Tidak ada orang yang bercita-cita menjadi miskin, tidak bahagia dan serba susah. Setiap orang itu menginginkan kaya, bahagia, makmur dan serba senang lainnya.
Tetapi namanya kehidupan setiap orang pasti ada pasang surutnya. Dalam hati menginginkan bahagia tetapi dalam perjalanan ternyata banyak sekali ujian-ujian kehidupan yang mesti dilalui. Ternyata hidup itu misteri. Manusia mengharap bahagia tetapi Sang Sumber Kehidupan memberi tantangan dan manusia mesti bisa melaluinya.
Rupa-rupa Tantangan Hidup
Ujian kehidupan itu adalah kemiskinan (kemiskinan rohani dan kemiskinan jasmani), penderitaan dan konflik batin. Ketika rejeki diharapkan datang ternyata pada kenyataannya manusia harus merasakan penderitaan, terbelit utang, pekerjaan tidak jua datang dan penyakit datang tidak bisa ditampik. Sudah begitu tetangga tidak peduli pada nasib kita dan membiarkan kesepian melewati ujian-ujian kehidupan tanpa manusia-manusia yang peduli dan simpati.
Rasanya hati teriris-iris, pikiran ruwet dan jiwa nelangsa. Betapa berat perjalanan kehidupan, apakah cawan dengan anggur pahit itu tidak segera berlalu, sampai kapan penderitaan akan segera berakhir, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari terasa begitu lama. Air mata rasanya sudah kering merasakan penderitaan yang sepertinya tidak bertepi.
Ternyata hidup itu tidak seindah lamunan dan khayalan kita. Untuk bahagia setiap manusia mesti pernah mengalami penderitaan yang panjang, kegalauan, kecemasan dan ketidakberdayaan.Â
Siapapun manusia tanpa terkecuali pasti pernah mengalaminya. Bahkan orang-orang yang dalam kesehariannya selalu memposting foto tentang kebahagiaan, pesta, makan-makan di mal dan restoran terkenal pernah melewati penderitaan atau bahkan sedang mengalami masalah berat tetapi sengaja disembunyikan dengan membuat kompensasi atau sekedar menghibur dirinya menampilkan foto-foto kebahagiaan.
Banyak Penulis Terkenal Bermula dari Tekanan Hidupnya
Banyak penulis penulis terkenal terinspirasi menulis dari penderitaan sesamanya bahkan penderitaan dirinya sehingga melahirkan karya-karya fenomenal yang dikenang oleh penggemar literasi dunia. Sebutlah Ernest Hemingway, Anton Chekov , Frans Kafka. Banyak penyair begitu menjiwai karya sastranya setelah melewati liku-liku kehidupannya yang penuh konflik penderitaan dan tekanan jiwa.
Bahkan Ernest Hemingway sampai akhirnya bunuh diri atau mengakhiri hidupnya karena tekanan jiwanya yang dahsyat hingga harus mengakhiri semua penderitaannya dengan menyudahi kehidupannya di dunia.
Anton Chekov pengarang Rusia harus selalu berhadapan dengan penguasa komunis di sana oleh karena pemikirannya tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan di sana. Ia harus melewati kehidupan penjara yang penuh intrik dan intimidasi.Â
Banyak penulis pemenang nobel yang harus bersembunyi dan kucing- kucingan dengan penguasa agar nyawanya tetap selamat, sebab sepanjang hidupnya dia merasa ketakutan oleh ancaman teror, ancaman pembunuhan dan siksaan bathin karena prinsip hidupnya tidak sejalan dengan lingkungan tempat ia tinggal.
Arswendo Atmowiloto pernah merasakan dinginnya lantai penjara akibat aktivitas jurnalistiknya waktu itu dan karena tekanan publik ia mesti bertanggung jawab atas rubrik yang menuai kontroversi dan akhirnya jeruji besilah yang membuatnya semakin matang menekuni dunia literasi.
Penderitaan panjang mesti dilewati sastrawan legendaris Pramoedya Ananta Toer. Hidup di Pulau Buru, dicap komunis, stigma yang menempel dalam dirinya membuat buku-bukunya sering di breidel, dilenyapkan dan dipojokkan sebagai buku dengan pemikiran kekiri-kirian. Tentu tidak sesuai dengan iklim demokrasi yang dipegang penguasa waktu itu.
Penderitaan Milik Semua Orang
Penderitaan itu bukan hanya milik orang miskin. Orang kayapun pasti pernah mengalami penderitaan. Banyak orang kaya susah tidur karena memikirkan harta kekayaannya, tekanan bertubi-tubi karena banyak mata-mata, mafia, preman-preman, pejabat-pejabat.Â
Mereka yang memanfaatkan kekayaannya untuk mencari dana politik, mengirim proposal dana bantuan kemanusiaan atau sekedar upeti dari berbagai usaha yang akan lancar jika ada fulus yang harus disetor sehingga ketika ia menggelapkan pajak, merekayasa harta kekayaannya lolos dari ancaman sanksi hukum, pajak dan syarat-syarat lainnya sehingga hartanya akan tergerus oleh gangguan- gangguan di sekitarnya yang membuat hidupnya tidak tenang.
Jadi jika melihat banyak orang kaya selalu memposting foto-foto kebahagiaannya bisa jadi hanya untuk menghibur diri dari tekanan luar biasa yang sedang dihadapi.
Bahagia Tidak Identik Kaya
Menjadi bahagia itu ternyata tidak harus menjadi kaya. Menjadi bahagia itu ketika manusia mensyukuri apapun keadaan dirinya. Bersyukur atas penderitaan yang sedang ia sandang, bersyukur bahwa ternyata hidupnya masih lebih baik dari manusia lain yang cacat, miskin , dengan anaknya yang menderita penyakit, tidak mempunyai sandang papan. Rasa syukur itu muncul ketika dalam banyak tantangan hidup yang mesti dilewati manusia masih beruntung bisa tertawa, bersenda gurau dan tersenyum.
Tidak ada manusia tanpa tantangan hidup. Kemiskinan bukan alasan untuk tidak pernah merasakan kebahagiaan. Dalam iman katolik ada salib kehidupan yang mesti dipanggul. Salib itu harus dimaknai bukan sebagai beban tetapi sebagai ujian, cobaan yang mesti dilalui, tidak dihindari. Sebab dengan melalui tantangan kehidupan manusia akan semakin dewasa bersikap menghadapi berbagai penderitaan yang disandang.
Ketika banyak orang akhirnya tidak kuat merasakan penderitaan bertubi-tubi hingga harus memotong penderitaan dengan bunuh diri bukan berarti di kehidupan lain ia menjadi bahagia. Tentu jiwanya harus menerima buah kelakuannya, tetap harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Maha Pencipta.
Kaya Miskin Itu Relatif
Jadi seberapapun tantangan yang diterima harusnya menjadi pembelajaran bahwa itulah hidup. Tidak ada kehidupan tanpa tantangan, konflik, penderitaan, kesedihan.
Untuk bahagia setiap orang mesti merasakan kesedihan, untuk menjadi kaya orang mesti berpeluh-peluh, bekerja keras, menggembleng diri, menahan diri sehingga ia siap menerima kebahagiaan dan kekayaan.Â
Kekayaan itu relatif, sebab ada pepatah di atas langit ada langit. Kaya bagi saya mungkin beda dengan kaya versi anda. Miskin bagi saya berbeda dengan miskin bagi anda. Bagi konglomerat mempunyai mobil sepuluh bisa jadi belumlah disebut kaya, ia tentu akan selalu melongok ke atas ke saingan-saingannya.
Bisa jadi kebahagiaan yang sempurna bukan orang kaya pemiliknya tetapi mereka yang selalu bersyukur atas segala tantangan, penderitaan dan buah-buah kehidupan yang ia terima dengan ikhlas. Tetapi siapakah manusia sempurna yang bisa berbahagia tanpa ada keinginan untuk memiliki lebih harta dunia.
Saya barangkali masih dipenuhi oleh keinginan untuk bisa merasakan kebahagiaan lebih dari kehidupan sekarang yang sedang saya jalani. Masih banyak tantangan kehidupan yang membuat saya masih merasa kurang puas.
Saya pikir sampai saat ini dengan jujur saya katakan masih banyak keinginan yang belum terealisasikan sehingga masih berusaha menjadi lebih baik dan mencoba melalui tantangan itu untuk menggapai mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H