Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keluarga Kunci Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

14 Desember 2016   13:59 Diperbarui: 14 Desember 2016   14:27 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lingkungan buruk memungkinkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Dok.pribadi

Pengaruh Lingkungan dan Kultur

Lingkungan buruk memungkinkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Dok.pribadi
Lingkungan buruk memungkinkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Dok.pribadi

Indonesia di kenal dengan negara berpenduduk terbesar keempat setelah Amerika Serikat, India dan China.Menurut data terakhir tahun 2016 jumlah penduduk 258.318.051 jiwa (ilmu pengetahuan umum.com) dengandemikian rasionya 3,5 persen dari seluruh penduduk dunia. Kemiskinan, budaya patriarki dan anggapan bahwa tubuh perempuanlah yang membuat munculnyakekerasan dalam bentuk fisik maupun seksual terhadap perempuan. Laki-laki menganggap bahwa perempuan lebih lemah dan sering menjadi sasaran sifat laki-laki yang cenderung kasar dan ingin menunjukkan dirinya lebih kuat, lebih berkuasa dan lebih dominan dari pada perempuan.

Agamapun memegang peran juga karena banyak agama lebih memprioritaskan pengakuan bahwa laki-lakilah pemimpin dalam keluarga dan perempuan harus mengikuti perkataan imamnya dalam keluargayaitu laki-laki. Terkadang represifitas menjadi sebuah hal biasa jika perempuan dianggap binal, centil atau kecenderungan perempuan tidak berperilaku layaknya perempuan yang lemah lembut dan cenderung mengalah.

Perempuan yang sering nongkrong, merokok, berpakaian seronok dan terlihat seksi cenderung mengundang libido laki-laki. Jika secara halus perempuan tidak mau melayani kemauan laki-laki maka secara naluri laki-laki akan melakukan pemaksaan untuk menyalurkan hasrat dan libidonya yang susah dibendung. Pergaulan-pergaulan yang bebas cenderung merugikan perempuan. Jika melakukan sex bebas yang menjadi korban adalah perempuan. Mereka akan menanggung beban sebab jika tidak menjaga badannya perempuan bisa hamil.

Kehamilan tanpa pasangan jelas jelas sebuah aib di negara yang masih menjunjung tinggi moralitas seperti galibnya negara-negara asia. Herannya kasus terbesar pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan adalah negara dengan budaya ketat,agama yang dominan dan kebanyakan negara-negara sedang berkembang bahkancenderung negara miskin. Kemiskinan membuat posisi perempuan lebih rawanterhadap kekerasan. Lihat saja negara-negara Afrika, Asia (India, Pakistan,Indonesia).

Lingkungan sekitar turut andil munculnya kekerasan terhadap anak dan perempuan. Jika anak melakukan pergaulan bebas tanpa pengawasan orang tua pengaruh-pengaruh buruk bisa saja datang dari kecenderungan mengkonsumsi narkoba, seks bebas dan melakukan tidakan kriminal seperti mencopet,mengutil bahkan merampok. Dari pergaulan bebas itu perempuan dan anak-anak adalah korban utama dari pengaruh buruk pergaulan di lingkungan sekitar rumah.

Sebagai pembanding, penulis pernah hidup dilingkungan kumuh sekitar Petogogan. Di lingkungan dengan kontur lingkungan padat, banyak gang-gang tikus, serta tempat-tempat sepi dan gelap perempuan sering menjadi korban pelecehan seksual, dari keisengan laki-laki meraba-raba tubuh sensitif perempuan, sampai melakukan hubungan seks kilat diujung-ujung gang. Sama juga dengan rumah penulis sekarang yang dekat dengan perkampungan padat penduduk di Kapuk, Pedongkelan Belakang Jakarta Barat. Ada kecenderungan remaja melakukan pergaulan bebas, mencuri-curi kesempatan untuk mencoba menghisap rokok atau menghisap lem sehingga adiktif, begadang sampai pagi di gang gang sempit atau tanah-tanah kosong.

Warisan kultural Indonesia yang membuat perempuan dan anak-anak cenderung menjadi korban kekerasan adalah kecenderungan pendapat bahwa perempuan itu posisinya dibawah laki-laki, kedudukan perempuan secara kultur hanyalah konco wingking (dalam perspektif budaya jawa) atau dominasi laki-laki yang cenderung sebagai raja atas perempuan yang harus bekerja keras baik diluar maupun di dapur(flores dan NTT pada umumnya), Batak dengan budaya patriarkal(simbol lelaki sebagai penerus marga keluarga dan pihak perempuan  yang harus membayar mahal ke pihak keluarga lelaki istri dalam adat perkawinan.

Kultur budaya yang berada di sebuah lingkungan kebudayaan yang masih kuat tradisi dan dominasi agama malah ikut menyumbang besarnya penyimpangan perilaku. Salah satu sebabnya adalah karena-peraturan-peraturan yang ketat cenderung membuat manusia manusia mencuri-curi kesempatan melanggar peraturan yang berlaku tersebut. Akibatnya sesuatu yang ditahan-tahan atau di tekan-tekan cenderung mempunyai efek seperti bom waktu yang jika meledak efeknya luar biasa.

Pengaruh lain yang menyumbang tingginya kekerasan terhadap perempuan adalah pendidikan yang rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun