Bukan Masalah Kalian, tetapi Masalah "Kita"
Vandalisme melekat di lingkungan dimana toleransi hampir sama sekali tidak ada. Jika mempunyai kesadaran toleransi tentu anak- anak itu akan malu harus mencoret-coret gerbang rumah, rumah- rumah yang sudah susah-susah dicat agar tampak indah dan cerah.
Dengan vandalisme dalam ruang visual maka sense of belonging orang-orang yang melakukan vandalisme visual itu amat rendah. Yang tragis adalah ketika anak-anak iseng itu seperti tanpa dosa mencoret- coret Kereta LRT dengan coret-coretan ala kadarnya. Coba seandainya mereka mengecatnya dengan graffiti cantik, atau mural yang menarik mereka tentu akan mempertimbangkan agar badan LRT bisa menjadi saluran kreatif seniman Street Art.
![Dokumentasi Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/09/28/p-20180928-181655-1-5bae1471bde5757d8a10e522.jpg?t=o&v=555)
Bahkan saking sibuknya setiap kali mau pergi ke kantor membawa sampah rumah yang sudah dimasukkan kresek lalu dengan entengnya dibuang ke pinggir kali. Mereka para pelaku vandalisme  belajar dari lingkungannya.Â
Dari ketidakpedulian orang tuanya, atau  malah datang dari orang tua otoriter yang memaksakan  kehendak kepada anak sehingga anak lebih nyaman hidup di jalanan daripada rumah sendiri yang seperti neraka baginya.