Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Ternyata Ide Menulis Itu Teramat Dekat

28 November 2018   13:55 Diperbarui: 28 November 2018   17:13 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dulu ketika sebelum ada blog saya sering menulis di surat pembaca (dokumen pribadi)

Tentunya awal membaca karya sendiri terasa banyak kejanggalan, terutama mengenai penggunaan kata- kata yang tidak efektif, sering diulang- ulang dari paragraf satu ke paragraf selanjutnya.

Ide Datang Ketika Banyak Masalah

Jujur ide menulis akan lebih lancar bila saya sedang dibekap masalah. Karena tidak terbiasa mengungkap kemarahan maka saya mengekspresikan dengan menulis. Kadang ketika membaca ulangannya saya terkaget- kaget dengan tulisan- tulisan yang tertulis di buku itu. 

Ekspresi rasa kecewa, marah, benci menjadi sebuah jalinan cerita yang kadang mengejutkan. Karena ingin lepas masalah maka saya semangat dalam mengungkapkannya tanpa dibatasi durasi, pilihan kata dan teori- teori yang mengiringi. 

Pokoknya menulis hingga akhirnya pelan- pelan masalah menjadi ringan karena sudah diekspresikan lewat menulis. Dan hasilnya kadang luar biasa. Ketika dengan malu malu saya tunjukkan ke teman saya mendapat tanggapan:

"gaya tulisanmu  bagus... (dalam bathin saya bantah) bagus dari mana?
"Wong masih acakadut teman. Betul kamu berbakat?
"Berbakat bagaimana wong saya hanya menuliskan kegalauan saya."
"Itu ungkapan jujur. Sebaiknya kau menulis secara total."

meninggalkan jejak tulisan di tabloid yang sudah dibreidel Detak ketika awal runtuhnya orde baru tulisan saya sekitar tahun awal 1999(Dokumen pribadi)
meninggalkan jejak tulisan di tabloid yang sudah dibreidel Detak ketika awal runtuhnya orde baru tulisan saya sekitar tahun awal 1999(Dokumen pribadi)
Bantahan yang mengandung pertanyaan itu adalah hanya menutupi rasa minder yang muncul saat tulisan dipublikasikan. Dulu ketakutannya adalah ditolak dan tidak ditayangkan, malah melihat gaya bahasa yang masih belum sempurna karena masih dalam proses belajar. 

Dari perbagai pengalaman menulis rasa minder itu muncul karena bahasa (saya) masih kacau balau kalau dibandingkan dengan gaya bahasa di koran kompas, Detak, Majalah Tempo.

Dulu saya mempunyai standar tinggi untuk bisa menikmati gaya tulisan koran dan majalah nasional. Maka secara ketengan saya membeli koran (terutama Kompas) dari hasil uang saku saya. Sering dimarahi karena uang yang seharusnya untuk jajan malah dibelikan koran.

Dulu ketika sebelum ada blog saya sering menulis di surat pembaca (dokumen pribadi)
Dulu ketika sebelum ada blog saya sering menulis di surat pembaca (dokumen pribadi)
Kalau penulis meneliti tulisan sendiri bagaimana akhirnya  berani menayangkan tulisan tanpa merasa minder, ya karena yakin setiap orang mempunyai ciri dan gaya dalam menulis. 

Dulu penulis sering mengikuti gaya tajuk rencana Kompas. Pilihan kata di tajuk rencana yang singkat padat berisi begitu memukau. Sedangkan ketika mengikuti tulisan kolom saya merasa perlu membaca Umar Kayam di harian Kedaulatan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun