Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Vandalisme, Sempitnya Ruang Sosial dan Ketidakpedulian Masyarakat

28 September 2018   19:05 Diperbarui: 29 September 2018   11:08 1621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Remaja- remaja iseng itu datang dari keluarga yang sangat sibuk bekerja hingga tidak pernah menanyakan apapun yang dilakukan anaknya. Mau menjadi preman, anak jalanan tidak sempat mikir. 

Mereka bekerja siang malam hanya sekedar mencari sesuap nasi yang semakin lama semakin susah diharapkan. Apalagi di Jakarta. Masalah anak-anak itu kompleks. Ketiadaan lahan bermain, pengaruh lingkungan yang membentuk anak menjadi liar, premanisme dan mata rantainya yang susah diputus, rayuan-rayuan dari sekitar lingkungannya untuk mengkonsumsi, miras, obat-obatan terlarang yang tak terhindarkan.

Di Jakarta, seperti yang penulis amati dari lingkungan sekitar(Cengkareng Jakarta Barat)dengan penduduk teramat padat. Bayangkan di sekitar Pedongkelan banyak rumah - rumah petak dibangun berdesak-desakan dengan rata-rata pekerjaan sebagai pedagang pedagang kaki lima, buruh kasar,pedagang gerobak dorong, guru honorer, pekerja serabutan, pekerja musiman. Ada pekerja yang sepanjang hari bekerja. Berangkat pagi pulang larut malam. Anak-anaknya sekolah tanpa pengawasan orang tua.

Di setiap sudut gang ada saja remaja yang duduk, entah sedang main gadget atau sedang menikmati isapan demi isapan rokok yang dibeli dengan cara ketengan. Punya uang sedikit dibelikan cat semprot, ada tembok kosong sedikit menjadi sasaran coret- coretannya.Hampir tidak ada tembok yang luput dari coretan dan cat semprot yang mereka miliki. 

Mereka berperang dengan cara memberi penanda di tembok, Suporter persija misalnya akan mengokupasi tembok luar perumahan untuk dijadikan media muralnya. Mereka membuat logo, mewarnai dengan warna-warna dominan Orange serta logo dan klub supporter perkampung. 

Misalnya sebutlah klub pendukung persija Kampung Utan( Cengkareng Timur) Nama Airut hampir selalu ditemui di sekitar Cengkareng. Di mana ada tembok kosong nama klub supporter atau bisa disebut kumpulan anak-anak iseng suka membuat resah pemilik tembok. 

Pada akhirnya masyarakat kebal dengan keisengan mereka.Lihat saja kalau anda kebetulan melintas di pedongkelan, Kampung Utan, perumnas, di gang-gang dengan nama gunung Galunggung, Kapuk Kamal, Perumnas,Mutiara Taman Palem.

Titik-titik kerawanan ada di sekitar perkampungan kampungutan dan Pedongkelan. Sebab di tempat itu, jambret, maling, preman-preman tinggal. Populasi penduduk yang amat cepat membuat perkampungan tampak padat oleh pendatang. 

Dari rawa-rawa, lahan kosong sengketa yang masih terlihat sekitar  1990- an sampai  akhir 90 an . Selanjutnya sekitar tahun 2000 -- an  gelombang pendatang menyesaki kota Jakarta dan pilihan realistis pekerja kantoran dan pekerja yang bekerja di Jakarta kota memilih kota pinggiran Cengkareng untuk dijadikan pilihan tempat tinggal, meskipun semua penduduk mereka banyak gambling karena banyak dari tanah mereka masih bersengketa.

Problema Urbanisme

Dengan penduduk beragam dan pendatang yang bergelombang datang tidak dipungkiri banyak orang menetap dan bekerja dengan berbagai motif. Bahkan susah menolak orang- orang yang datang dengan tujuan ingin bekerja dengan cara enak, tidak susah - susah berkeringat tetapi banyak uang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun