Tumbangnya sebuah perusahaan pers tentu akan berdampak pada ekosistemnya. Banyak yang menggantungkan hidup dari pergerakan media mainstream tersebut. Kalau dipikir secara kemanusiaan memang berat tapi mau apalagi, menjadi percuma jika ribuan cetakan koran itu dilirikpun tidak terutama oleh kaum milenial saat ini yang berpikir pragmatis, menyenangi budaya instan dan sedang tergila-gila pada mesin pintar bernama ponsel.
Hampir setiap tahun bahkan dalam hitungan bulan muncul perubahan dan media mau tidak mau harus memanfaatkan teknologi digital untuk memulai pertempuran di medan bisnis informasi. Salah satu modalnya adalah menyasar kaum milenial, merangkul pegiat literasi digital, merayu mereka menghidupkan platform blog, memberi iming-iming hadiah agar para penulis literasi yang awalnya hanya menulis karena hobi menjadi garda depan pemberi informasi dan sumber pendapatan iklan.
Semakin menarik tulisan tentu saja akan menggeret iklan, semakin banyak iklan maka perusahaan media digital menjadi semakin hidup, dolar mendekat, kekuatan modal bertambah.
Ketika koran-koran mulai lusuh tidak terbaca lagi, perlahan mau tidak mau aku memang harus selingkuh dengan gawai. Harus mulai menghitung untuk menambah budget kacamata, karena semakin tua, semakin sering melototi gawai kacamata tentu akan semakin tebal dengan vonis pada mata ditambah lagi disamping plus, minus, juga silindris.
Ketika koran-koran tinggal sebuah cerita, bagaimana dengan buku. Sampai saat ini sih belum ada selentingan kabar buku akan bernasib sama dengan koran rontok satu per satu, tetapi bisa jadi semakin praktis pola pemikiran manusia buku-buku mungkin tinggal kenangan. Orang-orang tidak lagi bisa memanfaatkan koran bekas untuk membungkus makanan, memanfaatkannya untuk alas lantai dari ceceran cat.
Hari ini hari terakhir untuk Tabloid BOLA, kami akan sangat rindu mendengar berisiknya suara koran, menyesap bau khas dari lembaran-lembaran kertasnya yang membuat mata terbelalak, sesekali harus kami kliping artikel-artikel yang menarik apalagi yang berasal dari tulisan sendiri.
Ketika kebahagiaan itu memuncak saat menerima honor hasil jerih payah berpikir dan menyusun tulisan-tulisan yang yang bisa dipertimbangkan redaksi untuk ditayangkan dalam ribuan lembar kertas yang didistribusikan kepada pecinta bacaan yang masih mengedepankan kewarasan daripada hanya sekadar mencetak berita-berita bohong yang datanya susah dipertanggungjawabkan.Â
Kalau aku sih masih sangat menikmati nikmatnya membaca koran. Apalagi ditemani oleh singkong rebus dan seteguk teh hangat dengan bongkahan kecil gula batu. Ups.... Sedap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H