Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kunci Toleransi di Tangan Guru

24 Oktober 2018   13:26 Diperbarui: 24 Oktober 2018   16:05 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus-kasus pembakaran bendera, gerakan berafiliasi radikal, konflik agama yang tidak pernah usai, persekusi terhadap pemeluk agama lain tidak mungkin terjadi jika generasinya sadar bahwa menghargai orang lain, menghargai agama yang berbeda wajib hukumnya di negara demokrasi ini. 

Guru yang masih dipercaya mampu memberi transfer pengetahuan dan pembentuk karakter harus bisa membedakan antar kepentingan golongan agama dan tanggung jawab besar mencerdaskan anak bangsa.

Kalau guru cenderung berpaham radikal bagaimana bisa mengarahkan anak didik menjadi generasi toleran terhadap perbedaan.

Riset yang dimuat di majalah Tempo 22 - 28 Oktober 2018 ini adalah sebuah sinyal agar pemerintah lebih peduli pada pendidikan guru. Pengalaman penulis yang pernah mengenyam pendidikan guru banyak selebaran terpampang di majalah dinding kampus tentang paham radikal. 

Pengajian-pengajian yang mengajarkan intoleransi. Maka tidak heran jika lembaga pendidikan guru (IKIP) intoleransinya lebih kuat daripada pendidikan yang khusus agama semacam IAIN  atau UIN.

Meneladani Filosofi Ki Hadjar Dewantara

Guru itu ibaratnya digugu dan ditiru. Peribahasa lain adalah Guru Kencing berdiri murid Kencing berlari.

Segala tindak tanduk guru akan diserap oleh murid. Jika guru berperilaku buruk atau berpaham menyimpang tentu akan berpengaruh terhadap anak didiknya. 

Guru perlu belajar dan kembali menyesap lagi filosofi dari Ki Hadjar Dewantara yang cocok dengan budaya Indonesia, yakni Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani (di depan Memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan semangat), bukan menjadi katak dalam tempurung yang tidak tahu menahu perkembangan pengetahuan dunia. 

Paling bagus jika guru juga memberi keteladanan dengan menjadi manusia pembelajar dengan menulis buku atau paling tidak aktif di blog atau ikut gabung di Kompasiana, atau platform serupa yang mampu memupuk kecintaan pada dunia tulis menulis dan dunia literasi. Salam literasi. 

Selamat Ulang Tahun Kompasiana yang kesepuluh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun