Saya jadi ingat ketika masih kuliah di Yogyakarta. Sekolah di jurusan seni rupa tapi aktif di unit kegiatan Teater. Dari dulu kalau mempunyai keinginan memang selalu aneh-aneh. Dan itu saya lakukan. Pergi ke Jakarta dengan uang pas –pasan dan menginap di sembarang tempat pernah, kali ini saya punya keinginan untuk pulang ke desa saya di Magelang dengan jalan kaki. Jarak Kampus dengan desa saya sekitar 45 kilo meter, cukup jauh juga. Lalu kapan akan saya lakukan ya sesuai dengan kata hati saya, saya jarang merencanakan aksi nekat saya. Kalau saya harus berangkat hari itu juga setelah punya ide ya saya lakukan.
Suatu malam habis latihan olah gerak dan olah jiwa(begitulah salah satu kegiatan teater kampus, tiba-tiba saya kepikiran pulang. Waktunya sekitar jam 8 malam lebih, dengan tas berisi baju ala kadarnya, sepatu kets yang baru saja terbeli seminggu yang lalu, tiba-tiba saya berniat pulang jalan kaki.
Saya diskusikan ke teman rencana itu.
“Gila Joko, Kamu masih waras?!”Teman saya itu meraba jidat saya.
“Sehat, emangnya kenapa?”
“Kamu malam-malam mau jalan kaki dari Yogya ke Magelang?”
“Memangnya kenapa?”
“Khan bisa naik motor, naik bis, atau nebeng siapa gitu…?”
“Saya tak perlu mala mini jika naik angkutan umum, besok pagi juga bisa…?”
“Kamu punya nasar apa?”
“Nggak sih Cuma menguji nyali…”
“Ya sudah, kalau kemauanmu begitu, ngomong-ngomong orang tuamu tahu…?”
“Tidak…?”
“Sableng benar idemu , tapi ya sudah hati-hati saja di jalan…Eh kau tidak ngeri dengan jalanan yang kau lalui, bukankah banyak korban kecelakaan di sepanjang jalan itu…?”
“kepikiran sih, tapi sudahlah…saya berangkat dulu ya…”
Saya mulai berjalan pelan menyusuri jalan dari kampus di Karangmalang, Sleman kearah jalan menuju kampus Gajah Mada, melewati hotel Maerokoco di sekitar Pingit, Pakuningratan menyusuri jalan Magelang, Kricak terus lurus kearah Magelang.
Di jalan sekitar Denggung saya sempat di tanya.
“Mau ke mana mas malam-malam kok jalan kaki, kalau mau ikut silahkan boncengan saya masih kosong.”
Saya berbohong.
“Ehm, ke Denggung.”
“Ooo…nggak mau ikut….?”
“tidak terima kasih Mas…?”
Saya mulai meneruskan perjalanan dari Denggung lalu menyusuri jalan dekat Kantor bupati Sleman terus berjalan ke arah Tempel. Di dekat SMA 1 Sleman saya dihampiri Polisi, agak takut juga nanti dikiranya saya penjahat.
“Mau ke mana mas malam-malam begini jalan kaki…?”
“Nggak rumah saya sudah dekat cuma di situ….”(saya bohong lagi)
“Kalau mau silahkan ikut saya…”
“Nggak Pak terimakasih…” Polisinya segera berlalu. Sayapun meneruskan perjalanan kembali. Waktu itu sudah mendekati pukul 12 malam lebih. Saya tetap berjalan meskipun saya mulai merasakan kaki saya mulai berat, tapi tapak kaki saya tetap bergerak konstan untuk berjalan. Sebetulnya saya mulai kelelahan tapi saya tahan. Dalam rasa lelah itu saya mulai merasakan ada seseorang yang mengikuti sepanjang perjalanan. Bulu kuduk say sudah mulai meremang. Kadang-kadang saya memang sering membayangkan korban-korban kecelakaan di jalan Magelang yogya ini. Tapi tekad saya besar hingga pikiran-pikiran itu lama-lama lenyap juga. Saya mulai merasa bulu kuduk terus meremang. Siapakah yang mengikuti saya?
Kata orang jika bulu kuduk berdiri itu pasti ada makhluk halus, atau hantu dan sebangsanya. Seumur hidup saya belum pernah melihat hantu, ketika merasakan ada yang aneh di sekitar saya yang bisa dilakukan hanyalah berdoa mohon keselamatan dan dijauhkan dari godaan.
Jalanan yang saya lalui sungguh sepi, sunyi. Jalan lengang dengan hanya diterangi lampu jalanan yang tidak seberapa terang serta suara-suara malam membuat perjalanan semakin menegangkan. Puncaknya adalah saat melewati kuburan China yang ada di sisi kiri Jalan. Kuburan yang terletak di bukit Gremeng sekitar dua setengah kilo jaraknya dari kota Muntilan dan 2 kilo dari Tempel Sleman Yogyakarta. Kaki saya mulai berubah memerah di telapak kakinya. Rupanya darah mengumpul di telapak kaki, tapi perjalanan masih jauh, masih sekitar 12 Kilo jika Melewati Kecamatan Dukun dan sekitar 15 kilo lagi jika melewati Kota Blabak. Jam menunjukkan sekitar pukul 01.30 pagi. Ada suara ketawa-ketawa terdengar di telinga saya. Jantung berdebar kencang…inikah suara hantu itu…?sementara bulu kuduk meremang. Hantu China…wuss angin dari bukit di kiri kanan jalan semakin mengukuhkan ketegangan saya waktu itu.
Ketakutan yang menjalar itu berusaha saya tutupi dengan doa. Tetap saja suara ketawa itu terdengar di telinga saya. Akhirnya saya putuskan untuk berbalik dan melihat ke belakang. Apapun yang terjadi biarlah terjadi…
“Auppss…..Sialan”
Rupanya sejak dari Tempel Sleman saya sudah diikuti oleh orang gila, yang hampir seluruh tubuhnya tidak berbalut baju. Hanya kolor lusuh yang menempel dibadannya. Wah rupanya ada juga pengikut saya. Si Mahasiswa norak yang mencoba melakukan kegiatan nekat jalan kaki malam malam pulang ke Magelang dengan jalan kaki.
Dalam bathin saya, rupanya ada penggemar yang mengikuti dari belakang.Tapi penggemarnya orang gila. Mungkin ada orang yang bilang orang gila ketemu orang gila.
Saya terkekeh…Dasar anak teater…kadang gilnya muncul tiba tiba….txi…txi…txi… Mana mau hantu menggoda orang gila yang ada orang gila digoda orang gila ha..ha..ha…dasar koplak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H