebih sadis membantai meskipun mereka sebetulnya hanya membaca sekilas dan bahkan hanya membaca judulnya sudah bereaksi.

Menulis Butuh Tekad Kuat dan Konsistensi

Menulis itu perlu tekad kuat, perlu konsistensi dan kesabaran untuk memetik hasil. Untuk bisa sukses seorang penulis barangkali hanya membutuhkan beberapa bulan saja tetapi bisa saja setahun dua tahun dan sepuluh tahun lebih baru merasa yakin terhadap kemampuannya dalam menulis.

Ada penulis yang sigap dan tanggap terhadap perubahan, ada yang mengalir saja, mengikuti alur hidupnya. Ia tidak mentargetkan untuk sukses menulis, karena hobi maka seberapun hasilnya disyukuri saja.

Banyak kisah -- kisah hidup tentang penulis yang amat tragis bahkan berakhir sedih, tetapi banyak penulis sukses yang hidup seperti selebritis dan bergelimang harta karena kemampuannya dalam menulis. Membayangkan menulis akan memanggul pundi -- pundi uang tentu saja akan gampang kecewa, jika tidak bisa memenuhi target menjadi penulis besar.

Seorang penulis yang serius lebih merasa masa bodo apakah tulisannya dibaca banyak orang atau hanya sekedar menjadi bungkus makanan. Baginya menulis adalah menulis, menuangkan pikiran, menuangkan gagasan dan menginspirasi banyak orang dengan merangkai huruf demi huruf.

Pramoedya Ananta Toer, salah satu penulis yang tidak peduli apakah tulisannya membuat panas penguasa lalu diburu dan akhirnya dijebloskan dalam penjara dengan tuduhan makar, tahanan politik terindikasi komunis.

Pramoedya kenyang menghadapi kesengsaraan dan tetap menulis meskipun dalam penjara. Karena nuraninya tetap harus menyuarakan kebenaran maka apapun resikonya sudah menjadi konsekuensi masa bodo dengan segala kesengsaraan dan intimidasi dari penguasa. Menulis sudah menjadi darah dagingnya. Tidak menulis berarti menunggu kematian mendekat lebih cepat.

Penulis yang berakhir dengan kehidupan tragis adalah Ernest Hemingway. Sudah diketahui umum bahwa pemenang nobel (1954)ini harus mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri 2 Juli 1961. Tulisan- tulisan Ernest sangat menginspirasi terutama salah satu karyanya yang melegenda yaitu The Old Man and The Sea.

Sikap "Bodo Amat" untuk Meneguhkan Pilihan

Kisah- kisah penulis itu memberi banyak dorongan pada saya untuk berpikir masa bodo dengan teman- teman yang tidak suka menulis, saya tetap akan menulis.

Masa bodo dengan suara nyinyir yang sering terdengar ketika mereka menilai saya menjadi cenderung introvert atau kasarnya dikatakan autis.

Saya melakukan pekerjaan atau hobi menulis karena suka dan saya setuju dengan pendapat Pramoedya Ananta Toer: "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

https://www.pdfkitapciniz.com
https://www.pdfkitapciniz.com

Jadi jika teman teman tertarik untuk menulis segeralah menulis. Tidak harus menunggu ahli, tidak harus mengumpulkan daya agar bisa menulis yang baik. Kunci menjadi seorang penulis itu adalah menulis, menulis dan menulis.

Dalam proses menulis seseorang akan menemukan banyak pengalaman. Termasuk ketika bingung dalam mengolah kata, bagaimana menuangkan kata  dalam satu paragraf ke paragraf selanjutnya.

Tantangan menulis hanya bisa dirasakan ketika seseorang konsisten menulis dan tidak mudah menyerah hanya karena ada sebuah tragedi yang menyurutkan langkah dalam menulis.

Mengikuti proses menulis adalah mengikuti kehidupan itu sendiri. Ada misteri ada keterkejutan, ada rasa penasaran, ada perasaan minder, kecewa, cemas dan penaklukan- penaklukan perasaan lain hingga akhirnya menemukan kenyamanan saat menulis.

Jadi jika ada seorang teman mempertanyakan "Apakah anda bisa hidup bahagia dengan menulis?apakah dengan menulis bisa mengubah sejarah?" Jawab saja " Bodo amat saya tetap menulis!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun