Saya melihat aktifitas menulis belum bisa dikatakan familiar di kalangan guru. Kebetulan saya adalah seorang guru. Terbiasa melakukan pekerjaan administrasi, dari menyusun lesson planning atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), analisis ulangan Harian, kisi ulangan. Gurupun dituntut mahir membuat PTK (Penelitian Tindakan Kelas).Â
Dan seabreg pekerjaan yang menyita perhatian pada tujuan utama guru yaitu mengajar. Aktifitas menulis karena beban pekerjaan itu membuat guru akhirnya sering hanya copy paste dari rekan kerja lainnya dan hanya sedikit mengganti materi pembelajaran dan nama kepala sekolah serta tanggal. Saya terus terang agak tidak nyaman mengerjakan tugas rutin guru tersebut.Â
Bukannya lesson planning harus sederhana tapi mengena. Yang penting tujuan pembelajaran tercapai dan  anak didik mendapat pengalaman berharga dari guru yang menjadi sumber motivasi belajarnya.
Memindahkan Bahasa Lisan ke Bahasa Tulis
Guru harus mulai berpikir bahwa ia memang harus mencari alternatif kegiatan yang merangsang berpikir. Salah satunya tentu dengan menulis. Tetapi menulis itu bukan perkara mudah bagi yang tidak terbiasa. Yang susah itu mengawalinya. Padahal menurut obrolan di ruang guru mereka pengin menulis, tetapi tidak mempunyai keberanian untuk mengawalinya.Â
Yang aneh adalah banyak guru Bahasa Indonesia secara teori sangat menguasai bagaimana caranya menulis tetapi mati kutu bila harus menulis artikel atau karangan lain semacam cerpen, puisi atau prosa. Memang menguasai secara teori bukan berarti bisa mempraktekkannya.
Sampai sekarang meskipun boleh dikatakan pengalaman menulis itu cukup tetapi rasanya masih selalu merasa kekurangan dibandingkan dengan penulis yang mempunyai bakat luar biasa. Tetapi seorang penulis tidak harus minder karena tiap penulis mempunyai karakter tersendiri yang beda dengan yang lain. Dan yang jelas mereka yang bergelut dalam dunia tulis menulis tidak merasa tersaingi dengan keberadaan penulis lainnya. Malah semakin banyak teman dekat yang suka menulis kebahagiaan menjadi berlipat.
Bagaimana Menularkan Hasrat Menulis pada Rekan Kerja?
Lalu bagaimana saya mampu menularkan hasrat menulis. Tidak banyak obrolan yang saya kemukakan kepada teman, saya hanya mencoba memperlihatkan karya saya baik yang sudah pernah dimuat media massa maupun yang rutin saya tulis di platform blog semacam Kompasiana. Â Respon teman cukup beragam ada yang benar- benar pengin, tetapi ada yang merasa bahwa ia tidak mempunyai bakat.Â
Saya pikir kemampuan menulis itu tidak perlu bakat, yang perlu adalah niat dan meluangkan sedikit waktu untuk menulis. Â Ilustrasinya setiap orang pasti bercerita. Kepada teman ia biasa ngobrol dan merangkai kata menjadi semacam cerita. Nah, Menulis itu mirip dengan orang ngobrol. Â Seseorang hanya mengubah dari bahasa lisan ke bahasa tulis.
Kunci Menulis itu Menjadi Pembaca yang Baik!
Menulis itu akan lebih mudah jika seseorang juga menyukai aktifitas membaca. Seorang guru seperti saya memang harus akrab dengan bacaan. Tanpa bacaan ide menulis terasa kering.Â
Ketika  teman mulai tertarik untuk ikut menulis rasanya ia harus selalu diajak berdiskusi, ngobrol, dan sekedar tukar pengalaman. Bertukar pengalaman sangat penting untuk memberi motivasi bahwa kegiatan menulis itu bukan hanya mendapat honor semata, tetapi lebih pada kepuasan bathin bisa memberi kontribusi pemikiran untuk kemajuan bangsa.
Bagaimanapun akan menjadi nilai positif jika seorang guru mampu menjadi penulis. Banyak contohnya salah satunya adalah ST Kartono yang sudah banyak menulis opini di koran, menghasilkan puluhan buku dan sekarang ini sangat laris diundang menjadi motivator, pembicara dalam hal tulis menulis.Â
Menulis itu tidak merugikan malah menguntungkan. Tidak perlu berhitung pada pulsa internet, karena suatu saat aktifitas menulis jika ditekuni akan menghasilkan nilai plus bagi diri sendiri dan membuka peluang untuk menjadi penulis professional jika ditekuni secara total.
Bahagia Bisa Berbagi Pengalaman Menulis
Rasanya bahagia jika melihat seorang teman yang akhirnya ikut menulis. Karena berarti  ada teman yang bisa diajak berdiskusi tentang hasrat menulis, atau bertukar pengalaman bagaimana rasanya bisa menulis di koran, menyusun buku dan bahkan menjadi pemenang dalam lomba menulis.Â
Saya merasakan kebahagiaan ketika suatu saat nama saya masuk sebagai salah satu pemenang di lomba menulis di Kanisius, terpilih menjadi pemenang di salah satu lomba cerpen dan akhirnya cerpen itu dibukukan , dan akhirnya bisa kita miliki atau dikasih diperpustakaan kantor . Ternyata dari hobi menulis satu persatu tulisan hasil kreatiitas kita mendapat apresiasi. "Oh , hebat Joko kamu sekarang menjadi penulis". Tulisan yang sudah menjadi buku itu merupakan bukti sejarah otentik.
Sebab, meskipun semakin banyak penulis yang muncul ceruk rejeki seorang penulis tidak akan berkurang. Tiap orang pasti mempunyai jalan sendiri dalam proses kreatifnya dan saya yakin tiap --tiap tulisan sudah empunyai pangsanya sendiri, jadi tidak perlu takut tulisan tidak terbaca.
Bagi anda yang kebetulan penulis,yuk berbagi pengalaman kepada teman satu atau dua saja di antara rekan kita yang mau meluangkan waktu menulis. Pastinya yang anda rasakan adalah rasa bahagia, bukan iri dan takut kita akan tersaingi.Â
Maka ketika saya bisa berkumpul dengan para penulis hebat di kompasiana  (forum kopi darat dan Kompasianival )saya merasa tersanjung sebab meskipun tulisan saya masih harus sering diberi kritik, saran dan perbaikan sana- sini, tetapi tetap bersyukur bahwa baik mereka yang hebat menulis , sering menyabet berbagai penghargaan mereka tidak mengambil jarak, tetap akrab sebab mereka tahu bahwa sesama penulis merasa penting untuk saling berbagi pengalaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H