Anies menaikkan anggaran untuk tim Gubernur yang semula hanya sekitar 2, 3 Milyar menjadi sekitar 28 Milyar. Rencana itu menuai kritikan tajam dari masyarakat, karena sebenarnya uang 2,3 Milyar yang digunakan gubernur sebelumnya sudah cukup untuk menggaji Tim Gubernur yang sering menggunakan dana yang diambil dari dana operasional gubernur. Kontroversi juga muncul ketika Pemprov ingin merenovasi air mancur  DPRD sebesar 620 juta.Â
Peristilahan yang berbeda juga sering digagas Anies dengan istilah rumah lapis yang sebetulnya tidak beda jika tetap menggunakan  istilah rumah susun.
Pendekatan populisme dengan membawa misi rakyat jelata diusung gubernur dan wakil gubernur dengan  menggagas kembalinya becak ke DKI. Ia menilai becak bisa menjadi transportasi alternatif di perkampungan Jakarta dan yang menyita perhatian masyarakat adalah ketika  gubernur mengakomodasi PKL berjualan di Jalan Jati Baru di lempang jalan depan Stasiun Tanah Abang.Â
Anies menabrak peraturan perundang-undangan tentang penggunaan jalan dan trotoar sebagai tempat berjualan. Data-data di media tentang rekam jejak Anies Sandi tentu bisa menjadi tolok ukur penulis untuk mencoba mengulas tentang  review 100 hari pemerintahan Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga salahudin Uno.Â
Setiap isi kepala warga Jakarta tentu  mempunyai penilaian terhadap gubernur baru, tidak dipungkiri juga subyektifitas akan mengiringi. Maaf penulis terlalu berbelit-belit dalam berbicara(mungkin karena  pernah melihat jawaban Gubernur ketika diwawancarai Najwa shihab sehingga ikut ikutan mbulet dan muter-muter).
100 hari  anggap saja masih seumur jagung, tapi sebetulnya sudah bisa memberi kesan  bagaimana pemerintahan lima tahun ke depan. Pendekatan populisme dengan menabrak peraturan mungkin sah --saja bagi sosok seperti ABSU. Mungkin ia mempunyai pemikiran visioner walaupun Jakarta ruwet dan kembali mengusung Jakarta Vintage.Â
Yang penting rakyat jelata tetap bisa menikmati becak, bisa melewati Jalan Sudirman Thamrin dengan motor tanpa disemprit polisi. Dan yang penting rakyat bisa berusaha dan mencari rejeki di Jakarta dengan bebas mengokupasi(permisi numpang jualan )trotoar dan jalan.
Setelah 100 Hari
Kini saatnya ABSU harus realistis. Masa bulan telah selesai. Kerja-kerja dan kerja seperi moto pemerintah Indonesia harus dilakukan. Mendengar kata kerja-kerja dan kerja mungkin agak risi, Silahkan ganti saja istilahnya yang penting membangun Jakarta menuju kota penting di dunia. Kota-kota lain  sedang berlari untuk mengejar ketertinggalan sebagai metropolitan yang modern.Â
Dulu Jakarta sudah memulainya jika harus mundur ke belakang dengan mengusung Jakarta Retro, Jakarta Vintage paling tidak bukan mentalnya yang berpikir dengan paradigma lama. Masyarakat Jakarta harus berpikir modern untuk bisa tetap bertahan menghadapi persaingan global. Tidak menutup kemungkinan banyak tenaga ahli dari luar datang ke Jakarta mencari nafkah.Â
Dan ketika masyarakatnya tidak bisa mengimbangi kecanggihan pemikiran pekerja asing maka masyarakat Jakarta hanya bisa melihat dan kemungkinan tergilas dalam persaingan pekerjaan, akhirnya  hanya bersaing ditingkat massa dengan mencoba berdikari mengisi lapak-lapak kaki lima bukan menjadi penggerak  ekonomi, dan CEO dari perusahaan yang bisa bersaing dengan perusahaan asing.Â