Kemacetan Lalu Lintas dan Tipisnya Kesadaran Mematuhi Rambu Lalu Lintas
 Lihat Jakarta  di sekitar Roxi, Daan Mogot, Jalan Panjang, Matraman, Palmerah, Cililitan, Kramat Jati, Kebayoran Lama, Kreo. Hampir tiap hari saat pagi ketika orang berangkat kerja dan saat pulang sekitar jam lima sore.Â
Tumpukan kendaraan motor yang meraung- raung, memekakkan telinga, motor yang menyusup di antara mobil - Â mobil, dengan kesabaran yang menipis. Sebentar- sebentar akan meledak emosinya jika tersenggol, sebentar- sebentar klakson berbunyi di perhentian atau saat lampu merah menyala.
Bayangan jalanan lancar menjadi sirna dan pengendara terpekur dengan perasaan marah karena terjebak macet. Mundur kena maju kena nah lho.
Apa guna peraturan, Â hukum jika pada akhirnya hanya untuk dilanggar. Malah pelanggar lebih galak dan seperti tidak terima ketika disalahkan. Emosi masyarakat muncul ketika polisi, petugas pengatur lalu lintas mendapat berusaha menegur pelanggar. Bahkan kadang ada polisi dikeroyok oleh pengendara akibat menilang pengendara motor.
Kunci Perubahan: Masyarakat yang Harus Berubah
Itulah mengapa Jakarta tetaplah Jakarta yang dulu yang selalu bangga dengan kelakuan bar- bar dari masyarakat urban yang cenderung susah diajak tertib. Bagaimana membenahi Jakarta dan mengubah Jakarta menjadi ramah lingkungan? Yang harus berubah tentu masyarakatnya sendiri.Â
Hanya dengan himbauan, spanduk -- spanduk di pinggir jalan tetap percuma. Sebab yang menjadi kunci lingkungan sehat adalah masyarakatnya sendiri yang mau diatur dan tidak masa bod dengan lingkungannya.
Tugas masyarakat sebetulnya mudah. Menasehati diri sendiri untuk sesekali tidak menggunakan kendaraan pribadi saat pergi kerja. Mengalah untuk moda transportasi umum.Â
Memang ribet dan awalnya tidak nyaman karena tidak praktis, tetapi jika kemudian kebiasaan masyarakat bisa diubah pelan- pelan tentu akan mengurangi polusi yang sudah pada tingkat mengkawatirkan. Jika masyarakat sudah terbiasa naik kendaraan umum dan menyediakan waktu menikmati pedestrian yang disediakan pemerintah Ibu kota betapa segarnya kota Jakarta.Â