Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"A Man Called Ahok" Potret Kehidupan Sang Pelawan Arus

13 November 2018   08:29 Diperbarui: 13 November 2018   09:17 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerja Keras ,  Idealisme dan Keteladanan  
Dengan melihat Film A Man Called Ahok penulis merasa bahwa masyarakat harus berubah untuk bisa maju. Kerja keras, sangat penting untuk bisa mengangkat derajad keluarga. Tipe-tipe karakter etnis China yang tidak gampang putus asa dalam mengembangkan usaha patut ditiru. Kedermawanan itu sebuah hal yang langka. Tidak banyak orang yang mempunyai sifat dermawan yang tergambar dalam sosok ayah Ahok Tjung Kim Nam. Mungkin satu diantara ribuan orang.

Ketika Ahok akhirnya harus mendekam di penjara karena idealisme dan tuduhan penista agama, masyarakat yang kebetulan menonton dan membaca buku A Man Called Ahok karya Rudy Valinka dengan akun twitternya @kurawa bisa menarik kesimpulan nilai nilai kebaikan Kim Nam.

Untuk maju dan berkembang manusia perlu ulet dalam usaha tetapi sebagai manusia yang merupakan bagian dari masyarakat sosial tolong menolong itu penting. Kedermawanan penting karena sesulit apapun keadaan keluarga jika  sering membantu sesama akan mendapat pertolongan yang sepadan.

Masyarakat kangen dengan gambaran orang Bersih, Transparan dan Profesional. Bagi  Ahoker Basuki Tjahaya Purnama adalah gambaran nyata seorang pejabat langka yang pernah dimiliki negeri ini. Tidak banyak mungkin hanya satu diantara jutaan orang pejabat seperti Ahok. Seandainya Ahok masih menjabat sebagai gubernur Jakarta mungkin berbeda hari ini. Tapi kenyataannya tidak semua cita- cita bisa tergapai.

Masa depan negeri ini masih panjang. Harapannya ada Ahok- Ahok Muda yang bekerja membangun negeri ini dengan tulus, tidak perlu dilihat dari etnis dan suku mana tetapi negeri ini memang butuh sosok pelawan arus yang berani "sakit", berani melawan birokrasi acak kadut yang terlanjur membudaya sejak zaman Penjajah menguasai negeri ini. Mental-mental pejabat yang maunya dilayani, diperlakukan bak raja.

Grace Natalie Ketua PSI saat Nobar di Kelapa Gading. Ia hanya berpesan Jangan pergi berlibur saat Pemilihan Umum berlangsung salurkan aspirasi di bilik suara (Dokumen Pribadi)
Grace Natalie Ketua PSI saat Nobar di Kelapa Gading. Ia hanya berpesan Jangan pergi berlibur saat Pemilihan Umum berlangsung salurkan aspirasi di bilik suara (Dokumen Pribadi)
Banyak politikus yang hanya sibuk gaduh menghadiri diskusi. Sibuk debat dan berorasi tetapi lupa bahwa pekerjaan utamanya adalah mewakili rakyat merumuskan undang-undang dan membentuk peraturan  yang mampu menyerap aspirasi rakyat. Kalau ada orang yang menyebut anda- anda para politikus Genderuwo ya jangan marah.

Teliti diri sendiri apakah dalam keseharian sering memberi gambaran menakutkan dan selalu pesimis terhadap negeri ini. Tidak usah menuding entah dari kampret atau kecebong jika anda politisi ini hanya memberikan wacana untuk saling membenci  dan selalu marah- marah, menebarkan cerita- cerita seram tentang masyarakat anda tidak perlu malu di sebut Genderuwo, bermental sontoloyo. Bertampang kaya tapi miskin nurani.

Kalau anda selalu mencatut atas nama rakyat tetapi lebih sibuk dengan diri sendiri pastikan kami masyarakat tidak akan memilih anda selanjutnya. Tugas anda memberi optimisme bukan pesimisme. Di tahun politik ini tugas politisi adalah memberikan raport baik kepada rakyat. Menampilkan kesungguhan agar terpilih mewakili rakyat yang sudah sangat terbiasa termakan janji-janji palsu.

Tidak perlu menulis puisi tentang genderuwo di istana atau di parlemen atau di mana saja. Genderuwo yang nyata adalah politisi sendiri yang mudah kebakaran jenggot atas metafora- metafora yang seharusnya bertujuan untuk introspeksi diri.Salam Damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun