Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Purnama Ketiga

6 November 2017   14:12 Diperbarui: 6 November 2017   14:15 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(elvirobiatuladawiyah.wordpress.com )

Tidak ada yang menjawab. Hanya desir angin menderu dan tetesan hujan yang tersisa. Suara lain hanyalah lolongan anjing dari kejauhan serta sesekali suara burung hantu yang sedang menyapa roh-roh yang masih penasaran.

Nenek tua itu tepekur, tidak mau beranjak, ia ingin melihat bulan purnama yang masih terbalut mendung dan awan pekat.

Ia ingin mengikuti jejak anak dan cucunya, tapi Tuhan masih sayang ia. Nenek tua itu ingin melupakan tragedi demi tragedi yang merampas kebahagiannya. Ia kini tengah merajut asa untuk mengurai kusut masai kehidupannya dengan mengadu nasib ke kota. Ia relakan diri menjadi buruh cuci dan menjadi penghibur lara para sosialita dengan menjadi tukang pijat para sosialita. 

Mungkin dalam hatinya sedang menggerutu dan memaki sosialita yang tengah mabuk kenikmatan pada hamburan uang dari segepok uang  para cukong utusan pengusaha hitam yang merampok sumber daya alam dengan memanfaatkan kekuasaan raja raja  kecil di daerah. Nenek itu tidak ingin ketemu anak dan cucunya dalam sebuah tragedi yang sama. Ia ingin bertemu dalam damai dan melupakan dendam oleh alam yang tercabik -- cabik akibat ulah sosialita yang mabuk kekayaan.

***

Kudengar cerita yang mengalir dari mulut nenek. Tidak terasa tetes air mata mengalir mendengar ceritanya. Apakah aku termasuk sosialita itu yang menghamburkan uang hanya untuk membeli rasa damai. Apakah aku juga bagian dari dendam yang hendak ia lampiaskan kepada kami para penghuni kota yang dengan sombong seperti ingin merengkuh alam tanpa pernah menyisakan secuil kebahagiaan pada orang-orang seperti nenek tua itu. Sedangkan aku sendiri sedang merajut asa kembali rindu pada kekasih hatiku sebuah senja kemuning dan seleret cahaya jingga.

Sang Kekasih telah kembali, sedikit melupakan tragedi yang hampir selalu ada dan sedang berbaris untuk menguji ketabahan manusia. Kini senja  dan cahaya jingga tengah hadir. Seperti perjalanan waktu ada suka ada duka. Ada kalanya cinta remuk redam oleh peristiwa sedih saat sang kekasih memutuskan berpisah, namun ketika senja seperti memberi harapan cinta aku merasa harus menikmati malam di mana purnama tersenyum dan menyapaku.

Saat purnama tiba terang dan gagah nenek itu pulang dengan membawa rasa rindu. Ia tersenyum menjemput dan sedang menyiapkan kata --kata manis ketika ia bertemu suami, anak dan cucunya yang sudah lebih dahulu menelusur langit dan meniti awan gemawan putih. Ia seperti melihat titian jalan dari bulan purnama yang merekah tersenyum memanggilnya.

"Selamat jalan nenek. Kini akupun tengah menunggu kekasihku sambil menikmati senyum bulan purnama. Semoga gairahku tetap terpelihara bersama kuatnya hasrat jiwaku saat melihat bulan bulat itu hadir dilangit nan pekat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun