Nostalgia Orde baru itu sudah usai sejak reformasi. Sebagai  keluarga pegawai negeri kami mempunyai takhta tersendiri, meskipun sebenarnya dari sisi kesejahteraan  harus menjalankan strategi gali lubang tutup lubang karena sesungguhnya gaji pegawai negeri sekelas guru desa hanya cukup untuk setengah bulan, selebihnya kami harus makan dari hasil ladang dan sawah.Â
Bisa juga nyambi menjadi ojek, atau mengajar lagi di swasta. Les privat jangan harap mendapatkan uang. Keistimewaan Penilik Sekolah seperti ayah adalah karena banyak tips dari sekolah-sekolah swasta, hadiah kecil atau sebentuk gratifikasi kecil kecilan. Tetapi itu umum dan sudah membudaya.Â
Selama menjadi pegawai negeri merasakan empuknya mobil itu seperti hanya mimpi. Maka saya dulu kurang berminat menjadi pegawai negeri. Beda dengan sekarang  apalagi PNS di Jakarta yang sudah terjamin kehidupannya (kalau tidak bergaya borjuis)
Bagaimanapun sebetulnya ada keteraturan terutama pada sektor pertanian. Klompencapir, sistem organisasi pertanian lebih tertata karena kelompok kerja petani yang mengatur tentang pengairan, bibit padi, pengaturan penanaman padi dan koperasi.
Tetapi bila ditawarkan untuk kembali berdemokrasi seperti orde baru tentu akan berpikir amat panjang. Demokrasi penting, tetapi banyak celah memang menghadapi demokrasi yang cenderung kebablasan seperti sekarang ini.Â
Banyak orang bebas memaki, mengolok olok dan mengecilkan arti pemerintah. Apalagi pegawai negeri sekarang seperti bergerak liar tanpa naungan sehingga sering membuat birokrasi kelimpungan.Â
Pegawai negeri yang relatif  makmur sekarang seperti menari- nari, euforia oleh jaminan kehidupan yang memanjakan mereka. Lupa bahwa mereka harus menghidupkan birokrasi, mengikuti irama pemerintah bukan diam diam bergerak merangkul ideologi internasional berbasis keagamaan.
Orde Baru itu tinggal sejarah, sosok otoriter Soeharto itu masa lalu, yang harus disambut sekarang adalah spirit baru dimana demokrasi dijunjung tinggi, kebebasan berpendapat dijamin tetapi bukan berarti bebas memaki- maki atau bebas mengumpat. Tetap dalam koridor demokrasi yang sehat yang masih dalam naungan Pancasila sebagai pembeda dari negara demokrasi lainnya.
Menatap Ke depan Bukan  Berpaling Ke masa Lalu
Indonesia bukan negara agama, bukan diatur oleh perda- perda khusus yang membedakan agama satu dengan yang lain. Indonesia itu multi ras, bermacam agama dilindungi negara. Aspirasi masyarakat itu tidak hanya mengakomodasi satu agama, satu suku, satu partai politik.Â
Sebagai negara kepulauan, dengan ribuan suku, bermacam- macam ras harus sepakat bahwa bila negara maju toleransi, kebebasan menjalankan ibadah agama di dijamin oleh undang- undang.Â