Pada suatu masa sebelum konsili Vatikan II Relasi agama Katolik juga sempat mengalami masa kegelapan terutama ketika kepemimpinan Paus Pius XII mengekskomunikasikan seorang teolog Yesuit yang menyatakan bahwa setiap orang yang tidak dibabtis pasti masuk neraka. Saya jadi teringat tulisan- tulisan di media sosial yang ditulis oleh netizen yang menyatakan kaum kafir, yang tidak sama akidah dengan Muslim akan masuk neraka. Hanya merekalah yang masuk surga karena keyakinannya adalah yang paling benar.Â
Fanatisme agama menurut saya adalah karena pemahaman yang dangkal pada ajaran -- ajaran agama. Jika setiap orang hanya mengutip ayat- ayat yang mengarah pada pemahaman eksklusif dan melihat keyakinanyang lain yangtidak sepaham dalah kafir dan salah. Jika kafir dan salah berarti berdosa. Karena berdosa dan salah maka perlu dijauhi agar tidak terkontaminasi oleh paham yang salah. Kalau perlu yang salah itu disingkirkan atau dimusnahkan. Itulah yang akhirnya muncul paham radikal (maaf itu menurut pendapat penulis bukan berarti mewakili pendapat umum)
Kerendahhatian Kunci Toleransi dan Relasi Antar AgamaÂ
Saya tertarik dengan simpulan Romo Magnis bahwa orang beragama harus rendah hati. Sudah lewatlah dimana agama- agama dengan sombong berlaku seakan- akan masing- amsing secara ekslusif memegang kunci surge dan neraka. Allah tidak pernah menyerahkan kunci itu kepada manusia. Bisa jadi keyakinan kaum beragama secara nyata juga dekat dengan Allah dengan cara masing- masing untuk menghormati dan percaya pada Maha Pencipta.
Lebih lanjut Romo Magnis menyatakan hanya dengan kerendahan hati yang tidak dibuat- buat itu agama- agama menjaga kredibilitas mereka dalam suatu dunia yang semakin muak dalam kepicikan, kebencian dan kekejaman yangdiperlihatkan oleh sekian orang beragama.(Iman dan Hati Nurani hal 21)
Toleransi dan intoleransi universal adalah bahwa sebagai manusia menghormati dan menghargai pendirian orang lain sangat penting, manusia ditakdirkan berbeda antara satu dengan yang lain, wajar jika dalam setiap hubungan selalu ada perbedaan pendapat, menghormati pendapat dan pilihan orang lain itu juga wujud toleransi.
Ucapan Selamat Hari Raya untuk Agama Lain
Apakah dengan mengucapkan Selamat hari raya agama lain berarti pengakuan bahwa adanya agama lain. Menurut saya tidak juga, spontanitas pengucapan selamat itu lebih untuk merasakan kegembiraan atas orang lain yang kebetulan sedang merayakan hari raya. Tidak salah juga bersimapti atau empati atas kegembiraan orang lain. Dan ketika pengucapan dipermasalahkan oleh yang menganut agama intoleran. Mungkin oknum yang melarang itu tidak mengerti esensi dalam hal beragama. Itu hak mereka, tidak rugi juga tidak diberi ucapan. Yang penting relasi sosial terjaga tidak masalah.Â
Toleransi memang menuntut kedalaman berpikir, pengertian dan menghormati hak orang lain. Menurut saya rasa empati atas kegembiraan saudara yang kebetulan sedang merayakan hari raya tetap harus ditunjukkan. Dulu ketika hidup di Kampung mayoritas beragama Islam tapi toleransi masyarakat amat tinggi sehingga ketika keluarga merayakan Natal mereka ikut menghadiri perayaan tanpa perlu harus mengikuti ritual doanya. Jadi sebetulnya jika masyarakat hidup dalam suasana toleransi tinggi tidak masalah ikut merasakan kegembiraan saudara yang kebetulan berbeda agama. Toh setiap agama selalu mengajarkan kedamaian dan kasih antar sesama.
Toleransi saling Menjaga kerukunan
Terimakasih Untuk Umat Muslim yang ikut menjaga suasana Natal tetap damai dan tenang. Damai di hati damai di dunia. Mari saling toleransi dalam menjalankah ibadah agama masing- masing.