Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Benarkah Menulis Hanya Buang-buang Waktu Saja?

7 Maret 2019   15:45 Diperbarui: 8 Maret 2019   12:01 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Time is Money. Waktu adalah uang kata orang - orang yang sedang dikejar target untuk kejar setoran, hal hal lain seperti hobi membaca, hobi menulis dan hobi lain yang tidak produktif. Seorang sales pebisnis bisa dengan enteng mengatakan "menulis hanya buang- buang waktu saja". Pertanyaannya apakah menulis hanya kegiatan buang buang waktu saja?

Penulis dan Suara Nyinyir 

Jika pernyataan itu ditujukan kepada penulis tentu saja penulis akan meradang. Jauh lebih bermanfaat jika waktu luang bisa dimanfaatkan dengan kegiatan positif seperti menulis. Apalagi jika ditujukan kepada penulis profesional yang hidupnya memang ditopang dari menulis.

Secara tidak langsung saya pernah disindir ketika dalam waktu luang saya sering memanfaatkan peluang itu dengan menulis. Apa sih gunanya menulis. 

Tidak membuat kaya, malah sering buang pulsa karena ketika menulis dan mengupload tulisan butuh paket data internet. Bukankah banyak pekerjaan yang langsung bisa dirasakan ketika seseorang bekerja rewardnya adalah uang. 

Menulis di blog seperti di Kompasiana misalnya. Lebih sering mengeluarkan modal daripada mendapatkan keuntungan. Maka ketika saya larut dalam hobi menulis ini banyak kerabat, teman, saudara yang tidak merespon positif. Sudah menulis ratusan tetap saja tidak menambah pundi - pundi uang dan malah larut dalam kesendirian bersama tulisan- tulisan yang kadang sepi pembaca, artikelnya segera lenyap tanpa respon positif pembaca.

Ujian Mental Penulis

Masih setia dengan menulis ketika tulisanmu hanya seperti angin lalu?Mampir sebentar lalu hilang ditelan bumi. Beruntung jika nangkring di kolom Artikel utama atau kolom populer keterbacaannya tinggi. Jika hanya puluhan yang membaca ngapain susah - susah menyediakan waktu hanya melakukan kegiatan yang tidak menghasilkan keuntungan. 

Nah serangan - serangan kata- kata nyinyir inilah yang sering membuat penulis jatuh mental. Lalu kendor dalam menulis hingga akhirnya kapok menulis.

"Betul khan menulis itu hanya buang- buang waktu, percuma tidak memberi efek pada kehidupanmu sehari hari!". Sakit benar seorang penulis jika dikatakan begitu. Tetapi itulah bagian dari ujian. Seorang yang suka menulis harus tebal telinga, tebal muka menghadapi orang orang yang nyinyir yang menganggap kegiatan literasi hanya buang- buang waktu saja.

Menulis itu adalah sebuah proses bagi seseorang untuk menjadi bijak. Sabar kuncinya Tantangan di sekitar banyak, suara- suara sumbang tentang menulis pasti banyak, serangan- serangan untuk meruntuhkan mental penulis muncul dari berbagai sisi. Bahkan penderitaan menjadi teman setianya mengarungi kegiatan yang kental dengan kesunyian tersebut.

Penulis dan Perasaan Sunyi

Bayangkan banyak penulis sepanjang hari berkutat dengan kata- kata, duduk berjam- jam untuk merangkai kata menjadi kalimat, dari kalimat menjadi paragraf dan kemudian tersusun dari bab ke bab dari satu artikel ke artikel berikutnya.  Sesudah itu harus menghadapi saat penulis berusaha membaca kembali apa yang sudah ditulis. Jika tulisan jelek ia akan mengulang menulis lagi (rewriter). 

Kegagalan demi kegagalan akrab menyapa, kesunyian demi kesunyian mampir di benak penulis saat rangkaian kalimatnya hanya tepekur tanpa ada pembaca yang mencoba mampir dan memberi vote... sekedar memberi vote saja susah benar. Kadang penulis merasa sakit hati, pedih, perih menyaksikan tulisannya hanya terpajang sebentar lalu menghilang kekurangan apresiasi.

Ibaratnya ketika pedagang sudah berteriak- teriak keras untuk menawarkan dagangan tapi tidak ada satupun pembeli yang mampi menghampiri alih alih menawar malah  hanya melengos dengan tatapan aneh bin menyebalkan. 

Tapi semua proses itu memang harus dilalui. Pelan- pelan. Untuk menjadi bagian dari sejarah yang mengerti betapa susahnya mencapai puncak tentu harus bekerja istilahnya berdarah- darah untuk mendapatkan kepuasan yang diinginkan.

Pekerjaan "Receh" dan Perasaan Disepelekan

Itulah banyak orang yang meremehkan orang yang hobi menulis atau memilih total dalam bekerja sebagai penulis/ pengarang /penyair yang siap menderita untuk merengkuh asa menjadi seseorang yang sukses dalam menulis.

Akan banyak cibiran, nyinyiran serta kata  - kata yang perih yang bisa saja mengiris tekad bulat menjadikan tulisan sebagai satu- satunya andalan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga.

Jika tujuan menulis adalah untuk memperoleh uang, ketenaran dan kesuksesan seperti halnya ketika seseorang bisa mencapai puncak karier sebagai CEO akan banyak penulis yang "bunuh diri". sebab yang hadir hanya rasa kecewa, kecewa dan kecewa. 

Anda tentu akan banyak menemui kenyataan pahit memilih menjadi seorang penulis jika akhirnya yang dilakukan penulis hanya setengah- setengah, tidak total.

Bukan berarti menulis itu profesi tidak menjanjikan, tapi banyak syarakt jika seseorang memilih menjadi pengarang, penyair, novelis. Selain konsisten menulis, seorang penulis harus mempunyai target jelas agar waktu yang ada bisa benar- benar mampu dimanfaatkan untuk hobi yang tidak berkonotasi buang - buang waktu.

Agnes Jessica memilih menulis  daripada menjadi pengajar atau guru matematika sebuah sekolah elite di ibu kota karena ia bisa menjamin dirinya hidup dari novel - novelnya. Andrea Hirata  memutuskan total menulis dan meninggalkan pekerjaanya sebagai pegawai negeri karena dengan menulis ia merasa bisa berkembang dan mampu hidup dari menulis. 

Ia lebih leluasan menyediakan waktu untuk  riset, travelling, keliling dunia tanpa diganggu kegiatan rutin seperti ketika bekerja kantoran yang harus mengikuti aturan kerja, tidak boleh bolos sembarangan dan tentu disiplin masuk dan pulang kantor.

Waktu luangnya banyak untuk menulis, sisanya untuk melakukan kegiatan yang mendukungnya sebagai seorang penulis seperti mencoba melihat situs sejarah, melihat lokasi yang akan ia buat ide untuk menulis, melakukan penelitian kecil terhadap kasus - kasus yang beredar di masyarakat sehingga tulisannya nanti bukan hanya sebatas khayalan tetapi juga ada signifikansinya dengan tempat, pola budaya, bahasa, adat- istiadat dan kebiasaan- kebiasaan suatu daerah hingga tulisannya bisa dikatakan muncul dari kisah- kisah yang berada di tengah- tengah masyarakat.

Bekerja Untuk Menginspirasi Masyarakat

Seorang penulis harus mampu membuktikan bahwa kegiatan menulis adalah kegiatan positif yang mampu dijadikan sandaran hidup jika ditekuni. Penulis harus mampu mengubah stigma buruk itu menjadi kampanye positif mendorong masyarakat gemar membaca dan menulis.

Untuk menjadi sukses tentu saja penulis tidak hanya produktif dan suntuk sepanjang waktu menulis hingga lupa waktu. Menulis tentu bukan hanya dialog pikiran dengan diri sendiri. 

Menjadi menarik jika menulis mampu menginspirasi, mendorong orang kreatif dan mencerahkan masyarakat yang tengah dirundung duka akibat bencana alam atau sedang ditimpa oleh krisis kehidupan yang memaksa seseorang berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Mati dengan jalan pintas! Itu namanya sia- sia.

Menulis sebagai Gaya Hidup

Jika menulis sudah bisa dijadikan sebagai gaya hidup yang menyenangkan dan mampu menghidupi serta membuka jalan sukses mengarungi hidup dan tidak ada lagi orang yang menyindir dengan nyinyir terhadap pilihan seseorang senang menulis maka penulis akan merasa bahagia karena akhirnya menulis bisa menginspirasi banyak orang untuk selalu berpikir optimis bahwa Tuhan akan memberi jalan pada siapapun yang berusaha keras dan optimis terhadap pilihan pekerjaan yang disenanginya. 

Jadi menulis itu kegiatan positif yang memberi banyak peluang pekerjaan, memberi jalan untuk keluar dari stress dan depresi, menghadirkan selingan yang menyenangkan dan membahagiakan. Tidak ada yang mengatakan Menulis hanya buang- buang waktu saja. Salam Literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun