Pada latihan dasar teater sering kali calon aktor belajar untuk bermeditasi, belajar mengenal diri secara utuh, belajar mengenal watak-watak. Kekritisan orang teater tentu karena pengendapan. Seringkali merenung dan mengamati dan akhirnya mampu melihat dengan mata bathin.Â
Anda tentu bisa membedakan orang yang benar- benar tulus bekerja atau sekedar mencari popularitas hanya untuk mendapat posisi dalam lingkup kekuasaan. Sekarang jika anda  orang teater di manakah posisi anda? Bagi saya dulu ketika pernah berlatih teater, melihat dengan mata bathin itu adalah latihan yang dilakukan oleh orang yang benar- benar mampu dengan jernih melihat baik dan benarnya tingkah seseorang.Â
Katakanlah WS Rendra, dengan puisinya dia mengritik kehidupan sosial, bukan sekedar mengritik membabi buta, tetapi kritikannya penuh tuntunan. Tokoh lain adalah Emha Ainun Nadjib.Kritikannya menghunjam nurani pada siapa saja, Tidak peduli kepada presiden, ulama, pejabat, hakim, masyarakat biasa, manusia - manusia yang masih kerdil pikirannya.
Saya sebetulnya tidak percaya sekelas anda sebagai aktor watak ternyata anda menggadaikan idealisme sebagai seniman teater bermain dalam politik praktis yang penuh onak duri. Apalagi dengan berbohong hanya untuk trik-trik politik busuk demi kemenangan. Menjadi seniman teater itu sebuah pilihan pun dengan menjadi politisi.Â
Mungkin ini perjuangan anda sebagai seniman yang kritis tapi banyak orang memandang anda sebagai tokoh pembohong kelas kakap. Bukan pimpinan teater yang disegani. Opini masyakarakat terbanyak menjadi hukum utama masyarakat media sosial dan anda kalah telak!(meski hati kecil anda merasa masih menggenggam kemenangan.
Salam.