Upaya itu ada di barisan orang yang mengingkari budaya sendiri, lalu mengatasnamakan agama sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Karena sumber ilmu agama berasal dari Timur Tengah maka segala kiblat, termasuk bendera, huruf, baju, simbol-simbol agama haruslah mengacu pada negara tempat agama lahir. Melanggar atau menghinanya itu menghina agama sekaligus menghina Tuhan sumber dari semua agama di bumi.
Apakah jika misalnya huruf itu huruf latin lalu ditulis di bendera lalu dibakar berarti penghinaan pada agama yang menggunakan bahasa latin sebagai media ibadatnya? Saya kira mereka sudah rasional mereka tidak akan mempersoalkan huruf, kalimat doanya.Â
Karena doa adalah hubungan sacral antara manusia dengan Tuhan yang menciptakan manusia. Dengan bahasa apapun tanpa perantaraan bahasa ibu dari agama Tuhan akan tetap tahu apa yang menjadi pergolakan bathin manusia. Jika Manusia masih menuhankan benda berarti mereka tidak percaya dong pada keagungan Tuhan sebagai penguasa Tunggal alam semesta.Â
Siapa sih manusia yang hanya debu  yang dengan sombong, berkobar-kobar membela Tuhan. Tuhan akan tersenyum, "manusia-manusia ,AKu tidak perlu dibela"
Jika dengan bendera manusia saling cakar- saling bantai, saling bunuh lalu bagaimana mereka menilai diri sendiri. Ketaatan buta dan wawasan sempit tentang hubungan manusia dan Tuhan membuat banyak manusia ngotot untuk membawa- simbol- simbol untuk menegasikan bahwa dia taat, dia mengikuti tafsir-tafsir yang mereka percayai mampu mendekatkan dia dengan Tuhan.
Getaran Suara KH Mustofa Bisri dan Kedamaian Bathin yang Terpancar
Penulis merasakan getaran yang jauh merasuk dalam kalbu ketika Kyai Haji Mustafa Bisri berbicara(pimpinan Pondok Pesantren Raudhatutholibin Rembang).Â
Penulis mendengarkan saat acara mata Najwa di trans 7 semalam Rabu, 31 Oktober 2018Â .Dengan diksi-diksi yang sudah sudah melekat dalam seluruh perjalanan hidupnya ia sudah sampai tahab di mana kedekatan antara manusia dan Tuhan itu tidak berjarak sama sekali.Â
Ia melihat banyak manusia salah menterjemahkan "adil"hingga ketika merasa bahwa ia tidak merasa diperlakukan adil oleh negara maka kekecewaannya diungkap dengan memaki- maki, melakukan demonstrasi, melakukan perlawanan dan menginginkan pencabutan mandat karena telah berlaku tidak adil.
Mustofa Bisri menjelaskan hakikat beragama dengan bahasa kasih sama ketika penulis  yang kebetulan beragama Katholik mampu meresapi apa yang terucap Kyai tersebut menunjukkan ia sudah selesai dengan dirinya, tidak ada motivasi lain selain selalu dekat dengan Tuhan dengan latar belakang budayanya sendiri.Â
Hidup di Indonesia tentulah harus mengikuti nilai-nilai lokalitas, nilai-nilai luhur yang tertanam dalam setiap negara. Kibaran bendera yang dipercayai masyarakat Indonesia adalah Merah Putih. Karena merah putih rakyat yang multiragam, hidup diatas perbedaan bisa bersatu.Â