Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ziarah

6 Juni 2017   10:17 Diperbarui: 6 Juni 2017   10:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
menapaki jalan menuju ke satu tujuan, menapaki kenangan menelusuri ruang bathin (breaktime.co.id)

Menapaki gua -- gua peziarahan,

dari detik ke detik dari menit ke menit terdiam sambil menatap Patung  Maria dengan berbagai rupa

wajah yang tersenyum seperti hendak membuka  bincang-bincang

dengan bahasa yang dimengerti semua manusia

Ia tahu bahkan hanya dengan diam saja

tanpa berkata, hanya  menelusuri ruang bathin, selasar jiwa

Dalam diamku ketemukan  dunia

dalam sepiku kuresapi cinta.

Ini adalah penziarahan,

 ruang  kasih seorang ibu

yang dengan sabar mengikuti  perjalanan anak manusia

dalam proses menuju penebusan dosa umat manusia.

Ibu yang merasakan detik-detik waktu dari sengsara saat melahirkan hanya di sebuah kandang domba,

tertatih-tatih berjalan dalam debu-debu pengap dari Bethlehem  menuju  Mesir,

dan kembali lagi menuju Betlehem.

Ibu yang menyadari suatu saat anaknya akan meninggalkannya dengan meninggalkan nestapa ibu

yang harus menyaksikan derita luar biasa dari seorang  anak yang puluhan tahun dalam dekapan kasih

Ziarah, menapaki jejak-jejak kehidupan, menyusuri ruang bathin spiritual

mensyukuri keabadian cinta, dan meresapi sengsara Sang  Anak Manusia.

dalam diam tanpa terasa ada tetesan lembut mengalir menjelujur wajah.

air meluncur deras di kaki yang terlipat,

Ketika manusia begitu pikuk dalam ujian  kemanusiaan

tidak terasa serentetan peristiwa bagai layar film

muncul  spontan mengaduk perasaan

betapa kini Tuhan menjadi alat bagi pembenaran  pembunuhan sadis atas nama -- Mu

agama hanya menjadi dalil untuk membenci dan melukai

padahal Kau tidak pernah mengajari manusia untuk mengoyak ruang bathin

menjadi  bisikan iblis yang siap mencincang manusia lain.

Kau hanya mengajari bagaimana menghadapi hidup dengan penuh kesabaran

mencintai makhluk lain tanpa syarat

 menjadikan agama sebagai biang perpecahan.

Lalu mengapa manusia terus saling berbalas makian, mengumpat penuh kebencian

dan merasa suci daripada makhluk lain.

Sederetan ayat,  meyakinkan siapa yang paling merasa dekat dengan-Mu

berteriak-teriak  menyeru binatang laknat yang tersembur dalam mulut yang selalu rajin berdoa khusuk

menyebut nama-Mu.

Atas nama-Mu mereka membunuh, atas nama -- Mu mereka membantai sesama dengan cita-cita tinggi

 menyatukan kehidupan dalam satu genggaman, padahal setiap manusia kau ciptakan beda

agar muncul harmoni  dalam tetabuhan dan bunyi-bunyi yang saling mengisi, serta rupa-ruap  nada.

Di manapun  aku berziarah, Kau tetap satu rupa dalam wujud cinta kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun